Dalam tafsirnya tentang ayat ini, al-Sa’di menjelaskan, pada Alquran terdapat kebaikan dan ilmu yang sangat banyak.
Di dalamnya terdapat petunjuk dari kesesatan, obat dari penyakit, cahaya untuk menerangi kegelapan, setiap hukum yang diperlukan manusia.
Alquran juga memuat dalil tegas tentang segala yang diinginkan, sehingga menjadikannya semulia-mulia kitab yang diturunkan Allah.
Selanjutnya, beliau menjelaskan, hikmah diturunkannya Alquran ini agar manusia menadaburi ayat-ayatnya, menggali ilmunya, dan merenungkan rahasia dan hikmahnya.
Hanya dengan menadaburi ayat-ayatnya, merenungkan maknanya, serta memikirkannya, seseorang akan mendapatkan berkah dan kebaikan yang ada dalam Alquran.
Kita harus menyadari, Alquran itu kitab penuh berkah dan mengandung mutiara yang bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat.
Secara bahasa, tadabur berarti melihat dan memperhatikan kesudahan segala urusan dan bagaimana akhirnya.
Al-Alusi dalam tafsirnya Ruh al-Ma’ani menjelaskan, pada dasarnya tadabur berarti memikirkan secara mendalam kesudahan sesuatu urusan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya.
Ibnu al-Qayyim juga menjelaskan, yang dimaksud dengan menadaburi suatu perkataan adalah melihat dan memperhatikan perkataan itu dari awal dan akhir perkataan kemudian mengulang-ulangi hal itu.
Adapun yang dimaksud dengan tadabur Alquran adalah menggunakan ketajaman mata hati lewat proses perenungan mendalam secara berulang-ulang agar dapat menangkap pesan-pesan Alquran yang terdalam dan mencapai tujuan maknanya yang terjauh.
Ibnu al-Qayimm dalam kitabnya al-Fawaid mengatakan, “Jika engkau ingin mengambil manfaat dari Alquran maka pusatkanlah hatimu ketika membaca dan mendengarkannya, fokuskanlah pendengaranmu dan hadirlah seperti seseorang yang sedang diajak bicara oleh Allah SWT.”
Dan, tadabur Alquran itu haruslah mengandung tujuan untuk mengambil manfaat dan mengikuti apa yang terkandung dalam Alquran.
Karena, tujuan membaca dan menadaburi ayat-ayat Alquran itu adalah untuk mengamalkan dan berpegang pada isi kandungannya.
Syekh Abdurrahman Habannakah menegaskan, tujuan tadabur bukanlah sekadar kemewahan ilmu atau bangga dengan pencapaian pengetahuan, melainkan untuk mengingatkan dan mendapat pelajaran serta beramal sesuai dengan ilmu yang didapat.
Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Barang siapa yang menadaburi Alquran demi mendapatkan pentunjuk darinya maka akan jelas baginya jalan kebenaran.” Ada dua manfaat lain dari tadabur Alquran. Pertama, agar dapat merasakan bahwa Alquran sungguh-sungguh berasal dari Allah.
Tak ada pula kontradiksi antara Alquran dan hatinya, antara Alquran dan kenyataan, serta antara satu ayat dan ayat lainnya.
Kedua, tadabur Alquran dapat membuka kalbu yang terkunci karena kalbu adalah alat paling utama untuk menangkap pesan-pesan Alquran. Semoga pada Ramadhan sebagai bulan Alquran ini dapat kita gunakan dengan sebaik-baiknya untuk memperbanyak menadaburi ayat-ayat Alquran. Wallahu a’lam bish shawab. (Ustaz Bachtiar Nasir
Bukti Al Quran adalah firman ALLAH
1. Gaya bahasa
Gaya bahasa dalam Al-Qur’an sangat berbeda dengan gaya bahasa Muhammad SAW. Jika kita merujuk kepada buku-buku hadits yang menghimpu sabda-sabdanya, kemudian kita perbandingkan dengan Al-Qur’an, kita akan melihat perbedaan yang jelas, baik dalam ekspresi, tema, dan lain-lain. Gaya dialog, mengajar dan orasi banyak kita jumpai dalam sabda-sabda Muhammad. Di samping itu, sabda-sabdanya juga menggunakan kata dan makna yang popular di kalangan Arab. Berbeda sekali dengan Al-Qur’an yang tidak memiliki kemiripan dengan gaya bahasa Arab kebanyakan.
