MASUKAN KATA DI KOTAK BAWAH INI UNTUK MENCARI.. LALU KLIK TOMBOL "SEARCH"

June 25, 2016

Zakat Yang Harus Dikeluarkan Sebelum Idul Fitri

Baca Artikel Lainnya

Sebentar lagi tiba hari Idul Fitri, setelah berpuasa sebulan penuh. Mari lengkapi ibadah kita dengan membayar zakat fitrah dan zakat harta (mal). Ketentuan besarnya zakat telah ditentukan di dalam Quran dan Hadits, yaitu sebesar 2,5 persen. Berapa yang mesti dikeluarkan? Biasanya orang-orang mengeluarkan Zakat Sekaligus sebelum Idufl Fitri
Seharusnya zakat Mal dan Zakat lainnya dikeluarkan jika sudah mencapai Nisabnya 

 

Perbedaan Antara Zakat dan Pajak


1. Masa Berlaku Zakat Berbeda Dengan Masa Berlaku Pajak

Kewajiban syariat zakat bersifat tetap dan terus menerus sepanjang zaman hingga akhir dunia. Meski negara sudah kaya dan APBN negara berlebih, namun kewajiban zakat tetap berlaku.
Sedangkan kewajiban membayar pajak atas rakyat dalam pandangan syariat Islam, harus disesuaikan dengan kebutuhan sesaat dari negara, sehingga pada kondisi tertentu dapat dihapuskan. Inilah yang membedakan pajak dalam pandangan syariah dengan pajak yang diberlakukan oleh negara-negara penindas rakyat umumnya.
Sebagai contoh kasus, rakyat Arab Saudi dan negara-negara teluk umunya, mereka kaya dan berkecukupan tetap diwajibkan membayar zakat, meski negaranya sudah kaya raya. Namun ketika pendapat negara itu besar dari sektor minyak bumi, pemerintah negara itu membebaskan rakyatnya dari pungutan pajak. Saudi Arabia nyaris tidak pernah memungut pajak dari rakyatnya. Sebab negara sudah cukup kaya dan keuangannya sangat baik.

2. Wajib Zakat Bukan Wajib Pajak

Dalam syariat zakat, mereka yang terkena kewajibannya hanya terbatas pada rakyat yang beragama Islam saja. Orang-orang yang agamanya bukan Islam, meski kaya raya, mereka tidak diwajibkan untuk membayar zakat.
Maka bila sebuah perusahaan dimiliki secara patungan orang seorang muslim dan temannya yang non muslim, maka hanya yang muslim saja yang diwajibkan membayar zakat. Sedangkan temannya yang non muslim itu bebas dari kewajiban zakat. Sebab zakat adalah perintah agama, bukan kewajiban sebagai warga negara.
Sebaliknya, dalam masalah pajak, semua warga negara terkena kewajiban membayar pajak, tanpa dibedakan berdasarkan agama.

3. Penerima Zakat Bukan Penerima Pajak
Allah SWT telah menetapkan lewat ayat Al-Quran bahwa harta zakat itu hanya boleh dialokasikan untuk 8 golongan saja, sebagaimana disebutkan di dalam surat At-Taubah ayat 60. Ketentuan itu sudah harga mati tidak bisa ditawar-tawar lagi. Bahkan seorang Rasulullah SAW sendiri pun tidak punya hak untuk mengubahkan.
Sedangkan dana yang terkumpul dari pajak, merupakan hak preogratif pemerintah suatu negara, mau diapakan saja, terserah. Terkadang memang alokasi dana zakat dan pajak beririsan, namun tetap saja tidak sama. Misalnya, dana pajak dialokasikan buat fakir miskin, yang seperti ini memang sama. Tetapi dana zakat tidak untuk membangun jalanan, sarana air bersih, wc umum, penerangan, pembangkit listri dan sebagainya.

