MASUKAN KATA DI KOTAK BAWAH INI UNTUK MENCARI.. LALU KLIK TOMBOL "SEARCH"

July 17, 2024

Penyebab Angka Pernikahan Turun & Perceraian Naik Di Indonesia

Baca Artikel Lainnya

Tingginya eskpektasi perempuan atau wanita + calon mertua terhadap sang calon suami yang mapan, ingin acara pernikahan mewah, gaji, kendaraan, dan segala kebutuhan gaya hidup sehari-hari  wanita dan keluarganya tercukupi .  membuat pria menunda menikah sampai ia menemukan wanita sederhana dan kini mulai banyak yang bercerai karena urusan harta dan ekonomi berujung selingkuh

 https://static.promediateknologi.id/crop/0x0:0x0/750x500/webp/photo/p1/726/2024/01/10/WhatsApp-Image-2024-01-10-at-200532-1929624687.jpeg

Pengaruh tingginya ekspektasi wanita ingin pria yang mapan karena era teknologi seiring mekihat konten-konten video maupun berita tentang gaya kehidupan artis. Padahal dalam Islam memudahkan proses pernikahan dan menyulitkan perceraian.

 

lambat laun angka pernikahan di Indonesia menurun. Terutama dalam kurun waktu satu dekade terakhir. Mengapa angka pernikahan di Indonesia menurun?

 

Angka Pernikahan

Melansir dari laman resmi Universitas Airlangga (Unair), berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik 2024, angka pernikahan di Indonesia semakin menurun. Ada beberapa daerah yang mengalami fenomena ini.

DKI Jakarta mengalami penurunan dengan angka 4.000. Untuk Jawa Barat mengalami penurunan sebanyak 29.000. Kondisi yang sama juga terjadi di wilayah Jawa Tengah dengan angka 21.000 dan Jawa Timur 13.000

Berdasarkan data dari BPS menjelaskan bahwa jumlah pernikahan di Indonesia pada tahun 2023 sebanyak 1.577.255. Dibandingkan dengan tahun 2022, angka tersebut turun sebanyak 128.000. Sedangkan angka pernikahan Indonesia dalam satu dekade terakhir turun sebanyak 28,63 persen
Penyebab Turunnya Angka Pernikahan

Turunnya angka pernikahan ini menjadi perhatian publik. Salah satunya Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unair yakni Prof Dr Bagong Suyanto Drs MSi. Dia menyebutkan penyebab turunnya angka pernikahan ini karena perempuan telah memiliki peluang yang besar untuk mengembangkan potensi dirinya.

Pada zaman yang sudah serba maju ini perempuan telah memiliki kesempatan yang lebar untuk sekolah dan bekerja. Dengan begitu, ketergantungan perempuan juga semakin menurun

Prof Bagong juga menjelaskan bahwa penyebab lain dari menurunnya angka pernikahan adalah tidak banyak laki-laki yang dalam kondisi ekonomi mapan. Hal tersebut dikarenakan pekerjaan yang semakin sulit untuk dicari

Pada dasarnya fenomena ini adalah hal yang wajar. Penurunan angka pernikahan ini juga akan berdampak pada menurunnya angka kelahiran. Dia mengatakan tidak perlu khawatir dengan fenomena ini, karena yang paling penting dapat berdampak positif dan mampu memberdayakan perempuan serta masyarakat.

Menurunnya angka pernikahan juga dapat disebabkan karena mental yang belum siap, pemikiran yang mulai modern, dan banyaknya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Maraknya kasus perselingkuhan juga jadi penyebab sejumlah masyarakat enggan untuk menjalin sebuah hubungan

Tingginya angka perceraian bisa menjadi faktor untuk seseorang tetap melajang. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Jawa Timur, dalam kurun waktu tiga tahun ke belakang, di Jawa Timur mencatat banyak sejumlah talak dan cerai yang terjadi.

Pada tahun 2020 tercatat sebanyak 61.870 sejumlah pasangan melakukan talak dan cerai. Pada tahun 2021 ada 88.235 kasus talak dan cerai. Sementara pada tahun 2022 ada 102.065 kasus


Seiring dengan itu, status perkawinan kelompok pemuda yang belum menikah kini dua kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan mereka yang sudah menikah. Apa kata pakar dan anak muda sendiri mengenai hal ini?

“... Bukan menjadi salah satu fokus atau pencapaian secara personal bahwa dalam usia segini aku harus sudah menikah.”

Anindya Amanda mengemukakan itu ketika ditanya mengapa pada usianya yang ke-29 ia belum menikah.

