MASUKAN KATA DI KOTAK BAWAH INI UNTUK MENCARI.. LALU KLIK TOMBOL "SEARCH"

April 28, 2022

Perubahan Iklim Picu Lonjakan Kasus Demam Berdarah

Baca Artikel Lainnya

Dampak perubahan iklim pada kesehatan yakni meningkatnya kasus penyakit demam berdarah dengue atau DBD. Perlu diketahui DBD adalah penyakit infeksi virus dengue yang ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes albopictus dan Aedes aegypti. Dilansir dari Dampak Perubahan Iklim Sektor Kesehatan Berbasis Bukti di Indonesia,


Kementerian Kesehatan melaporkan temuan kasus dengue ada di 477 kabupaten/kota di Indonesia pada 2020. Tingkat kejadian dengue pada medio tersebut mencapai 39,9 per 100.000 penduduk, dengan tingkat kematian sebesar 0,69 persen. Berikut penjelasan lebih lanjut bagaimana DBD bisa merebak karena terdampak perubahan iklim.

Terdapat empat alasan kenapa DBD bisa merebak sebagai akibat dampak perubahan iklim, yakni: Curah hujan tinggi Perubahan iklim bisa menyebabkan curah hujan tinggi dan musim hujan berkepanjangan. Kondisi ini ideal untuk nyamuk penyebab DBD berkembang biak karena semakin banyak kubangan, rawa menjadi lebih payau, kolam, pot, atau wadah bekas di luar rumah digenangi air hujan. 

Semakin banyak pilihan tempat bagi nyamuk DBD berkembang biak, praktis semakin banyak populasi nyamuk tersebut. Suhu udara meningkat Peningkatan suhu udara akibat pemanasan global secara biologis dapat meningkatkan laju replikasi virus, memperpendek jendela penularan virus, dan mempercepat laju perkembangan nyamuk penyebab DBD.


Sebagai gambaran, studi menunjukkan bahwa laju infeksi dan perkembangan virus dengue pada nyamuk penyebab DBD di suhu 28 derajat Celsius lebih tinggi dibandingkan pada suhu 23 derajat Celsius.


Kelembapan udara tinggi Curah hujan tinggi menyebabkan lingkungan menjadi lebih lembap. Dengan tingkat kelembapan tinggi, nyamuk penyebab DBD cenderung lebih aktif dan sering menggigit. Kondisi ini biasanya terjadi ketika kelembapan udara di atas 60 persen. Menurut studi, 80 persen kasus dengue terjadi pada tempat dengan kelembapan udara rata-rata 75 persen. 


Peningkatan tutupan lahan Peningkatan tutupan lahan beberapa waktu belakangan semakin marak karena alih fungsi lahan, deforestasi, dan peningkatan laju urbanisasi. Studi menunjukkan, peningkatan tutupan lahan secara tidak langsung bisa meningkatkan kejadian dengue di suatu wilayah. Kondisi ini disebabkan tutupan lahan memengaruhi iklim mikro dan dapat meningkatkan suhu. Kombinasi keduanya bisa merangsang perkembangbiakan nyamuk biang DBD.

Penyakit DBD atau dengue rawan menyerang di wilayah perkotaan padat penduduk. Penyakit ini bisa menyerang setiap orang, terutama anak-anak usia antara 1–15 tahun. Berkaca dari dampak perubahan iklim terhadap kesehatan yang bisa meningkatkan kasus DBD, ada baiknya Anda melakukan langkah-langkah pencegahan untuk melindungi diri dari penyakit menular ini. 


JAWA BARAT PERINGKAT PERTAMA KEMATIAN DEMAM BERDARAH


Dengue umumnya bisa bersifat ringan hingga berat seperti COVID-19. Begitu juga dengan gejala dengue ringan umumnya mirip dengan flu biasa. Namun, apabila berkembang menjadi lebih serius, penyakit ini juga dapat menyebabkan sejumlah komplikasi hingga kematian.


Di Indonesia, tercatat ada 22.331 kasus infeksi dengue pada tahun 2022 dan menyebabkan kematian sekitar 229 orang yang tersebar di 115 kabupaten/kota.


"Tahun 2022 yang sedang berjalan, Jawa Barat juga menduduki ranking (kematian) pertama secara kumulatif artinya secara absolut angkanya," kata Dr Asik Surya, MPPM, Koordinator Substansi Arbovirosis, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI.


Adapun kelompok masyarakat yang terkena infeksi virus dengue ini adalah anak-anak, dewasa, hingga lanjut usia (lansia). Namun, kelompok anak-anak paling rentan terkena gejala yang serius atau severe dengue.


"Saat ini seluruh usia rentan terkena dengue, namun memang anak adalah kelompok rentan mengalami severe dengue," kata dr Anggraini.








references by kompas, detik

 
Like us on Facebook