4. Kriteria Harta Zakat Bukan Kriteria Pajak
Dari segi kriteria harta yang wajib dikeluarkan, antara zakat dan pajak punya berbedaan yang amat jauh. Misalnya, sebidang tanah yang dimiliki oleh seseorang terkena pajak bumi dan bangungan. Sedangkan dalam masalah zakat, tanah yang tidak produktif sama sekali tidak ada kewajiban zakatnya.
Mobil mewah yang kita miliki pasti terkena pajak besar, bahkan sejak dari membelinya pun sudah dikenakan pajak berlipat.
Sedangkan dari kaca mata zakat, mobil mewah itu, berapa pun mahal dan mewahnya, selama tidak memberikan pemasukan kepada pemilknya, tentu tidak ada kewajiban untuk membayar zakat. Membelinya tidak terkena zakat, memilikinya juga tidak terkena zakat, dan menjualnya pun tidak ada zakatnya juga.
Sebaliknya, kalau dilihat dari kata mata pajak, membeli mobil kena pajak, menjualnya pun kena pajak lagi, bahkan sekedar memilikinya pun kena pajak juga. Padahal boleh jadi mobilnya teronggok rusak tidak bisa dikendarai. Buat petugas pajak, yang penting setoran masuk.

5. Imbalan Zakat dan Pajak Berbeda
Membayar zakat itu kewajiban yang diperintahkan langsung oleh Allah kepada hanya orang-orang yang beriman. Meski diserahkannya kepada amil zakat, namun para pembayar zakat ini tidak pernah diiming-imingi balasan yang bersifat materi di dunia ini. Iming-imingnya hanya sekedar pahala dari Allah saja di akhirat serta janji keberkahan harta di dunia ini.
Sedangkan pajak yang disetorkan kepada pemerintah, tentu wajib dipertanggung-jawabkan pengunaannya. Rakyat yang membayar pajak akan meminta jaminan bahwa uang pajak mereka harus jelas alokasinya, setidaknya harus tersedianya barang dan jasa untuk publik, baik sarana jalan, jembatan, saluran air, dan berbagai pelayanan sosial lainnya.

6. Sanksi Zakat Bukan Sanksi Pajak
Orang yang tidak bayar zakat, selain sanksi di dunia juga ada sanksi di akhirat. Sanksi dari Allah buat yang tidak bayar zakat di dunia dari yang paling ringan adalah berdosa besar, hingga vonis kafir, halal darahnya dan juga halal hartanya.
Sedangkan orang yang tidak bayar pajak, kalau pun ada sanksinya, maka sanksi itu bukan dari Allah, sanksi hanya dari negara atau penguasa. Belum tentu orang yang tidak bayar pajak itu berdosa, sebab pemerintah yang zalim dan mengambil pajak dari rakyat sambil menilep dan menggelapkan kekayaan negeri itu, tidak lain hanyalah perampok rakyat yang berkedok penguasa.
Di masa lalu, para raja terbiasa memeras rakyat dengan memungut pajak yang mencekik leher dan membunuh atau menindas rakyat. Rakyat diharuskan menyerahkan upeti kepada raja, kalau tidak maka raja punya wewenang untuk merampasnya begitu saja dari rakyat, lewat para algojo dan tentara kerajaan.
Di masa pemerintahan umat Islam, para khalifah nyaris tidak pernah memungut upeti dan pajak dari rakyat, karena keadaan keuangan negara sangat baik, hasil pertanian dan berbagai bentuk pemasukan negara berhasil membuat negara mampu menyelenggarakan pemerintahan tanpa harus mengemis atau memaksa rakyat membayar pajak.
Sehingga dalam literatur sejarah Islam, kita tidak menemukan ada ketentuan yang mewajibkan rakyat membayar pajak oleh negara.

7. Hukum Zakat Bukan Hukum Pajak
Zakat adalah perintah agama yang hukumnya fardhu ‘ain bagi orang-orang yang telah terkena syarat kewajiban. Bahkan mengingkari kewajiban zakat, bisa beresiko sampai kehilangan status keislaman.
Sedangkan membayar pajak, hukumnya relatif. Kadang memang menjadi kewajiban, namun kadang tidak wajib.
Misalnya negara kolonialis datang menjajah dan berkuasa dengan cara merampas kedaulatan serta mendirikan pemerintahan. Rakyat ditindas dengan dikenakan pajak yang mencekik. Dalam konteks itu, maka membayar pajak bukan kewajiban agama, sebab pada hakikatnya pajak tidak lain adalah perampasan dan perampokan, atas nama negara.
Kolonialisme kadang bukan hanya dilakukan oleh penjajah asing saja, tetapi sering juga bangsa sendiri menjadi penjajah buat rakyat. Alih-alih mensejahterakan rakyat, pemerintah malah membebani rakyat dengan segudang pajak yang mencekik.