Amanda tampaknya bagian dari 68,29 persen kelompok pemuda yang belum menikah berdasarkan data tahun 2023 Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis awal Maret lalu.

Menurut laporan BPS, ini peningkatan dari angka sekitar 54 persen pada tahun 2014, dan peningkatan tersebut berlangsung konsisten dalam 5 tahun terakhir. Berdasarkan UU Kepemudaan, kelompok pemuda adalah mereka yang berusia antara 16 dan 30 tahun.


Merry Sri Widyarti Kusumaryani, peneliti dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia mengatakan pergeseran aspek sosial ekonomi dalam masyarakat merupakan faktor yang paling mempengaruhi usia perkawinan pertama. Katanya,


Sementara di Jawa Barat penurunan terjadi nyaris hingga 29 ribu. Kondisi yang sama juga terjadi di provinsi padat penduduk lainnya seperti Jawa Tengah yang menyusut hingga 21 ribu dan Jawa Timur yang menurun hingga 13 ribu.


Berikut angka perkawinan di Indonesia dalam kurun waktu enam tahun terakhir:

  • Tahun 2018: 2.016.171
  • Tahun 2019: 1.968.878
  • Tahun 2020: 1.792.548
  • Tahun 2021: 1.742.049
  • Tahun 2022: 1.705.348
  • Tahun 2023: 1.577.255


Laporan Statistik Indonesia 2024 juga menyoroti angka perceraian di Indonesia selama tiga tahun terakhir.

Angka perceraian di Indonesia sempat meningkat pada tahun 2022. Namun, angka kembali menurun pada tahun 2023, meski tidak signifikan.

Berikut angka perceraian di Indonesia dalam kurun waktu tiga tahun terakhir:

Tahun 2021: 447.743
Tahun 2022: 516.344
Tahun 2023: 463.654

Banyak hal yang memicu perceraian, mulai dari ekonomi, perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga, poligami, dan masih banyak lagi.

Masalah perselisihan yang menerus jadi penyebab perceraian terbesar sebanyak 251.828 kasus diikuti dengan alasan meninggalkan salah satu pihak dengan 34.322 kasus. Sementara kekerasan dalam rumah tangga berada di posisi ketiga penyebab perceraian terbanyak dengan 5.174 kasus.

Fenomena berkurangnya angka pernikahan selama 10 tahun terakhir dipengaruhi oleh pola pikir Gen Z yang memandang pernikahan bukan lagi sebagai status sosial atau sekedar ikatan legal antar dua orang yang berlawanan jenis. Gen Z memandang pernikahan sebagai hubungan bermitra yang sehat, berkelanjutan, dan diimplementasikan dalam berbagai bentuk.


Mereka juga cenderung melakukan pernikahan di usia yang lebih matang dan menggunakan waktu mereka untuk lebih mengenal diri sendiri, mengenal value dan beliefs yang mereka bawa, memfokuskan diri untuk mencapai posisi karier atau pendidikan tertentu, sebelum pada akhirnya mengikatkan diri pada komitmen pernikahan.
Selain nilai yang berubah, perubahan prioritas juga memiliki andil dalam berkurangnya angka pernikahan. Arus globalisasi masa kini membuat prioritas saat ini bukan lagi hanya sandang, pangan, dan papan; namun juga pendidikan, dan hiburan. Healing, hangout, nonton konser musik, dan pergi ke festival secara tidak langsung sudah menjadi kebutuhan dan nafas generasi masa kini.


Kebutuhan pernikahan dan kehidupan after marriage yang butuh biaya gak sedikit juga membuat beberapa orang terutama pria menunda pernikahan mereka sebelum tercapainya kondisi finansial yang dirasa cukup stabil. Mereka yang berpikiran seperti ini tak ingin istri dan anak-anaknya terbengkalai harus bercerai dan anak-anaknya harus terpisah gara-gara masalah ekonomi dan psikologis yang maish labil dan belum berpikir dewasa

Indonesia Kekurangan Lapangan Kerja Layak Yang Bisa Diserap kalangan Pendidikan SMA, SMK, Kuliah


Menjamurnya pekerja sektor informal di Indonesia sejurus dengan bermunculan model-model pekerjaan berkonsep kemitraan ala ojek online, ditambah dengan jumlah sektor usaha mikro yang semakin besar di perekonomian, memberi gambaran kegagalan penciptaan lapangan kerja layak di Indonesia.

Pelaku usaha mikro di Indonesia pada 2021 telah mencapai 64,2 juta unit, setara dengan 99,6% dari total jumlah usaha di negeri ini, menurut data yang dilansir oleh Kementerian Koperasi dan UMKM.  

