Baca Artikel Lainnya
Setiap pasangan jelas tak akan ada yang rela hubungan rumah tangganya harus berakhir dengan perpisahan yang tak menyenangkan. Namun, terkadang perceraian adalah jalan yang paling baik demi menyelamatkan hati dan jiwa seseorang.
Di awal pernikahan, masing-masing pasangan memiliki harapan dan visi pernikahan yang idealis. Namun, saat menjalaninya seringkali hal-hal yang dihadapi tak seperti yang diharapkan. Ada kalanya masalah-masalah baru dan pelik membuat pasangan jadi berubah dan mengharuskan untuk berpisah. Berikut ini adalah 5 tanda bahwa pernikahan akan berakhir dengan perceraian.
Pada kenyataannya Anda akan sadar bahwa pernikahan bukanlah akhir, melainkan sebuah permulaan. Dengan menyandang status sebagai suami atau istri seseorang, Anda pun mulai sadar hal-hal baru dari diri pasangan yang sebelumnya tidak ditemukan saat pacaran.
Umumnya, tahun pertama pernikahan adalah masa-masa awal untuk mengenal pasangan lebih jauh. Tak jarang juga ada yang terkejut saat mengetahui hal-hal baru dari diri pasangan yang mungkin tidak diketahui saat masa pacaran. Masalah mungkin saja timbul, tapi jangan sampai hal itu menghancurkan pernikahan Anda.
Berikut ini adalah beberapa masalah umum yang biasa dirasakan dalam tahun pertama pernikahan Anda.
1. Kebersihan pribadi
Anda mungkin tidak menyadari bahwa perbedaan soal kebersihan pribadi bisa menjadi masalah dalam pernikahan. Misalnya, pasangan Anda cuek saja ketika tidak mandi saat akhir pekan, terbiasa tidak mandi setelah pulang kantor, atau bahkan memakai baju kotor berulang-ulang.
Kebiasaan-kebiasaan seperti ini pada awalnya akan membuat Anda kaget, namun bukan berarti tak bisa diatasi. Masing-masing pihak harus bisa saling memahami dan mungkin membuat aturan baru yang bisa diterima Anda berdua.
2. Masalah finansial/Ekonomi
Si dia ternyata sangat hemat, sementara Anda doyan belanja. Kebiasaan yang berhubungan dengan uang sudah pasti bisa menimbulkan masalah.
Siapa yang akan membayar apa, biasanya menjadi masalah utama di tahun pertama pernikahan. Anda dan pasangan harus membicarakan masalah ini hingga tuntas, agar masalah keuangan tidak terus-menerus menjadi masalah dalam pernikahan Anda. Terutama akan menjadi masalah besar jika dia atau Anda yang hobi berhutang atau mencicil
3. Menjadi posesif
Dalam awal pernikahan, romansa antara Anda dan pasangan masih sangat terasa. Namun hal ini juga bisa menimbulkan sikap posesif, baik dari diri Anda maupun pasangan. Bisa saja salah satu pihak jadi merasa pasangannya terlalu tergantung dan akhirnya merasa dirinya berada ‘kurungan’ karena sikap posesif tersebut.
4. Perbedaan gaya hidup
Gaya hidup yang berbeda juga bisa menjadi sumber pertengkaran di awal pernikahan. Misalnya saja, Anda suka pergi makan di luar, sedangkan pasangan lebih memilih makanan sehat di rumah. Perlu waktu untuk bisa menyesuaikan dua gaya hidup yang berbeda ini, karena itu bersabarlah dan jangan mempermasalahkan hal-hal yang sepele.
5. Campur tangan orangtua
Setelah menikah, maka Anda menjadi bagian dari keluarga pasangan. Otomatis keluarga si dia pun merasa punya hak untuk mengatur hidup Anda. Terjadinya pertengkaran akibat campur tangan orangtua sangat mungkin terjadi, tapi janganlah membenci mereka. Anda juga harus bisa tetap bersikap sopan, layaknya Anda pada orangtua sendiri. Jika tidak setuju akan sesuatu, bicarakan segala sesuatunya dengan baik-baik.