Akibatnya rakyat menjadi sangat miskin dan tambah sengsara. Kalau pun rakyat membayar pajak, semata-mata karena mereka takut dikriminalisasi dan masuk penjara. Dalam konteks seperti itu, membayar pajak bukan kewajiban, sehingga bila rakyat kecil bisa mengelak dari membayar pajak, tentu tidak bisa disalahkan.
Satu ciri yang amat khas antara pajak dan zakat adalah kesan yang amat kuat bahwa pajak itu didesain sedemikian juga agar bisa disedot sebesar-besarnya dari rakyat. Mulai dari undang-undang pajak, hingga para para petugasnya, semua sangat gigih dan mati-matian bekerja sangat serius untuk menguras kantong rakyat. Maka bisa kita saksikan, pajak itu ada di setiap lini kehidupan.



Adakah Zakat Profesi Perbulan/ Pertahun Dalam Islam?

Zakat yang diwajibkan untuk dipungut dari orang-orang kaya telah dijelaskan dengan gamblang dalam banyak dalil. Dan zakat adalah permasalahan yang tercakup dalam kategori permasalahan ibadah, dengan demikian tidak ada peluang untuk berijtihad atau merekayasa permasalahan baru yang tidak diajarkan dalam dalil. Para ulama’ Dari berbagai mazhab telah menyatakan:
الأَصْلُ فِي العِبَادَاتِ التَّوقِيفُ
“Hukum asal dalam permasalahan ibadah adalah tauqifi alias terlarang.”  
Berdasarkan kaedah ini, para ulama’ menjelaskan bahwa barangsiapa yang membolehkan atau mengamalkan suatu amal ibadah, maka sebelumnya ia berkewajiban untuk mencari dalil yang membolehkan atau mensyari’atkannya. Bila tidak, maka amalan itu terlarang atau tercakup dalam amalan bid’ah:
مَنْ عَمِلَ عَمَل لَيْسَ عَلَيهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ رواه مسلم
“Barang siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami, maka amalan itu tertolak.” (Riwayat Muslim)
Coba anda renungkan: Zakat adalah salah satu rukun Islam, sebagaimana syahadatain, shalat, puasa, dan haji. Mungkinkah anda dapat menolerir bila ada seseorang yang berijtihad pada masalah-masalah tersebut dengan mewajibkan sholat selain sholat lima waktu, atau mengubah-ubah ketentuannya; subuh menjadi 4 rakaat, maghrib 5 rakaat, atau waktunya digabungkan jadi satu. Ucapan syahadat ditambahi dengan ucapan lainnya yang selaras dengan perkembangan pola hidup umat manusia, begitu juga haji, diadakan di masing-masing negara guna efisiensi dana umat dan pemerataan pendapatan dan kesejahteraan umat. Dan puasa ramadhan dibagi pada setiap bulan sehingga lebih ringan dan tidak memberatkan para pekerja pabrik dan pekerja berat lainnya.
Mungkinkah anda dapat menerima ijtihad ngawur semacam ini? Bila anda tidak menerimanya, maka semestinya anda juga tidak menerima ijtihad zakat profesi, karena sama-sama ijtihad dalam amal ibadah dan rukun Islam.
Terlebih-lebih telah terbukti dalam sejarah bahwa para sahabat nabi dan juga generasi setelah mereka tidak pernah mengenal apa yang disebut-sebut dengan zakat profesi, padahal apa yang disebut dengan gaji telah dikenal sejak lama, hanya beda penyebutannya saja. Dahulu disebut dengan al ‘atha’ dan sekarang disebut dengan gaji atau raatib atau mukafaah. Tentu perbedaan nama ini tidak sepantasnya mengubah hukum.
Ditambah lagi, bila kita mengkaji pendapat ini dengan seksama, maka kita akan dapatkan banyak kejanggalan dan penyelewengan. Berikut sekilas bukti akan kejanggalan dan penyelewengan tersebut:
1. Orang-orang yang mewajibkan zakat profesi meng-qiyaskan (menyamakan) zakat profesi dengan zakat hasil pertanian, tanpa memperdulikan perbedaan antara keduanya. Zakat hasil pertanian adalah 1/10 (seper sepuluh) dari hasil panen bila pengairannya tanpa memerlukan biaya, dan 1/20 (seper dua puluh), bila pengairannya membutuhkan biaya. Adapun zakat profesi, maka zakatnya adalah 2,5 %, sehingga qiyas semacam ini adalah qiyas yang benar-benar aneh dan menyeleweng. Seharusnya qiyas yang benar ialah dengan mewajibkan zakat profesi sebesar 1/10 (seper sepuluh) bagi profesi yang tidak membutuhkan modal, dan 1/20 (seper dua puluh), tentu ini sangat memberatkan, dan orang-orang yang mengatakan ada zakat profesi tidak akan berani memfatwakan zakat profesi sebesar ini.
2. Gaji diwujudkan dalam bentuk uang, maka gaji lebih tepat bila diqiyaskan dengan zakat emas dan perak, karena sama-sama sebagai alat jual beli, dan standar nilai barang.
3. Orang-orang yang memfatwakan zakat profesi telah nyata-nyata melanggar ijma’/kesepakatan ulama’ selama 14 abad, yaitu dengan memfatwakan wajibnya zakat pada gedung, tanah dan yang serupa.
4. Gaji bukanlah hal baru dalam kehidupan manusia secara umum dan umat Islam secara khusus, keduanya telah ada sejak zaman dahulu kala. Berikut beberapa buktinya:
Sahabat Umar bin Al Khatthab radhiallahu ‘anhu pernah menjalankan suatu tugas dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu iapun di beri upah oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.  Pada awalnya, sahabat Umar radhiallahu ‘anhu menolak upah tersebut, akan tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya: “Bila engkau diberi sesuatu tanpa engkau minta, maka makan (ambil) dan sedekahkanlah.” (Riwayat Muslim)
Seusai sahabat Abu Bakar radhiallahu ‘anhu dibai’at untuk menjabat khilafah, beliau berangkat ke pasar untuk berdagang sebagaimana kebiasaan beliau sebelumnya. Di tengah jalan, beliau berjumpa dengan Umar bin Al Khatthab radhiallahu ‘anhu, maka Umarpun bertanya kepadanya: “Hendak kemanakah engkau?” Abu Bakar menjawab: “Ke pasar.” Umar kembali bertanya: “Walaupun engkau telah mengemban tugas yang menyibukkanmu?” Abu Bakar menjawab: “Subhanallah, tugas ini akan menyibukkan diriku dari menafkahi keluargaku?” Umarpun menjawab: “Kita akan meberimu secukupmu.” (Riwayat Ibnu Sa’ad dan Al Baihaqy)
Imam Al Bukhary juga meriwayatkan pengakuan sahabat Abu Bakar radhiallahu ‘anhu tentang hal ini:
لقد عَلِمَ قَوْمِي أَنَّ حِرْفَتِي لم تَكُنْ تَعْجِزُ عن مؤونة أَهْلِي وَشُغِلْتُ بِأَمْرِ الْمُسْلِمِينَ فَسَيَأْكُلُ آلُ أبي بَكْرٍ من هذا الْمَالِ وَيَحْتَرِفُ لِلْمُسْلِمِينَ فيه.
“Sungguh kaumku telah mengetahui bahwa pekerjaanku dapat mencukupi kebutuhan keluargaku, sedangkan sekarang, aku disibukkan oleh urusan umat Islam, maka sekarang keluarga Abu Bakar akan makan sebagian dari harta ini (harta baitul maal), sedangkan ia akan bertugas mengatur urusan mereka.” (Riwayat Bukhary)
Ini semua membuktikan bahwa gaji dalam kehidupan umat islam bukanlah suatu hal yang baru, akan tetapi, selama 14 abad lamanya tidak pernah ada satupun ulama’ yang memfatwakan adanya zakat profesi atau gaji. Ini membuktikan bahwa zakat profesi tidak ada, yang ada hanyalah zakat mal, yang harus memenuhi dua syarat, yaitu hartanya mencapai nishab dan telah berlalu satu haul (tahun).
