Baca Artikel Lainnya
Vaksin nyatanya tak membuat rakyat percaya kinerja Pemerintah, Banyaknya tetangga mereka yg terinfeksi dan meinggal serta Kasus COVID-19 di Indonesia mengalami lonjakan beberapa hari terakhir.
Tak sedikit orang yang khawatir dan mulai memborong berbagai jenis obat-obatan dan suplemen kesehatan. Beberapa apotek di Tangerang Selatan kehabisan stok berbagai merek obat seperti antibiotik dan antivirus. Berbagai vitamin dan suplemen untuk meningkatkan daya tahan tubuh juga ludes.
Berikut adalah Jenis-Jenis Obat -Obatan dan Vitamin yang dibutuhkan di masa Pandemi
VITAMIN
- Vitamin C 1000mg Dosis 2x1
- Vitamin D 1000iu atau Vitamin D3 1000iu Dosis 3x1
- Habbatussauda
MINUMAN
- Teh Hangat Murni (tanpa dicampur gula)
- Madu Alami tanpa gula/pemanis
- Jahe hangat
- Air Kelapa
- Perbanyak minum air putih dan hindari minuman manis
Jika Vitamin C dan D tersebut langka ata sulit ditemukan di daerahmu,
kamu bisa merutinkan memakan Buah-buahan + makanan yang mengandung sayur-sayuran segar atau Biasa ditemui di pinggir Jalan seperti Lotek, Rujak, Karedok dan lain-lainnya. Hindari dulu konsumsi minuman yg dingin di tengah pandemi
OBAT-OBATAN
Jika tubuh mulai terasa gejala Flu & Batuk yg tak kunjung hilang dalam jangka waktu 1 minggu lebih
- Azitromisin 500mg Dosis 1x1,
- Aseltamivir 75mg Dosis 2x1,
- Paracetamol 500mg atau 650mg Dosis 3x1,
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan penggunaan Actemra (tocilizumab) produksi Roche dan Kevzara (sarilumab) dari Sanofi untuk pasien infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) dengan gejala parah. Obat radang sendi tersebut diberikan berbarengan dengan kortikosteroid.
WHO melalui siaran pers menyebutkan bahwa langkah tersebut berdasarkan pada temuan dari meta-analisis prospektif dan jaringan hidup yang dipelopori oleh Organisasi Kesehatan Dunia itu, analisis obat-obatan terbesar hingga saat ini. Obat anti Interleukin-6 adalah obat pertama yang ditemukan ampuh melawan Covid-19 sejak kortikosteroid direkomendasikan oleh WHO pada September 2020.
"Pasien Covid-19 parah atau kritis kerap mengalami reaksi berlebihan dari sistem kekebalan tubuh, dapat sangat membahayakan kesehatan pasien. Obat anti Interleukin-6 - tocilizumab dan sarilumab - bertindak untuk menekan reaksi berlebihan ini," dikutip dari siaran pers WHO.
WHO pun mendesak produsen agar bergabung dalam upaya mempercepat akses ke obat tersebut. Guna meningkatkan akses dan jangkauan produk-produk penyelamat nyawa ini, WHO meminta produsen untuk menurunkan harga dan menyediakan pasokan ke negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, terlebih yang mengalami lonjakan Covid-19.
Menurut analisis WHO, risiko kematian dalam 28 hari untuk pasien yang mendapatkan salah satu dari obat radang sendi tersebut bersamaan dengan penggunaan kortikosteroid, seperti deksametason, adalah 21 persen dibandingkan dengan yang diasumsikan di antara mereka yang mendapat perawatan standar (25 persen).
Selain itu, risiko berkembang menjadi kematian adalah 26 persen bagi mereka yang mendapatkan Acterma atau Kavzara dengan kortikosteroid. Sementara mereka yang mendapatkan perawatan standar risikonya 33 persen.
WHO mengatakan bahwa untuk setiap 100 pasien seperti itu, tujuh lagi akan bertahan hidup tanpa alat ventilasi mekanis.
“Kami telah memperbarui panduan perawatan perawatan klinis yang merefleksikan perkembangan terbaru ini," kata pejabat Darurat Kesehatan WHO Janet Diaz.
Melalui akun resmi WHO Indonesia, WHO memberi panduan tentang obat yang boleh dikonsumsi dan tidak boleh dikonsumsi oleh pasien COVID-19. Penasaran?
Obat yang boleh dikonsumsi
1. Jika mengalami demam, nyeri otot, atau sakit kepala
Pasien COVID-19 boleh minum parasetamol dengan dosis yang disarankan oleh tenaga kesehatan terkait. Umumnya, dosis untuk orang dewasa adalah 1 atay 2 tablet 500mg atau 1 tablet 650mg, maksimal 4 kali minum dalam 24 jam.
Jarak minum antar dosis minimal adalah 4 jam. Untuk pasien COVID-19 berusia di bawah 18 tahun atau berat badan di bawah 50kg, tanyakan dosis maksimum kepada tenaga kesehatan. Jika demam berlanjut, tempelkan kain basah dingin di dahi.
2. Jika kadar oksigen 90% atau lebih, tapi di bawah 94%
Pasien COVID-19 atau pihak keluarga diminta menghubungi tenaga kesehatan atau minta perawatan di rumah sakit. Tenaga kesehatan mungkin akan meresepkan steroid, ikuti instruksi yang diberikan dengan ketat, jangan pernah melakukan pengobatan sendiri. atau isolasi mandiri di rumah karena membahayakan nyawa sendiri
3. Jika kadar oksigen di bawah 90% dan mengalami gejala berat
Pasien COVID-19 atau pihak keluarga diminta menghubungi penyedia pelayanan kesehatan atau minta segera dirawat di rumah sakit. Gunakan oksigen dan minum steroid sesuai anjuran tenaga kesehatan, jika tidak bisa segera dirawat di rumah sakit.
Catatan penting, steroid yang biasanya diresepkan atau dianjurkan oleh tenaga kesehatan meliputi deksametason, metilprednisolon, prednison, dan hidrokortison.
4. Infeksi sekunder
Terkadang, COVID-19 berat bisa menyebabkan infeksi bakteri sekunder dan infeksi jamur. Jika demikian, tenaga kesehatan bisa menyarankan antibiotik atau antijamur, pasien harus mengikuti instruksi tersebut dengan ketat dan tidak boleh melakukan pengobatan sendiri.
Yang harus dihindari
1. Jangan melakukan pengobatan sendiri dengan antibiotik. COVID-19 disebabkan oleh virus, sehingga antibiotik tidak berdampak pada virus.
2. Jangan melakukan pengobatan sendiri dengan steroid. Penggunaan steroid berlebih bisa berdampak serius dan mengancam nyawa, termasuk infeksi mukormikosis atau jamur hitam.
3. Jangan melakukan pengobatan sendiri dengan obat lain tanpa anjuran dari tenaga kesehatan.
4. WHO tidak merekomendasikan penggunaan hidroksiklorokuin, lopinavir atau ritonavir.
5. WHO saat ini belum merekomendasikan penggunaan remdesivir pada pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit, apapun tingkat keparahan penyakitnya, karena belum ditemukan bukti yang cukup kuat bahwa penggunaannya bermanfaat.
6. pengobatan COVID-19 ivermektin masih tahap uji klinis. Jangan coba-coba menelan ivermectin atas inisiatif sendiri