6. Waktu bersama teman/sahabat
Begitu masuk dalam jenjang pernikahan, Anda akhirnya akan lebih sering menghabiskan waktu bersama pasangan sehingga waktu bersama teman-teman dekat pun berkurang. Ada kemungkinan Anda akan merindukan masa-masa melajang bersama teman. Ada pula kemungkinan terlalu sering menghabiskan waktu bersama teman bisa menimbulkan pertengkaran.
Menurut Tiwin Herman, M.Psi, pernikahan adalah komitmen dari sepasang insan untuk saling menyesuaikan diri secara terus-menerus. Serangkaian konflik yang khas, biasanya, muncul di tahun-tahun tertentu pernikahan. Keterampilan menyelesaikan masalah akan semakin memperkuat hubungan suami-istri. Berikut masa-masa rentan itu dan cara menghadapinya.
Di Bawah 5 Tahun
Tahun-tahun pertama pernikahan merupakan masa yang sangat riskan. Hal ini disebabkan oleh proses penyesuaian diri yang terhambat. Banyak istri atau suami yang mengeluh bahwa sifat dan sikap pasangannya berubah setelah menikah.
Dalam proses ini, karena usia pernikahan masih baru, toleransi antarpasangan masih sangat tinggi. Jika di masa ini sudah mulai ada maslah yang tidak terselesaikan dan menyebabkan komunikasi berjalan tidak lancar, pasangan suami istri biasanya merasa tidak puas. Masalah-masalah baru pun akan bermunculan bila ketidakpuasan tersebut tidak diungkapkan.
Tahun kedua pernikahan dan selanjutnya peran suami istri berganti menjadi orangtua, seiring lahirnya anak pertama. Dengan peran baru sebagai orangtua, pasangan harus mempelajari banyak hal, termasuk bagaimana menjadi mitra yang baik dalam membesarkan anak.
Cara Menghadapi: Pada masa ini, watak asli pasangan mulai muncul. Meski telah melalui proses pacaran, pernikahan selalu diawali dengan kejutan-kejutan kecil seputar sifat atau kebiasaan pasangan. Setiap pasangan seharusnya saling memahami kondisi ini. Mereka juga dapat memanfaatkan momentum tersebut untuk saling mengenal lebih dalam lagi, baik secara fisik, emosi, kebiasaan, minat, hobi, dan lain-lain.
Soal cara mendidik anak, latar belakang keluarga yang berbeda, umumnya, berdampak pada pola pengasuhan anak. Diperlukan kebesaran hati untuk bisa memadukan kedua pola asuh yang berbeda atau merumuskan sendiri pola asuh yang pas. Masalah keuangan pun demikian. Karena urusan keuangan sangat sensitif, pembagian peran dalam keuangan keluarga harus jelas sejak awal pernikahan.
Di Atas 20 Tahun
Masa rentan yang dihadapi pada usia pernikahan di atas 20 tahun lebih disebabkan oleh toleransi yang sudah mulai berkurang. Perpisahan pada masa ini, biasanya, karena memang sudah ada masalah pada awal pernikahan namun mereka memilih bertahan dengan berbagai alasan normatif, misalnya: takut mengecewakan keluarga atau dicemooh masyarakat. Namun, alasan yang paling klasik adalah anak-anak. Akhirnya, ketika anak-anak sudah jalan cukup dewasa dan mandiri, jalan perpisahan pun diambil.
Kasus lain yang saat ini juga banyak adalah karena pasangan bermain api dengan orang lain. Hal itu terjadi karena tingkat kejenuhan yang sudah akut. Selama berpuluh-puluh tahun, Anda dan pasangan menjalani hidup berdua tanpa variasi. Di samping itu, usia tua memang biasanya membuat seseorang menjadi lebih sensitif. Sikap sensitif tersebut bisa berwujud rasa terabaikan atau merasa tidak dihargai lagi. Hal ini membuat pasangan menajdi tidak tahan serta frustasi dan memilih untuk berpisah.