2. Eksistensi Ketuhanan
Ketika membaca buku-buku hadits, kita akan menemukan dan merasakan eksistensi kemanusiaan, adanya ego yang takut dan lemah di hadapan Tuhan. Sedangkan saat membaca Al-Qur’an, kita akan menemukan betapa Tuhan sedang menunjukkan ego-Nya yang Maha Perkasa, Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Pencipta, Maha Kasih, dan kasih-Nya tidak membuat-Nya lemah.
Jika saja Al-Qur’an ini adalah buatan Muhammad, dapat dipastikan akan terdapat kesamaan dalam gaya bahasa Al-Qur’an dan Hadits. Sudah menjadi aksioma di kalangan pakar sastra, bahwa tidak mungkin seseorang memiliki dua gaya bahasa yang memiliki perbedaan yang sangat prinsipal dalam penuturannya.
3. Muhammad Buta Aksara
Muhammad adalah seorang buta huruf yang tidak pernah bersekolah. Inilah yang seharusnya direnungkan. Mungkinkah Muhammad yang buta huruf itu menghimpun sebuah kitab yang memuat hukum yang paripurna tanpa cacat? Kitab itu bahkan mendapatkan kekaguman dari Timur dan Barat. Muslim dan non-muslim. Bahkan Al-Qur’an telah menjadi rujukan dari hukum Eropa. Bagaimana mungkin seorang yang buta huruf mampu membuat Al-Qur’an dengan kemukjizatan bahasa yang tidak tertandingi dan satu-satunya? Memuat hukum yang begitu komprehensif, meliputi social, ekonomi, agama, politik, dan banyak lagi aspek yang lain.
4. Visi Al-Qur’an yang melampaui akal manusia.
Jika visi Al-Qur’an tentang kosmos, kehidupan, pola pikir, interaksi, perang, pernikahan, ibadah ritual, ekonomi dan visi lainnya yang sangat kompleks, komprehensif dan solid itu benar-benar buatan Muhammad, berarti Muhammad bukanlah seorang manusia
Aturan dan hukum yang dimuat dalam Al-Qur’an tidak akan pernah mungkin dibuat meski oleh banyak tim yang diisi oleh manusia-manusia yang memiliki kecerdasan tingkat tinggi dan ahli di bidang masing-masing. Seseorang, berapapun IQ-nya, tidak mungkin mampu memformat aturan dalam satu masalah dari seabrek masalah yang ada dalam Al-Qur’an.
Apakah Muhammad yang buta aksara itu, seorang diri dengan mudah memformat aturan-aturan dengan visi komprehensif menyangkut masalah kosmos, kehidupan, pola pikir, dan aspek lainnya?
Al-Qur’an sendiri telah mengeluarkan tantangan yang telah berusia 15 abad. Tantangan untuk mencipta satu surat seperti yang ada dalam Al-Qur’an. Hingga hari ini, tantangan itu belum terjawab.
5. Klaim dari Tuhan.
Jika memang Muhammad yang mencipta Al-Qur’an, mengapa kemudian Muhammad menisbatkannya kepada selain dirinya (Tuhan)? Al-Qur’an sudah jelas-jelas merupakan sebuah karya sastra dan kreasi yang amat sangat luar biasa. Jika memang kitab itu buatan Muhammad, berarti Muhammad telah menobatkan diri sebagai manusia luar biasa yang tanpa tandingan. Tapi mengapa Muhammad menolak meraih kehormatan itu? Apa sebenarnya yang mendasari keengganan Muhammad untuk mengakui Al-Qur’an itu sebagai kreasinya sendiri?
6. Ilmu Pengetahuan Modern dalam Al-Qur’an.
Dalam Al-Qur’an terdapat berita-berita generasi terdahulu yang berbeda dengan berita-berita yang sudah diwartakan oleh kitab-kitab yang ada di masa Muhammad.
