Baca Artikel Lainnya
Pembuatan UU Tapera diklaim sebagai cara pemerintah untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal yang layak untuk masyarakat. Diketahui rumah merupakan salah satu kebutuhan primer masyarakat di samping pangan dan sandang.
Regulasi terkait Tapera bermula dari pembahasan jaminan sosial nasional yang dibahas pada tahun 2004. Namun saat itu yang dibahas baru sebatas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Hingga beberapa tahun kemudian lahirlah UU 1/2011 tentang Perumahan yang dimaksudkan untuk membantu pembiayaan pembelian rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Lalu pada tahun 2016, DPR mengesahkan UU Tapera yang ditindaklanjuti dengan ditekennya Peraturan Pemerintah 25/2020 tentang Penyelenggaraan Tapera oleh Jokowi. Lewat peraturan ini, Badan Perumahan Rakyat (BP Tapera) mengelola baik dana perumahan bagi ASN maupun pekerja sektor swasta.
Ekonom Ari Perdana yang pernah menjabat sebagai Asisten Koordinator Kelompok Kerja Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) mengungkap latar belakang yang cukup mengejutkan di balik UU Tapera.
Lewat cuitan di akun X-nya, @ari_ap, Ari menyebut bahwa urusan Tapera sudah hampir diloloskan sekitar tahun 2013-2014. Namun rencana itu ditahan mati-matian oleh Boediono yang kala itu menjabat sebagai Wakil Presiden.
“Beliau melihat ide ini memberatkan, sementara benefit buat yang iuran nggak jelas. Tapi ya cuma berhasil ditunda aja sampai akhir periode,” ungkapnya, seperti dikutip pada Selasa (28/5/2024).
“Keberatan Pak Boed waktu itu kira-kira seperti ini. Pekerja dipaksa ‘menabung’ buat ‘rumah’, tapi bukan buat rumah dia sendiri. Keputusan soal rumah yang dibangun bukan ada di penabung. Padahal dia sendiri perlu menabung buat rumah dia sendiri,” sambungnya.
Mantan Wakil Presiden Boediono berjalan meninggalkan gedung KPK seusai diperiksa di Jakarta, Kamis (15/11). (Suara.com/Fakhri Hermansyah)
Salah satu kekhawatiran Boediono yang merupakan praktisi ekonomi adalah perihal eksekusi Tapera. Menurutnya kebijakan yang disiapkan berorientasi pada penyediaan rumah yang akhirnya mengabaikan komponen lain seperti penyediaan akses dan sarana-prasarana pendukung.
Ari membocorkan juga beberapa poin keberatan Boediono. “Poin besarnya: urusan demand dan supply of affordable, accesible housing itu banyak dimensi. Jangan direduksi hanya ke persoalan pembiayaan makro,” cuitnya.
“Poin lain: kalo emang mau ada Tapera, buat skema supaya first-time house owner bisa cairkan tabungannya (atau bahkan minjem) untuk DP rumah. Skema ini ada di Singapura, Kanada, kalo gak salah UK. Not all works atau bagus, tapi idenya begitulah,” tandasnya.
siapa yang mengusulkan iuran Tapera pertama kali?
Penelusuran yang dilakukan Suara.com menemukan Tapera mulai diwacanakan di era Wakil Presiden Boediono sekitar 2013 lalu. Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Perumahan Rakyat, Sri Hartoyo, menyatakan usulan Tapera masih menunggu petunjuk dari Wapres Boediono yang juga merupakan pakar dalam bidang ekonomi. Namun, RUU Tapera batal disahkan hingga akhir masa jabatan Boediono.
Kendati demikian, Boediono saat itu menyebut Tapera harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah jika suku bunganya masih tinggi. Apalagi, sasaran program ini merupakan masyarakat berpenghasilan rendah.
Dengan disahkannya PP baru yang mengatur Tapera, siap – siap kelas bakal terkena pemotongan gaji untuk membayar iuran perumahan tersebut. Pemerintah berencana memotong gaji pekerja, baik Aparatur Sipil Negara (ASN), pekerja swasta, pekerja mandiri maupun pekerja lepas untuk Tapera.