Cara Menghadapi: Saat akan memasuki masa ini, ajaklah pasangan untuk berbicara dari hati ke hati. Tanyakan bagaimana perasaan dan gairah cinta mereka. Bila sudah merasa hambar, Anda dan pasangan harus mendiskusikan cara untuk menghidupkan kembali api cinta kalian. Definisikan kembali tujuan pernikahan Anda. Kemukakanlah hal-hal yang paling disukai dan dibenci dari masing-masing pasangan. Kemudian, berintrospeksilah dan perbaiki diri sesuai harapan masing-masing.
Tanyakan juga padanya kekecewaan yang selama ini dirasakannya dan perubahan apa yang paling diinginkannya dari diri Anda. Dengarkanlah tanpa harus bersikap reaktif. Pahami pola pikirnya dan ekspresikan rasa empati Anda. Dengan begitu, pasangan akan bersikap sama dan rumah tangga yang hambar akan kembali hidup.
Bantuan Pihak Ketiga
Meski usia pernikahan saat ini tidak termasuk yang rentan masalah, bukan berarti Anda "bebas" dari masalah. Sudah pasti setiap rumah tangga mempunyai konflik. Yang perlu dicatat, konflik atau masalah itu harus dihadapi. Bila Anda menghindari konflik atau berpura-pura tidak terjadi apa-apa, hal tersebut hanya akan membuat "api dalam sekam". Bila dirasa perlu, Anda boleh menggunakan pihak ketiga, yaitu orangtua, mertua, pemuka agama, atau konsultan pernikahan.
Selain itu, tak ada salahnya bila Anda dan pasangan bertukar pikiran pada orangtua atau pasangan yang berhasil membina rumah tangganya. Tanyakan dan pelajarilah resep pernikahan mereka sehingga dapat bertahan lama.
Berkata Kasar
Komunikasi bukanlah tentang berapa lama pasangan berbincang dan berbicara, tetapi bagaimana kualitas perbincangan tersebut. Apabila kedua pasangan atau salah satunya saja gemar menggunakan kata-kata kasar dan menyakitkan hati maka ini sudah jadi tanda hubungan rusak .
Penelitian membuktikan bahwa jika ada salah satu pasangan yang sering berkata kasar maka hubungan mereka tak akan bertahan lama. Kebanyakan dalam perbincangan tersebut akan membawa mereka pada pertengkaran, rasa kecewa, sakit hati, dan pada akhirnya ingin berpisah.
Sering menghina/merendahkan
Kritikan memang seringkali jadi hal yang membangun, namun kritikan yang tak berarah sering kali berakhir dengan bullyan. Ini yang akan menjadi sebab atau pertanda perceraian akan terjadi.
Adanya penghinaan (bully), kritik berlebihan, pembelaan diri serta keras kepala yang dipertahankan terus menerus akan menyebabkan keretakan dalam hubungan. Ini karena pasangan tak mendapatkan kenyamanan, perlindungan, serta dukungan, sehingga perlahan mereka akan sadar bahwa mereka sudah tak sejalan dan harus berpisah.
Masalah/Hal-Hal Kecil Akan Dihadapi Dengan Emosional
Siapa sih yang tahan dengan pasangan yang emosional? Tak ada yang tahan menghadapi sosok yang temperamental.
Ini akan membuat seseorang mencari sosok yang bisa mengerti dirinya. Di sinilah salah satu awal mula orang memilih untuk selingkuh. Jika perselingkuhan terjadi maka sudah bisa dipastikan pertengkaran dan perpecahan akan terjadi. Jika tak selingkuh maka pasangan akan segera memutuskan untuk berpisah demi kehidupan yang tentram dan jauh dari sosok yang temperamental.
Egois
Saat ada masalah bukan malah mencari jalan keluar . Salah satu malah akan ada yang berusaha membela dan menyelamatkan diri sendiri serta menyalahkan Anda. Tindakan egois semacam ini akan membuat masalah makin besar.