Di dalam Al-Qur’an juga terdapat kemukjizatan ilmiah tentang kosmos (alam semesta), kedokteran, matematika, dan lainnya. Terdapat puluhan, bahkan ratusan ayat yang membahasnya. Rasionalkah jika Muhammad yang tidak pernah mengeyam pendidikan ini, telah menciptakan kitab pengetahuan itu? Dari sekolah mana Muhammad mengetahui bahwa bumi itu bulat?
“Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam…” (Al Qur’an, 39:5)
Dalam Al Qur’an, kata-kata yang digunakan untuk menjelaskan tentang alam semesta sungguh sangat penting. Kata Arab yang diterjemahkan sebagai “menutupkan” dalam ayat di atas adalah “takwir”. Dalam kamus bahasa Arab, misalnya, kata ini digunakan untuk menggambarkan pekerjaan membungkus atau menutup sesuatu di atas yang lain secara melingkar, sebagaimana surban dipakaikan pada kepala.
Keterangan yang disebut dalam ayat tersebut tentang siang dan malam yang saling menutup satu sama lain berisi keterangan yang tepat mengenai bentuk bumi. Pernyataan ini hanya benar jika bumi berbentuk bulat. Ini berarti bahwa dalam Al Qur’an, yang telah diturunkan di abad ke-7, telah diisyaratkan tentang bentuk planet bumi yang bulat.
Namun perlu diingat bahwa ilmu astronomi kala itu memahami bumi secara berbeda. Di masa itu, bumi diyakini berbentuk bidang datar, dan semua perhitungan serta penjelasan ilmiah didasarkan pada keyakinan ini. Sebaliknya, ayat-ayat Al Qur’an berisi informasi yang hanya mampu kita pahami dalam satu abad terakhir. Oleh karena Al Qur’an adalah firman Allah, maka tidak mengherankan jika kata-kata yang tepat digunakan dalam ayat-ayatnya ketika menjelaskan jagat raya.
Mengetahui teori difusi kosmos?
Dalam Al Qur’an, yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana berikut ini:
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.” (Al Qur’an, 51:47)
Kata “langit”, sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, digunakan di banyak tempat dalam Al Qur’an dengan makna luar angkasa dan alam semesta. Di sini sekali lagi, kata tersebut digunakan dengan arti ini. Dengan kata lain, dalam Al Qur’an dikatakan bahwa alam semesta “mengalami perluasan atau mengembang”. Dan inilah yang kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini. Hingga awal abad ke-20, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala tanpa permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan teknologi modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia terus-menerus “mengembang”.
Pada awal abad ke-20, fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli kosmologi Belgia, George Lemaitre, secara teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan mengembang.
Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Ketika mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble, seorang astronom Amerika, menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi. Sebuah alam semesta, di mana segala sesuatunya terus bergerak menjauhi satu sama lain, berarti bahwa alam semesta tersebut terus-menerus “mengembang”. Pengamatan yang dilakukan di tahun-tahun berikutnya memperkokoh fakta bahwa alam semesta terus mengembang. Kenyataan ini diterangkan dalam Al Qur’an pada saat tak seorang pun mengetahuinya. Ini dikarenakan Al Qur’an adalah firman Allah, Sang Pencipta, dan Pengatur keseluruhan alam semesta.
Mengetahui tahapan bayi dalam rahim?
Dalam Al Qur’an dipaparkan bahwa manusia diciptakan melalui tiga tahapan dalam rahim ibunya.
“… Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?” (Al Qur’an, 39:6)
Sebagaimana yang akan dipahami, dalam ayat ini ditunjukkan bahwa seorang manusia diciptakan dalam tubuh ibunya dalam tiga tahapan yang berbeda. Sungguh, biologi modern telah mengungkap bahwa pembentukan embrio pada bayi terjadi dalam tiga tempat yang berbeda dalam rahim ibu. Sekarang, di semua buku pelajaran embriologi yang dipakai di berbagai fakultas kedokteran, hal ini dijadikan sebagai pengetahuan dasar. Misalnya, dalam buku Basic Human Embryology, sebuah buku referensi utama dalam bidang embriologi, fakta ini diuraikan sebagai berikut:
“Kehidupan dalam rahim memiliki tiga tahapan: pre-embrionik; dua setengah minggu pertama, embrionik; sampai akhir minggu ke delapan, dan janin; dari minggu ke delapan sampai kelahiran.” (Williams P., Basic Human Embryology, 3. edition, 1984, s. 64.)