Potongan sebesar 3 persen itu dibagi antara pemberi kerja yang menanggung 0,5 persen dan pekerja yang menanggung 2,5 persen. Namun, wacana penolakan Tapera pun kencang disuarakan kelas pekerja.
Berkaitan dengan opsi tersebut, menurut Komisioner Badan Pengelolaan Tapera (BP Tapera), Heru Pudyo Nugroho, hal itu mungkin terjadi dengan mekanisme tertentu yang diatur bersama dengan perusahaan atau pengusaha selaku pemberi kerja. Namun demikian, ia menegaskan, dana yang dikumpulkan dari peserta akan dikelola BP Tapera sebagai simpanan dan akan dikembalikan kepada peserta saat kepesertaan berakhir.
"Dana yang dikembalikan kepada peserta Tapera ketika masa kepesertaannya berakhir, berupa sejumlah simpanan pokok berikut dengan hasil pemupukannya,” jelas Heru Pudyo Nugroho pada Senin (27/5/2024) kemarin.
Sebagai informasi, Simpanan Tapera dibayarkan secara periodik oleh peserta dan/atau pemberi kerja. Peserta yang dimaksud meliputi setiap warga negara Indonesia dan warga negara asing pemegang visa yang bekerja di Indonesia minimal selama 6 bulan dan telah membayar simpanan.
Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat, peserta Tapera adalah pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan minimal sebesar upah minimum.
Sedangkan perusahaan atau pemberi kerja wajib menyetorkan simpanan setiap bulan, paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dari bulan simpanan yang bersangkutan ke rekening Dana Tapera. Jika tanggal 10 jatuh pada hari libur, pembayaran dilakukan pada hari kerja pertama setelah libur. Pembayaran dilakukan melalui bank kustodian, bank penampung, atau pihak lainnya.
Sejumlah partai politik turut bersuara tentang kebijakan pemotongan gaji pekerja swasta untuk Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera yang diteken Presiden Joko Widodo. Kebijakan mewajibkan pekerja membayar iuran Tapera sebanyak 3 persen dari total gaji per bulannya. Hal itu tertera dalam Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera.
Dilansir dari berbagai sumber, ini tanggapan sejumlah partai politik terkait Tapera:
1. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
Kader PDIP Edy Wuryanto menilai tidak ada kepastian timbal hasil dari dana yang dikumpulkan dari iuran Tapera. Edy mengacu pada Pasal 38 ayat 1b dan 1c, yang menyebut syarat pekerja yang akan mendapatkan manfaat adalah yang termasuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah dan belum memiliki rumah.
"Pekerja dan pengusaha wajib ikut Tapera, tapi pekerja tidak otomatis mendapat manfaat Tapera,” kata Anggota Komisi IX DPR ini melalui keterangan tertulis, Rabu, 29 Mei 2024.
Selanjutnya, pada Pasal 39 ayat 2c yang menyatakan pemberian manfaat berdasarkan tingkat kemendesakan kepemilikan rumah yang dinilai oleh BP Tapera. Ini artinya, kata dia, Badan Pengelola atau BP Tapera yang akan menentukan akses manfaat Tapera yang berupa KPR, pembangunan rumah, atau renovasi rumah.
"Ini berbeda dengan BPJS yang mengutamakan asas gotong royong dan dapat dirasakan manfaatnya bagi seluruh pesertanya."
2. Partai Buruh
Presiden Partai Buruh Said Iqbal menilai kebijakan pemerintah memotong gaji buruh atau pekerja swasta untuk tidak tepat dilakukan di kondisi sekarang ini. Menurut dia, kebijakan pengenaan iuran untuk Tapera ini justru berpotensi menambah beban buruh dan rakyat. Partai Buruh, kata Said Iqbal, menolak kebijakan soal iuran Tapera dijalankan saat ini. Kebijakan belum memiliki kepastian soal buruh dan peserta Tapera akan otomatis mendapatkan rumah setelah bergabung dengan program tersebut.
"Jika dipaksakan, hal ini (Tapera) bisa merugikan buruh dan peserta Tapera," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu, 29 Mei 2024.
3. Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Kader PKS Suryadi Jaya Purnama mengingatkan agar kebijakan pemerintah mewajibkan potongan gaji 3 persen untuk Tapera tidak memberatkan masyarakat. Terlebih, kata Anggota Komisi V DPR RI ini, bagi para pekerja swasta kelas menengah. "Kelas menengah tanggung, seperti generazi milenial dan generasi Z (gen Z) saat ini perlu lebih diperhatikan," kata Suryadi melalui keterangan tertulis, Selasa, 28 Mei 2024.
Menurut Suryadi, kesempatan mereka untuk memiliki rumah pribadi akan semakin sulit lantaran penghasilannya tidak pernah cukup untuk mencicil kredit perumahan rakyat (KPR). "Tidak mungkin harus menunggu lama, pensiun atau berusia 58 tahun baru bisa beli rumah," katanya.
4. Partai Demokrat
Kader Partai Demokrat Herman Khaeron memberikan tiga catatan yang mesti diperhatikan pemerintah terkait program Tapera. Pertama, pemerintah harus memastikan badan yang mengelola dana pemotongan gaji pekerja akuntabel. Tapera harus memberikan jaminan jangka panjang, karena bagaimana pun ini akan berkesinambungan.
"Bahkan di dalam aturan Tapera itu, tenornya kan 30 tahun. Sehingga ini sangat panjang,” ujar Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI ini di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu, 29 Mei 2024.
Catatan kedua, lanjut dia, pemerintah harus menjelaskan apakah uang potongan itu nantinya bisa kembali dicairkan atau harus berbentuk rumah. Pasalnya, para pekerja sangat mungkin berpindah ke sejumlah perusahaan. Ketiga, Herman meminta pemerintah juga memperjelas apakah sejak potongan gaji dipungut, masyarakat bisa mengetahui lokasi atau wilayah di mana bisa membeli rumah.
5. Partai Amanat Nasional atau PAN
Fraksi PAN mendesak pemerintah tidak memaksa karyawan swasta ikut iuran Tapera. Ketua Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay mengatakan pihaknya mendesak pemerintah melakukan dialog dengan pekerja. Jika mereka tetap menolak, maka pemerintah tidak perlu memaksanya.
"Niatnya kan untuk kebaikan para pekerja dan masyarakat kelas bawah. Karena itu, mereka harus didengar. Kalau ada yang perlu ditampung, pemerintah harus berlapang dada untuk mempertimbangkannya,” kata Saleh dalam keterangan resmi, Rabu.
6. Partai Gerindra
Kaderi Gerindra Andi Iwan Darmawan Aras, menanggapi kebijakan iuran tabungan perumahan rakyat alias Tapera yang menjadi polemik di masyarakat. Wakil Ketua Komisi V DPR RI, ini mengatakan komisinya baru mendengar adanya PP Nomor 21 Tahun 2024 yang mengatur Tapera. Dia berharap Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mendiskusikannya lebih dulu dengan Komisi V karena muncul polemik di masyarakat.
"Jadi, mungkin dalam waktu dekat, kami dari Komisi V akan meminta penjelasan kepada kementerian PUPR menyangkut masalah penetapan PP tersebut," kata Andi Iwan di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu
Dia melanjutkan, Komisi V DPR menjadwalkan pemanggilan pada pekan depan. Agenda rapat kerja dengan Basuki dan jajarannya itu akan dijadikan ajang untuk mempertanyakan sikap pemerintah mengenai pembentukan PP 21/2024 yang menjadi dasar aturan iuran Tapera. "Jadi kalau memungkinkan, apakah kemudian bisa kita bicarakan kembali dengan mempertimbangkan masukan-masukan dari masyarakat," tuturnya.
Sejarah Tapera
Awal Pembentukan (15 Februari 1993)
Dikutip dari Biro Sumber Daya Manusia dan Organisasi Kementerian Perhubungan (28/5/2024), sebelum namanya yang saat ini, Tapera dikenal dengan nama Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (BAPERTARUM-PNS)
BAPERTARUM-PNS sendiri adalah badan yang dibentuk berdasarkan Keppres no. 14 Tahun 1993 dan ditetapkan pada tanggal 15 Februari 1993.