Sementara di sektor gig economy di mana para pekerja dibayar tidak berdasarkan waktu kerja melainkan berdasar jumlah barang atau layanan yang dikerjakan, seperti ojek online, kurir, dan lain-lain, juga semakin membludak diperkirakan mencapai 4 juta orang. 

Jumlah pekerja di sektor informal yang terus membesar, bukanlah sebuah prestasi bagi sebuah perekonomian. Sebaliknya, hal itu bisa dianggap sebagai cerminan kegagalan penyelenggara negara mendorong dan menciptakan lapangan kerja yang lebih layak bagi masyarakat mengingat sektor informal umumnya memberikan upah lebih rendah, minim perlindungan pekerja dan tidak ada kepastian karir jangka panjang.

Data Sakernas Badan Pusat Statistik mencatat, proporsi sektor informal memang terus meningkat dalam lima tahun terakhir. Pada 2018 silam, proporsi pekerja di sektor informal mencapai 56,84%. Angkanya melonjak ketika pandemi Covid-19 menerjang di kala gelombang PHK datang. Namun, setelah pandemi berlalu dan perekonomian berbenah, proporsi sektor informal semakin melejit mencapai 60,12%, sementara sektor formal kian kecil hanya 39,88%. 


Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan Penutupan pabrik masih menghantui sejumlah industri manufaktur di Indonesia pada tahun 2024, utamanya terkait sektor tekstil dan industri alas kaki.

Deputi Kependudukan dan Ketenagakerjaan Bappenas, Maliki mengatakan kondisi PHK dan penutupan pabrik akan berdampak ke kondisi ekonomi dan angka kemiskinan RI. Menghadapi ini diperlukan upaya perbaikan sektor supply maupun demand industri.

Guna mendorong demand industri maka diperlukan peningkatan iklim investasi terkait kemudahan perizinan usaha, sementara dari sisi supply maka perlu diupayakan peningkatan kualitas tenaga kerja yang memiliki keahlian yang dibutuhkan industri.

 

ANGKA PERSELINGKUHAN DI INDONESIA NAIK

 Faktor Genetik Ternyata Bisa Memicu Kecenderungan untuk Selingkuh, Angka perselingkuhan di Indonesia seperti tidak akan menunjukkan tanda-tanda kemerosotan. Berdasarkan data yang dihimpun dari Pengadilan Agama seluruh Indonesia, perselingkuhan menjadi salah satu penyebab  pasangan bercerai.

Dengan banyaknya kasus perselingkuhan, sebenarnya apa alasan di balik perilaku ini? Perlu Anda pahami, hasrat atau motivasi untuk berselingkuh dari setiap orang berasal dari bagian otak yang memproduksi hormon dopamin.
 

Ketika dirangsang oleh alkohol, obat, permen cokelat, hingga seks, otak akan melepaskan dopamin. Hormon inilah yang membuat kita merasa senang, bergairah, dan merasa bahagia.

Penelitian menunjukkan bahwa pada pria atau wanita  yang doyan selingkuh, sensasi deg-degan campur bahagia karena tidak (atau belum) ketahuan selingkuh akibat dorongan dopamin ini malah semakin memotivasi mereka untuk melakukan hal tersebut.
 

Akan tetapi, kecenderungan selingkuh ternyata juga dapat menurun dari keluarga. Hal ini terbukti dalam sebuah survei yang dilakukan oleh tim peneliti University of Pennsylvania, AS.

 kecenderungan selingkuh pada sebagian orang juga dipengaruhi oleh keragaman gen dalam rantai DNA tubuhnya.
 

Dari hasil penelitian milik peneliti asal State University of New York (SUNY) Binghamton, orang-orang yang memiliki varian tertentu dari reseptor D4 polimorfisme (gen DRD4) lebih mungkin untuk berselingkuh dan “jajan seks” di luar rumah.

 

faktor biologis bukan satu-satunya faktor yang berperan dhobi minum minuman keras penyalahgunaan alkohol juga diketahui memiliki peran besar dalam kemungkinan seseorang berselingkuh. Faktor lain seperti ekonomi, masalah emosional, dan kedewasaan berpikir juga diketahui memiliki peran besar dalam kemungkinan seseorang berselingkuh.