Oleh karena itu ulama’ ahlul ijtihaad yang ada pada zaman kita mengingkari pendapat ini, diantara mereka adalah Syeikh Bin Baz, beliau berkata: “Zakat gaji yang berupa uang, perlu diperinci:  Bila gaji telah ia terima, lalu berlalu satu tahun dan telah mencapai satu nishab, maka wajib dizakati. Adapun bila gajinya kurang dari satu nishab, atau belum berlalu satu tahun, bahkan ia belanjakan sebelumnya, maka tidak wajib di zakati.” (Maqalaat Al Mutanawwi’ah oleh Syeikh Abdul Aziz bin Baaz 14/134. Pendapat serupa juga ditegaskan oleh Syeikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin, Majmu’ Fatawa wa Ar Rasaa’il 18/178.)
Fatwa serupa juga telah diedarkan oleh Anggota Tetap Komite Fatwa Kerajaan Saudi Arabia, berikut fatwanya:
“Sebagaimana yang telah diketahui bersama bahwa di antara harta yang wajib dizakati adalah emas dan perak (mata uang). Dan di antara syarat wajibnya zakat pada emas dan perak (uang) adalah  berlalunya satu tahun sejak kepemilikan uang tersebut. Mengingat hal itu, maka zakat diwajibkan pada gaji pegawai yang berhasil ditabungkan dan telah mencapai satu nishab, baik gaji itu sendiri telah mencapai satu nishab atau dengan digabungkan dengan  uangnya yang lain dan telah berlalu satu tahun. Tidak dibenarkan untuk menyamakan gaji dengan hasil bumi; karena persyaratan haul (berlalu satu tahun sejak kepemilikan uang) telah ditetapkan dalam dalil, maka tidak boleh ada qiyas. Berdasarkan itu semua, maka zakat tidak wajib pada tabungan gaji pegawai hingga berlalu satu  tahun (haul).” (Majmu’ Fatwa Anggota Tetap Komite Fatwa Kerajaan Saudi Arabia  9/281, fatwa no: 1360)  
Sebagai penutup tulisan singkat ini, saya mengajak pembaca untuk senantiasa merenungkan janji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ. رواه مسلم
“Tidaklah sedekah itu akan mengurangi harta kekayaan.” (Muslim)
Berdasarkan penjelasan di atas, maka saya mengusulkan agar anda mengusulkan kepada perusahaan anda atau atasan anda agar menghapuskan pemotongan gaji yang selama ini telah berlangsung dengan alasan zakat profesi. Karena bisa saja dari sekian banyak yang dipotong gajinya belum memenuhi kriteria wajib zakat. Karena harta yang berhasil ia kumpulkan/tabungkan belum mencapai nishab. Atau kalaupun telah mencapai nishab mungkin belum berlalu satu tahun/haul, karena telah habis dibelanjakan pada kebutuhan yang halal. Dan kalaupun telah mencapai satu nishab dan telah berlalu satu haul/tahun, maka mungkin kewajiban zakat yang harus ia bayarkan tidak sebesar yang dipotong selama ini. Wallahu ta’ala a’alam bis showaab.
[2]
Berdasarkan jawaban pertama, maka tidak perlu anda mencari buku-buku atau tulisan-tulisan yang membahasa masalah zakat profesi. Cukuplah anda dan juga umat Islam lainnya mengamalkan zakat-zakat yang telah nyata-nyata disepakati oleh seluruh ulama’ umat islam sepanjang sejarah. Dan itu telah dibahas tuntas oleh para ulama’ kita dalam setiap kitab-kitab fiqih. Wallahu a’alam bisshawab.
Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.
Read more http://pengusahamuslim.com/1254-tanya-jawab-adakah-zakat-profesi-dalam-islam.html