Ini akan jadi semakin buruk saat berhadapan dengan pasangan yang keras kepala Ladies. Akhirnya akan ada keputusan bahwa mereka "sudah tak cocok lagi."
references by vemale, bisnis, female
Follow @A_BlogWeb
Di awal pernikahan, masing-masing pasangan memiliki harapan dan visi pernikahan yang idealis. Namun, saat menjalaninya seringkali hal-hal yang dihadapi tak seperti yang diharapkan. Ada kalanya masalah-masalah baru dan pelik membuat pasangan jadi berubah dan mengharuskan untuk berpisah. Berikut ini adalah 5 tanda bahwa pernikahan akan berakhir dengan perceraian.
Pada kenyataannya Anda akan sadar bahwa pernikahan bukanlah akhir, melainkan sebuah permulaan. Dengan menyandang status sebagai suami atau istri seseorang, Anda pun mulai sadar hal-hal baru dari diri pasangan yang sebelumnya tidak ditemukan saat pacaran.
Umumnya, tahun pertama pernikahan adalah masa-masa awal untuk mengenal pasangan lebih jauh. Tak jarang juga ada yang terkejut saat mengetahui hal-hal baru dari diri pasangan yang mungkin tidak diketahui saat masa pacaran. Masalah mungkin saja timbul, tapi jangan sampai hal itu menghancurkan pernikahan Anda.
Berikut ini adalah beberapa masalah umum yang biasa dirasakan dalam tahun pertama pernikahan Anda.
1. Kebersihan pribadi
Anda mungkin tidak menyadari bahwa perbedaan soal kebersihan pribadi bisa menjadi masalah dalam pernikahan. Misalnya, pasangan Anda cuek saja ketika tidak mandi saat akhir pekan, terbiasa tidak mandi setelah pulang kantor, atau bahkan memakai baju kotor berulang-ulang.
Kebiasaan-kebiasaan seperti ini pada awalnya akan membuat Anda kaget, namun bukan berarti tak bisa diatasi. Masing-masing pihak harus bisa saling memahami dan mungkin membuat aturan baru yang bisa diterima Anda berdua.
2. Masalah finansial/Ekonomi
Si dia ternyata sangat hemat, sementara Anda doyan belanja. Kebiasaan yang berhubungan dengan uang sudah pasti bisa menimbulkan masalah.
Siapa yang akan membayar apa, biasanya menjadi masalah utama di tahun pertama pernikahan. Anda dan pasangan harus membicarakan masalah ini hingga tuntas, agar masalah keuangan tidak terus-menerus menjadi masalah dalam pernikahan Anda. Terutama akan menjadi masalah besar jika dia atau Anda yang hobi berhutang atau mencicil
3. Menjadi posesif
Dalam awal pernikahan, romansa antara Anda dan pasangan masih sangat terasa. Namun hal ini juga bisa menimbulkan sikap posesif, baik dari diri Anda maupun pasangan. Bisa saja salah satu pihak jadi merasa pasangannya terlalu tergantung dan akhirnya merasa dirinya berada ‘kurungan’ karena sikap posesif tersebut.
4. Perbedaan gaya hidup
Gaya hidup yang berbeda juga bisa menjadi sumber pertengkaran di awal pernikahan. Misalnya saja, Anda suka pergi makan di luar, sedangkan pasangan lebih memilih makanan sehat di rumah. Perlu waktu untuk bisa menyesuaikan dua gaya hidup yang berbeda ini, karena itu bersabarlah dan jangan mempermasalahkan hal-hal yang sepele.
5. Campur tangan orangtua
Setelah menikah, maka Anda menjadi bagian dari keluarga pasangan. Otomatis keluarga si dia pun merasa punya hak untuk mengatur hidup Anda. Terjadinya pertengkaran akibat campur tangan orangtua sangat mungkin terjadi, tapi janganlah membenci mereka. Anda juga harus bisa tetap bersikap sopan, layaknya Anda pada orangtua sendiri. Jika tidak setuju akan sesuatu, bicarakan segala sesuatunya dengan baik-baik.
