MASUKAN KATA DI KOTAK BAWAH INI UNTUK MENCARI.. LALU KLIK TOMBOL "SEARCH"

December 29, 2025

Kenapa Paket Data Internet Jadi Mahal?

Baca Artikel Lainnya

Selain mahal kini masa aktif   jadi 28 Hari selain itu jumlah kuota internet juga dikurangi. Apa penyebabnya? Sebelum tahun 2025 harga paket kuota internet murah da terjangkau . Namun kini internet akan bergeser hanya untuk kalangan menengah ke atas. 

 


Dari segi bisnis jualan online fitur Live Shoping akan alami penurunan jumlah penontontnya tak seramai saat internet masih terjangkau.

Bagi kamu yang keuangan pas-pasan ada baiknya kurangi/mengakses konten berupa video, mendownload file besar karena akan membuat paket kuota internetmu cepat habis

 

 

Mahalnya tarif internet ini pasti bikin kamu kesal, apalagi kalau tarif yang mahal tidak sebanding dengan layanan kamu dapatkan. Lalu, apa sebenarnya yang membuat internet di Indonesia mahal? Berikut ini penyebabnya. 

 

1.Biaya membangun infrastruktur yang tinggi.

Sudah bukan rahasia lagi kalau Indonesia adalah negara kepulauan yang besar, yang dilewati oleh jalur pegunungan,yang akibatnya membuat kontur tanah tidak sama alias naik-turun.

Luasnya wilayah dan kontur tanah yang "tidak rata" ini membuat provider harus menambah beberapa menara untuk infrastruktur jaringan supaya memiliki coverage yang lebih luas.

Nggak selesai di sana, provider juga harus mengeluarkan biaya untuk ongkos tenaga kerja dan pengeluaran untuk maintenance yang dibutuhkan dalam pembangunan infrastruktur yang memadai. Perlu diketahui, provider di Indonesia membutuhkan biaya hingga ratusan bahkan miliaran rupiah dalam sekali ekspansi layanan internet ke pelosok negeri.

 

 

2. Adanya biaya operasional rutin yang harus dikeluarkan.


Sama halnya dengan bisnis lainnya, penyedia jasa internet juga harus mengeluarkan biaya operasional rutin yang wajib hukumnya, untuk menjaga layanan internet tetap berjalan dengan baik dan memuaskan penggunanya.

Biaya tersebut mulai dari gaji para karyawannya, perbaikan dan perawatan (maintenance) infrastruktur, dan biaya lain yang diperlukan untuk memastikan layanan berjalan dengan stabil dan cepat. Semakin besar perusahaan jasa internet, maka semakin besar pula biaya operasional yang harus dikeluarkan.

Belum lagi ditambah resiko bencana alam yang tinggi di Indonesia, provider harus memperhitungkan resiko apabila terjadi bencana alam, dan "harus" memperbaiki infrastruktur apabila terjadi kerusakan akibat bencana alam.

 

3.Biaya sambungan internasional yang mahal. 

 

Rata-rata situs besar yang diakses saat ini berasal dari luar negeri, sebut saja Facebook, Youtube, Tiktok, Google, Twittter dan masih banyak yang lainnya. Hal ini membuat jaringan internet di Indonesia harus tersambung dengan server luar negeri.

Biaya sambungan internasional ini tidaklah murah, mereka bahkan kabarnya harus membayar ratusan juta hingga milyaran rupiah agar penggunanya bisa mengakses situs yang servernya berada di luar negeri.

 

4. Biaya penggunaan frekuensi yang sangat mahal.

Setiap operator yang menggunakan spektrum frekuensi radio wajib membayar biaya penggunaan yang metodenya harus dibayar di muka setiap tahunnya dan disetor ke kas negara sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Biaya ini tentu saja tidak murah, dan bahkan bisa dibilang cukup mahal untuk layanan internet GSM 3G atau CDMA EVDO, apalagi kini sudah banyak yang beralih ke jaringan 4G dan ke depannya akan menyambut 5G.

Contohnya, Telkomsel setiap tahunnya harus mengeluarkan biaya ratusan milyar kepada pemerintah untuk membayar biaya hak penggunaan frekuensi radio kepada pemerintah!

 

5. Menurunnya jumlah pengguna Telepon dan SMS.

Di zaman seperti saat ini, orang-orang dan bahkan kamu sendiri sudah sangat jarang menggunakan telepon dan SMS untuk berkomunikasi, dan beralih menggunakan aplikasi chatting seperti WhatsApp, Line, BBM, dan masih banyak yang lainnya.

Mudahnya untuk mengirim pesan, telepon bahkan video call dengan aplikasi membuat pengguna HP lebih suka menggunakan aplikasi untuk berkomunikasi.