Tidak ditemukan riwayat nabi atau sahabat bahwa seseorang dikenakan Zakat profesi/jasa perbulan, saya sendiri tidak berani menulis mengada-adakan yg tidak diperintahkan Nabi. Adalah Dzolim jika memungut zakat pada seseorang yg tidak dekenakan kewajiban padanya, yang ada adalah Zakat Mal seseorang yang wajib dibayar jika sudah mencapai Nisab dari kesluruhan harta yang dimilikinya


ZAKAT FITRAH (Zakat Fitr) (WAJIB DIKELUARKAN SETIAP MUSLIM YANG MAMPU)

Zakat fitrah adalah zakat yang dibayarkan pada rentang waktu Ramadan hingga menjelang shalat Idul Fitri (lebih baik dibayar sebelum malam takbiran agar memudahkan para penyalur zakat dalam mengelolanya). Hukumnya wajib. Termasuk bagi bayi yang lahir sehari sebelum 1 Syawal.
Nilainya setara dengan 2,5 kg beras yang kita makan sehari-hari. Jangan sampai lupa membayar zakat ini di lingkungan tempat kita tinggal.


Zakat fitri ini merupakan ibadah yang agung di sisi Allah Ta’ala. Hal itu karena zakat fithri itu adalah perkara yang diwajibkan atas setiap muslim dan muslimah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَرَضَ اللهُ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Allah mewajibkan zakat fitri atas setiap muslim.”
Hadits ini menjelaskan bahwa Allah mewajibkan zakat fitri kepada setiap muslim, baik itu yang masih kecil maupun yang sudah dewasa, baik laki-laki maupun wanita, baik hamba sahaya maupun yang merdeka. Kewajiban zakat fitri ini umum, tidak melihat kepada umur, jenis kelamin, atau merdeka atau tidak.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOUMKv9VJ1Q5D00_97pDpDGr2yTL0-U2jQRSMbf0albelnjjSfb0Rjbw-87hzUZBGGg9OFS6LzzndLrtvo6lmnrDi8AOzsY07Ch3PlhzAymlR6Ws19qZWjlr0S_gHES_heUs_HBrYVhJQ/s1600/Zakat-Fitrah-Penyempurna-Puasa-Ramadhan.png


ZAKAT INVESTASI
Zakat harta lain yang harus dikeluarkan adalah zakat dari investasi kita yang berkembang atau menghasilkan. Misalnya emas, reksa dana, saham, sukuk, atau properti yang disewakan. Intinya apabila harta tersebut memiliki nilai tambah di masa depan dan memberi penghasilan.

Sebagai contoh, katakanlah Mas Prima memiliki 50 gram emas, reksa dana senilai Rp 20 juta, sebidang tanah, rumah yang ditempati dan rumah lain yang dikontrakkan, yang sudah lebih dari masa haul (satu tahun kepemilikan).

Untuk perhitungan nisabnya, pada emas dan reksa dana dianalogikan dengan ukuran emas, yaitu 85 gram. Besaran zakatnya 2,5 persen.

Dengan asumsi harga emas Rp 500 ribu per gram, berarti total nisabnya Rp 42.500.000. Sedangkan nilai investasi emas milik Mas Prima senilai Rp 25 juta dan reksa dana Rp 20 juta. Berarti lebih dari nisab. Dengan begitu, yang harus dikeluarkan sebesar Rp 1,062,500 pada tahun tersebut.
Bagaimana dengan tanah dan rumah yang dimiliki?

Untuk rumah yang ditempati dan tanah yang dimiliki tidak ada kewajiban zakat. Bagi rumah yang dikontrakkan atau mobil yang disewakan, zakat yang harus dikeluarkan 2,5 persen  dari nilai sewa tersebut atau dari hasil penjualan.


Barang berharga yang wajib dizakati ada dua, yaitu emas dan perak. Syarat wajib zakatnya ada lima perkara:

1. Islam
2. Merdeka
3. Barang yang wajib dizakati dimiliki secara sempurna
4. Mencapai nishab
5. Mencapai haul


Zakat diwajibkan untuk lima jenis harta:

1. Binatang ternak / hewan ternak
2. Barang berharga
3. Hasil pertanian
4. Buah-buahan
5. Barang-barang dagangan


http://islamisfun.files.wordpress.com/2010/11/zakat.jpg

Jika kalian bingung menghitungnya..
Silahkan kalian berkonsultasi dengan lembaga Zakat terpercaya dan bisa dipegang Amanahnya yg dekat dengan lokasi rumah/tempat tinggal Anda.



SEORANG MUSLIM DIAJARKAN AGAR MENDATANGI LANGSUNG RUMAH ORANG YANG MEMBUTUHKAN JIKA MEMBERI ZKATA ATAU SEDEKAH UNTUK MENJAGA HARGA DIRI DAN KELUARGANYANYA, 

BUKAN DENGAN CARA MEMNGUMPULKAN OARANG-ORANG MISKIN DISUATU LOKASI YANG BIASANYA AKAN MENIMBULKAN SALING BERDESAK-DESAKAN, SALING MELUKAI, RICUH ATAU BAHKAN MEMAKAN BANYAK KORBAN JIWA



Gimana kalau gak mau bayar ?