6. Waktu bersama teman/sahabat
Begitu masuk dalam jenjang pernikahan, Anda akhirnya akan lebih sering menghabiskan waktu bersama pasangan sehingga waktu bersama teman-teman dekat pun berkurang. Ada kemungkinan Anda akan merindukan masa-masa melajang bersama teman. Ada pula kemungkinan terlalu sering menghabiskan waktu bersama teman bisa menimbulkan pertengkaran.
Menurut Tiwin Herman, M.Psi, pernikahan adalah komitmen dari sepasang insan untuk saling menyesuaikan diri secara terus-menerus. Serangkaian konflik yang khas, biasanya, muncul di tahun-tahun tertentu pernikahan. Keterampilan menyelesaikan masalah akan semakin memperkuat hubungan suami-istri. Berikut masa-masa rentan itu dan cara menghadapinya.
Di Bawah 5 Tahun
Tahun-tahun pertama pernikahan merupakan masa yang sangat riskan. Hal ini disebabkan oleh proses penyesuaian diri yang terhambat. Banyak istri atau suami yang mengeluh bahwa sifat dan sikap pasangannya berubah setelah menikah.
Dalam proses ini, karena usia pernikahan masih baru, toleransi antarpasangan masih sangat tinggi. Jika di masa ini sudah mulai ada maslah yang tidak terselesaikan dan menyebabkan komunikasi berjalan tidak lancar, pasangan suami istri biasanya merasa tidak puas. Masalah-masalah baru pun akan bermunculan bila ketidakpuasan tersebut tidak diungkapkan.
Tahun kedua pernikahan dan selanjutnya peran suami istri berganti menjadi orangtua, seiring lahirnya anak pertama. Dengan peran baru sebagai orangtua, pasangan harus mempelajari banyak hal, termasuk bagaimana menjadi mitra yang baik dalam membesarkan anak.
Cara Menghadapi: Pada masa ini, watak asli pasangan mulai muncul. Meski telah melalui proses pacaran, pernikahan selalu diawali dengan kejutan-kejutan kecil seputar sifat atau kebiasaan pasangan. Setiap pasangan seharusnya saling memahami kondisi ini. Mereka juga dapat memanfaatkan momentum tersebut untuk saling mengenal lebih dalam lagi, baik secara fisik, emosi, kebiasaan, minat, hobi, dan lain-lain.
Soal cara mendidik anak, latar belakang keluarga yang berbeda, umumnya, berdampak pada pola pengasuhan anak. Diperlukan kebesaran hati untuk bisa memadukan kedua pola asuh yang berbeda atau merumuskan sendiri pola asuh yang pas. Masalah keuangan pun demikian. Karena urusan keuangan sangat sensitif, pembagian peran dalam keuangan keluarga harus jelas sejak awal pernikahan.
Di Atas 20 Tahun
Masa rentan yang dihadapi pada usia pernikahan di atas 20 tahun lebih disebabkan oleh toleransi yang sudah mulai berkurang. Perpisahan pada masa ini, biasanya, karena memang sudah ada masalah pada awal pernikahan namun mereka memilih bertahan dengan berbagai alasan normatif, misalnya: takut mengecewakan keluarga atau dicemooh masyarakat. Namun, alasan yang paling klasik adalah anak-anak. Akhirnya, ketika anak-anak sudah jalan cukup dewasa dan mandiri, jalan perpisahan pun diambil.
Kasus lain yang saat ini juga banyak adalah karena pasangan bermain api dengan orang lain. Hal itu terjadi karena tingkat kejenuhan yang sudah akut. Selama berpuluh-puluh tahun, Anda dan pasangan menjalani hidup berdua tanpa variasi. Di samping itu, usia tua memang biasanya membuat seseorang menjadi lebih sensitif. Sikap sensitif tersebut bisa berwujud rasa terabaikan atau merasa tidak dihargai lagi. Hal ini membuat pasangan menajdi tidak tahan serta frustasi dan memilih untuk berpisah.