Pada awalnya, tugas BAPERTARUM-PNS adalah mengemban tugas untuk membantu membiayai usaha-usaha peningkatan kesejahteraan PNS dalam bidang perumahan baik PNS Pusat maupun Daerah dengan melakukan pemotongan dari gaji masing-masing PNS dan mengelola tabungan perumahan PNS tersebut.
Masa Transisi (24 Maret 2016 - 28 Maret 2018)
Disebutkan dalam Pasal 28 (h) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa setiap warga Negara memiliki hak untuk dapat hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal, serta mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Namun, saat ini pemenuhannya masih jauh di bawah sektor pendidikan dan kesehatan yang telah mendapatkan anggaran masing-masing sebesar 20 % dan 5 % dari APBN.
Ditambah lagi dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia yang membutuhkan rumah, harga tanah dan rumah yang tersedia juga kini semakin meningkat.
Peningkatan yang terlalu tinggi dan tidak sebanding dengan penghasilan masyarakat Indonesia ini menjadikan daya beli rumah masyarakat Indonesia semakin menurun.
Oleh karena itu, pada tahun 2016 diterbitkanlah UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. BP Tapera sebagai institusi pengelola program Tapera hadir untuk menjadi solusi terhadap penyediaan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan dalam rangka pembiayaan perumahan yang layak dan terjangkau bagi masyarakat Indonesia, khususnya mereka yang berpenghasilan rendah.
Dalam perannya, BP Tapera berfungsi sebagai regulator. Dengan hadirnya BP Tapera, pemerintah berharap bahwa ini dapat menjadi faktor pendorong bergeliatnya pasar perumahan serta dapat melakukan upaya pengendalian harga rumah pada kelompok pasar MBR.
Berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2016 yang diundangkan pada tanggal 24 Maret 2016 terdapat ketentuan yang menjelaskan mengenai ketentuan peralihan BAPERTARUM-PNS, yaitu pada Bab IX mengenai Ketentuan Peralihan, Pasal 73. Selanjutnya, hal tersebut dijelaskan lebih lanjut pada Pasal 77 ayat 1 hingga 4 dengan hal -hal penting yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Semua aset untuk dan atas nama BAPERTARUM-PNS dilikuidasi.
2. Bagi PNS Aktif, Dana Tabungan dan hasil pemupukannya akan dialihkan menjadi saldo awal kepesertaan Tapera.
3. Bagi PNS Pensiun, Dana Tabungan dan hasil pemupukannya akan dikembalikan kepada PNS Pensiun atau Ahli Waris PNS Pensiun.
Selanjutnya, setelah melaksanakan kewajiban likuidasi tersebut, melalui pengumuman resmi di berbagai media, pada tanggal 24 Maret 2018 BAPERTARUM-PNS dibubarkan dan beralih menjadi Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera).
Tapera (24 Maret 2016 - Saat Ini)
Dalam program awalnya, Tapera difokuskan kepada PNS mantan peserta BAPERTARUM-PNS. Selanjutnya perluasan kepesertaan dilakukan secara bertahap untuk segmen Pekerja Penerima Upah di BUMN/BUMD/BUMDes, TNI/Polri, pekerja swasta, hingga pekerja mandiri dan pekerja sektor informal.
Baca artikel detikproperti, "Tapera: Sejarah Pembentukan dan Tujuannya" selengkapnya https://www.detik.com/properti/berita/d-7362668/tapera-sejarah-pembentukan-dan-tujuannya.
Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/
Iuran wajib Tapera tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Aturan terbaru itu diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 20 Mei 2024.
gelombang kritik kadung meluas. Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) bahkan menilai rencana iuran wajib Tapera justru hanya menjadi akal-akal pemerintah untuk kepentingan politik praktis, bagi bagi proyek dari uang TAPERA
"Kami mencurigai pemotongan gaji untuk Tapera tersebut hanyalah modus politik untuk kepentingan modal politik dan kekuasaan rezim oligarki," kata Ketua Umum KASBI, Sunarno, Senin (28/5).