Ibaratnya gini..

Kalau di dunia kita dipinjemin uang dan gak bayar/telat..
pasti nanti bakal berhadapan sama Debt collector yg berbadan gede dan serem.. bahkan ada beberapa kasus yang dipukulin sampai meninggal,,

Nah..
kita udah di dunia udah dititipin & dipinjemin uang/harta sama Allah Azaa Wa Jalla tapi gak mau bayar
..
Silahkan kamu kira-kira aja kamu bakal hidup didunia ini berapa tahun dan berapa tahun kamu gak mau mengeluarkan zakat untuk membantu fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan lainnya..?
Ingat 1 hari wajtu dunia = 1000 tahun waktu akhirat,,,

nanti kalo jantung udah gak berdetak bakal berhadapan sama para malaikat,
trus nanti diapain? Saldo hutang akhiratmu akan bertambah !! dan akan ada konsekuensi hukuman kekal yg akan diterima..

silahkan dibayangin aja sendiri menurut logika manusia..

ingatlah..
Harta yang kita miliki di dunia ini pada hakikatnya adalah titipan dan "pinjaman" yang diberikan Allah Azza Wa Jalla..
Menjelang Lebaran...
Baju baru Udah..
Celana baru udah..
Sepatu baru udah..
ZAKAT ?

PANTASKAH KITA BERSENANG-SENANG BERBELANJA MENGHAMBURKAN UANG DI MAL DAN PASAR

SERTA SALING BERBANGGA DIRI DENGAN HARTA, JABATAN, KEDUDUKAN, DAN LAINNYA DI SAAT HARI IDUL FITRI..

APAKAH NABI MUHAMMAD SAW MENGAJARKAN YANG DEMIKIAN?
SEMENTARA SAUDARA KITA DIBAWAH SANA MASIH BINGUNG HARI INI DAPAT UANG DARI MANA, DAN BEKERJA KERAS HANYA DEMI SESUAP NASI YANG MASUK KE PERUT MEREKA..

SENANGKANLAH MEREKA SEHARI SAJA DI HARI IDUL FITRI..

 
إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلاَ صُوَرِكُـمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk rupa dan harta-harta kalian,
akan tetapi Allah melihat kepada hati-hati kalian dan amal-amal kalian.”
[HR Muslim no. 2564]


DOWNLOAD KAJIAN KITAB ZADUL MUSTAQNI (KITAB ZAKAT) – SYARAT-SYARAT HARTA YANG TERKENA ZAKAT MP3






أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ. حَتَّىٰ زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ. كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ. ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ. كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ. لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ. ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ. ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ.

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ´ainul yaqin. kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (QS. At-Takatsur: 1-8).


اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak. Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid: 20).



Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَدْخُلُ فُقَرَاءُ الْمُؤْمِنِينَ الْجَنَّةَ قَبْلَ الأَغْنِيَاءِ بِنِصْفِ يَوْمٍ خَمْسِمِائَةِ عَامٍ
Orang beriman yang miskin akan masuk surga sebelum orang-orang kaya yaitu lebih dulu setengah hari yang sama dengan 500 tahun.”
(HR. Ibnu Majah no. 4122 dan Tirmidzi no. 2353. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)


SALURKAN KEPADA LEMBAGA-LEBAGA ZAKAT YANG AMANAH & PENYALURANNYA SESUAI DENGAN ATURAN ALLAH SWT..

MASALAH KELAK LEMBAGA TERSEBUT MEYIMPANGKAN DANA
URUSAN KEWAJIBAN KITA TELAH BERES DENGAN ALLAH SWT

LEMBAGA/ORANG YANG MENYIMPANGKAN DANA TERSEBUT AKAN PERTANGGUNG JAWAWBKAN DOSA BESAR DIHADAPAN ALLAH SWT KELAK DI PADANG MAHSYAR 


Mohon maaf atas segala kekurangannya,
Semoga informasi ini bermanfaat..
Wallahu a’lam bi al shawab.

references by berbagai sumber

 
Like us on Facebook