Cara Menghadapi: Saat akan memasuki masa ini, ajaklah pasangan untuk berbicara dari hati ke hati. Tanyakan bagaimana perasaan dan gairah cinta mereka. Bila sudah merasa hambar, Anda dan pasangan harus mendiskusikan cara untuk menghidupkan kembali api cinta kalian. Definisikan kembali tujuan pernikahan Anda. Kemukakanlah hal-hal yang paling disukai dan dibenci dari masing-masing pasangan. Kemudian, berintrospeksilah dan perbaiki diri sesuai harapan masing-masing.
Tanyakan juga padanya kekecewaan yang selama ini dirasakannya dan perubahan apa yang paling diinginkannya dari diri Anda. Dengarkanlah tanpa harus bersikap reaktif. Pahami pola pikirnya dan ekspresikan rasa empati Anda. Dengan begitu, pasangan akan bersikap sama dan rumah tangga yang hambar akan kembali hidup.
Bantuan Pihak Ketiga
Meski usia pernikahan saat ini tidak termasuk yang rentan masalah, bukan berarti Anda "bebas" dari masalah. Sudah pasti setiap rumah tangga mempunyai konflik. Yang perlu dicatat, konflik atau masalah itu harus dihadapi. Bila Anda menghindari konflik atau berpura-pura tidak terjadi apa-apa, hal tersebut hanya akan membuat "api dalam sekam". Bila dirasa perlu, Anda boleh menggunakan pihak ketiga, yaitu orangtua, mertua, pemuka agama, atau konsultan pernikahan.
Selain itu, tak ada salahnya bila Anda dan pasangan bertukar pikiran pada orangtua atau pasangan yang berhasil membina rumah tangganya. Tanyakan dan pelajarilah resep pernikahan mereka sehingga dapat bertahan lama.
Berkata Kasar
Komunikasi bukanlah tentang berapa lama pasangan berbincang dan berbicara, tetapi bagaimana kualitas perbincangan tersebut. Apabila kedua pasangan atau salah satunya saja gemar menggunakan kata-kata kasar dan menyakitkan hati maka ini sudah jadi tanda hubungan rusak .
Penelitian membuktikan bahwa jika ada salah satu pasangan yang sering berkata kasar maka hubungan mereka tak akan bertahan lama. Kebanyakan dalam perbincangan tersebut akan membawa mereka pada pertengkaran, rasa kecewa, sakit hati, dan pada akhirnya ingin berpisah.
Sering menghina/merendahkan
Kritikan memang seringkali jadi hal yang membangun, namun kritikan yang tak berarah sering kali berakhir dengan bullyan. Ini yang akan menjadi sebab atau pertanda perceraian akan terjadi.
Adanya penghinaan (bully), kritik berlebihan, pembelaan diri serta keras kepala yang dipertahankan terus menerus akan menyebabkan keretakan dalam hubungan. Ini karena pasangan tak mendapatkan kenyamanan, perlindungan, serta dukungan, sehingga perlahan mereka akan sadar bahwa mereka sudah tak sejalan dan harus berpisah.
Masalah/Hal-Hal Kecil Akan Dihadapi Dengan Emosional
Siapa sih yang tahan dengan pasangan yang emosional? Tak ada yang tahan menghadapi sosok yang temperamental.
Ini akan membuat seseorang mencari sosok yang bisa mengerti dirinya. Di sinilah salah satu awal mula orang memilih untuk selingkuh. Jika perselingkuhan terjadi maka sudah bisa dipastikan pertengkaran dan perpecahan akan terjadi. Jika tak selingkuh maka pasangan akan segera memutuskan untuk berpisah demi kehidupan yang tentram dan jauh dari sosok yang temperamental.
Egois
Saat ada masalah bukan malah mencari jalan keluar . Salah satu malah akan ada yang berusaha membela dan menyelamatkan diri sendiri serta menyalahkan Anda. Tindakan egois semacam ini akan membuat masalah makin besar.
Ini akan jadi semakin buruk saat berhadapan dengan pasangan yang keras kepala Ladies. Akhirnya akan ada keputusan bahwa mereka "sudah tak cocok lagi."
Ada yang ingin menambahkan ??
references by vemale, bisnis, female