Hanya dengan bermodalkan kuota data, kini kamu nggak perlu repot dan bingung untuk sekedar mengirimkan pesan, telepon hingga bertatap muka melalui video call. Hal ini membuat pendapatan provider dari SMS dan telepon menurun, dan mereka terpaksa untuk menaikkan harga paket data untuk mendapatkan keuntungan.

 

6.Biaya penelitian dan pengembangan yang mahal.

 

Untuk mengembangkan dan mengimplementasi teknologi dari luar untuk masuk ke Indonesia, para provider tidak sembarangan dan mereka juga memerlukan penelitian dan uji coba sehingga hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.

Tentu saja biaya yang dikeluarkan tidaklah sedikit, bahkan memerlukan uang hingga ratusan dan bahkan milyaran rupiah untuk sekedar mengimplementasi teknologi jaringan dari luar sehingga bisa dijalankan di Indonesia.

Resikonya juga banyak, bisa saja hal yang diteliti dan menghabiskan banyak dana, gagal dan tidak cocok untuk digunakan di Indonesia yang membuat kerugian.

 

Sebanyak 80,66% penduduk Indonesia atau setara dengan 229,4 jiwa sudah terhubung dengan internet di 2025. Setidaknya begitu menurut laporan 'Profil Internet Indonesia 2025' yang dirilis Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII).

Angka tersebut menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 2% dibandingkan tahun lalu. Ketua Umum APJII Muhammad Arif mengatakan PR selanjutnya adalah mengalirkan koneksi internet bagi 20% populasi yang belum terjamah.

"Salah satu kendala kita adalah infrastruktur telekomunikasi dan menumpuk dan belum merata. Padahal, jumlah Internet Service Provider (ISP) Indonesia saat ini [sekitar] 1.320," kata Arif dalam pemaparannya, Rabu (6/8/2025).

Menurut Arif, dibutuhkan regulasi yang benar-benar dapat mendorong penetrasi internet, bukan cuma soal pemerataan tetapi juga kualitasnya.

 

 Dalam laporan Profil Internet Indonesia 2025, ada pula hal lain yang menjadi alasan masyarakat Indonesia tidak terkoneksi internet. Tak lain soal harga kuota internet yang dinilai masih relatif mahal.

Gen Z mencatat persentase tertinggi dalam menganggap harga kuota internet sebagai alasan utama tidak terhubung ke internet. Sebanyak 38,75% Gen Z menyebut bahwa membeli kuota terlalu mahal menjadi kendala terbesar mereka untuk bisa mengakses internet.

Selain Gen Z, generasi lainnya juga memiliki alasan dominan masing-masing terkait ketidakterhubungan ke internet. Seperti Gen X, yang paling banyak menyebut alasan tidak melihat manfaat menggunakan internet, dengan persentase mencapai 35,56%.

Sementara generasi tertua seperti Baby Boomer dan Pre-Boomer yang disurvei, paling banyak menyatakan keterbatasan fisik menjadi alasan tidak terkoneksi internet, masing-masing sebesar 57,63% dan 15,25%.

Sementara itu, Milenial dan Gen Z sama-sama mempermasalahkan biaya kuota, namun persentase Gen Z jauh lebih tinggi. Hanya 15% milenial yang menganggap membeli kuota terlalu mahal untuk mereka sebagai alasan tidak terkoneksi internet berdasarkan generasi.

Milenial mengatakan bahwa di wilayah tidak ada sambungan internet menjadi alasan terbesar mereka tidak terkoneksi internet. Besarannya mencapai 28,77%. Terbesar kedua (18%) mengatakan tidak memiliki komputer atau gadget yang dapat terhubung ke internet.

 

 

sederet operator seluler lain juga mulai menerapkan kebijakan masa aktif 28 hari di beberapa paket datanya, sebut saja Indosat dan Tri. Setiap operator ini masih memiliki paket dengan masa aktif 30 hari, namun beberapa kini diubah ke 28 hari. Operator lain seperti XL tercatat masih menggunakan masa aktif 30 hari.

Setiap operator memiliki masa aktif paket yang berbeda, tergantung pada jenis paket yang dipilih. Ada yang menawarkan masa aktif harian untuk kuota darurat, ada pula yang memiliki paket dengan masa aktif mingguan dan bulanan. Semakin lama masa aktifnya, maka semakin mahal pula harganya.

Masa tenggang juga memengaruhi harga dari suatu paket. Masa tenggang ini adalah periode ketika masa aktif sudah berakhir dan pengguna harus segera mengisi pulsa atau membeli paket lainnya agar kartu tidak hangus. Masa tenggang operator juga berbeda-beda sesuai kebijakan masing-masing.

 

 

 

 

 

references by cnbc 

 

 
Like us on Facebook