Fase-fase ini mengacu pada tahap-tahap yang berbeda dari perkembangan seorang bayi. Ringkasnya, ciri-ciri tahap perkembangan bayi dalam rahim adalah sebagaimana berikut:
– Tahap Pre-embrionik
Pada tahap pertama, zigot tumbuh membesar melalui pembelahan sel, dan terbentuklah segumpalan sel yang kemudian membenamkan diri pada dinding rahim. Seiring pertumbuhan zigot yang semakin membesar, sel-sel penyusunnya pun mengatur diri mereka sendiri guna membentuk tiga lapisan.
– Tahap Embrionik
Tahap kedua ini berlangsung selama lima setengah minggu. Pada masa ini bayi disebut sebagai “embrio”. Pada tahap ini, organ dan sistem tubuh bayi mulai terbentuk dari lapisan- lapisan sel tersebut.
– Tahap fetus
Dimulai dari tahap ini dan seterusnya, bayi disebut sebagai “fetus”. Tahap ini dimulai sejak kehamilan bulan kedelapan dan berakhir hingga masa kelahiran. Ciri khusus tahapan ini adalah terlihatnya fetus menyerupai manusia, dengan wajah, kedua tangan dan kakinya. Meskipun pada awalnya memiliki panjang 3 cm, kesemua organnya telah nampak. Tahap ini berlangsung selama kurang lebih 30 minggu, dan perkembangan berlanjut hingga minggu kelahiran.
Informasi mengenai perkembangan yang terjadi dalam rahim ibu, baru didapatkan setelah serangkaian pengamatan dengan menggunakan peralatan modern. Namun sebagaimana sejumlah fakta ilmiah lainnya, informasi-informasi ini disampaikan dalam ayat-ayat Al Qur’an dengan cara yang ajaib. Fakta bahwa informasi yang sedemikian rinci dan akurat diberikan dalam Al Qur’an pada saat orang memiliki sedikit sekali informasi di bidang kedokteran, merupakan bukti nyata bahwa Al Qur’an bukanlah ucapan manusia tetapi Firman Allah.
Menariknya, kebanyakan ayat-ayat Al-Qur’an itu terbukti secara ilmiah melalui ilmu pengetahuan dan peralatan-peralatan penelitian modern.
Bagaimana mungkin, seorang yang buta aksara, berasal dari zaman di mana ilmu pengetahuan masihlah sangat sederhana, berhasil membeberkan kenyataan-kenyataan ilmiah yang kini hanya dapat ditemukan oleh laboratorium modern dan satelit yang canggih?
dan masih banyak lagi ilmu sains, ilmiah lainnya yg belum terungkap.. dan juga ditangkap oleh akal logika manusia
Menafsirkan al Quran dengan al Quran”
Al Hafizh Imaduddin Abul Fida Ismail bin Umar bin Katsir (Ibnu
Katsir) adalah seorang ulama yang kesohor di bidang tafsir. Beliau telah
berhasil melakukan kajian tafsir dengan sangat hati hati serta
dilengkapi dengan hadis hadis dan riwayat riwayat masyhur. Terbukti
dengan ketelitiannya dalam menafsirkan ayat ayat Al Quran yang mulia
telah menjadikan kitab tafsirnya tersebut menjadi rujukan sekaligus
bahan kajian bagi mayoritas kaum muslimin di seluruh dunia.
Saat kini adalah sarat yang penuh nafsu keserakahan, fitnah, terror dan cobaan. Cita cita manusia yang kerdil dan otak mereka yang bimbang disibukkan dan terpengaruh oleh berbagai peristiwa zaman. Pada saat itulah peran ulama sangat dibutuhkan, mereka harus mendekatkan ilmu ilmu agama kepada generasi muda dengan berbagai cara. Diantara cara yang terbaik adalah meringkas buku buku ulama ulama terdahulu agar sejalan dengan keterbatasan waktu orang orang zaman sekarang, agar ilmu ilmu yang pernah dipahami oleh generasi yang lalu yang (tentunya generasi Islam yang lebih baik) dapat terimplementasi secara amal yang nyata.
references by http://adf.ly/TNrny