Berdasarkan survei yang dilakukan, terdapat beberapa industri teratas tempat kerja yang rentan terhadap perselingkuhan. Dunia penjualan atau sales sendiri menduduki peringkat teratas dengan 14,5% mengaku berselingkuh. Jam kerja yang tidak teratur, makan siang klien yang panjang, makan malam, dan acara pertemuan semuanya berjalan seiring dengan peran penjualan, memberikan banyak peluang untuk menyimpang.

“Orang-orang ini berada di tempat yang sama selama X jam lima hari seminggu dan bekerja erat satu sama lain. Mungkin Anda pergi makan malam atau makan siang, jadi Anda menghabiskan banyak waktu dengan orang-orang ini dan di sanalah Anda melihat perselingkuhan itu terjadi," ujar Kathryn Allen, konselor profesional berlisensi di Thriveworks, yang berfokus pada hubungan.

Tak hanya dunia penjualan saja, namun guru juga menjadi profesi yang rentan terhadap perselingkuhan di tempat kerja. 13,7% responden menyatakan jika bidang pengajaran, pelatihan serta pendidikan secara umum juga banyak terjadi perselingkuhan. Profesional kesehatan juga mengikuti dengan angka 12,5%.

9,8% untuk transportasi dan logistik dan 7,7% untuk perhotelan dan manajemen acara. Selain itu, bidang Sains dan farmasi hanya memiliki 0,1% yang mengaku perselingkuhan. Media dan internet berada pada 0,5%, begitu pula dengan hukum.

Survei RANT Casino juga menyebutkan jika santai di kantor hingga rehat sembari mengobrol dan minum kopi bersama secara runtin juga bisa menjadi penyebabnya. 25% atau sekitar 408 orang mengaku jika perselingkuhan terjadi di tempat kerja.

Bahkan, komunikasi antar rekan kerja baik melalui SMS, telepon serta media sosial menyumbang 21% atau sekitar 352 responden. Sementara itu, 21% lainnya tau 348 responden juga menyetujui jika perselingkuhan bisa berkembang dengan adanya pertemuan di tempat kerja atau acara-acara pesta dan spesial kantor.

“Pesta liburan, jalan-jalan, konferensi – semuanya dimanfaatkan sebagai jalan keluar agar hubungan romantis ini bisa berkembang. Pesta liburan ini diadakan dan ada pesta liburan yang terlibat, termasuk makanan. Hubungan romantis itu mulai terlihat lebih baik dan terjalin karena kenyamanan.” ujar Allen.

 

Berdasar survei yang dilakukan, RANT Casino pun memperlihtkan beberapa bidang profesi yang dianggap rentan terjadinya perselingkuhan. Profesi yang dimaksud yakni sebagai berikut:

1. Sales - 14,5%

2. Guru, pelatih, profesi di pendidikan umum - 13,7%

3. Bidang kesehatan, perawat - 12,5%

4. Transportasi dan logistik - 9,8%

5. Manajemen perhotelan dan acara - 7,7%

6. Teknik dan manufaktur - 6,6%

7. Properti dan konstruksi - 5,5%

8. Akuntansi, perbankan, dan keuangan - 5,4%

9. Teknologi dan Informasi - 4,6%

10. Polisi / entara - 4%

11. HRD - 2,2%1

12. Pekerja amal dan sukarelawan - 1,9%

13. Pekerja bidang rekreasi, olahraga dan pariwisata - 1,9%

14. Sains dan farmasi - 0,1%

15. Media, internet dan hukum -0,5%

Standar pernikahan juga dirasa semakin kompleks dam rumit, mulai dari biaya, resepsi,  standar gaya hidup, biaya anak, pendidikan anak dari TK hingga kuliah. Mulai dari standar masing-masing keluarga dari masing-maisng pasangan, Standar ideal yang dibangun di kepala masing-masing inilah yang membuat keputusan pernikahan lebih dipikirkan secara mindful. Istilahnya, lebih baik terlambat menikah dengan orang yang tepat, daripada cepat menikah namun dengan orang yang salah dan berujung perceraian.

 




sumber

https://www.detik.com/jatim/berita/d-7255222/angka-pernikahan-di-indonesia-menurun-ini-penjelasan-pakar

https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20240306183127-284-1071319/angka-perkawinan-di-indonesia-terus-menurun-dalam-6-tahun-terakhir

https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/23087/indonesia-kekurangan-lapangan-kerja-layak-pendapatan-seret

https://www.cnbcindonesia.com/news/20240705094734-8-552000/phk-menggila-saat-angka-kemiskinan-berkurang-3-juta-jiwa-ada-solusi

https://hellosehat.com/mental/hubungan-harmonis/genetik-pemicu-perselingkuhan/

 
Like us on Facebook