Baca Artikel Lainnya
Pada 20 Oktober 2004, alias 10 tahun yang lalu Ubuntu dirilis untuk pertama kalinya.
Versi Ubuntu dibuat berdasarkan waktu (
tahun
.bulan
)
rilisnya, jadi waktu itu namanya bukan “Ubuntu 1.0″ tetapi Ubuntu 4.10,
yang artinya Ubuntu yang dirilis pada bulan Oktober tahun 2004. Selain
itu, Ubuntu juga memiliki codename yang diambil dari kata_sifat + nama_hewan, dan versi pertama Ubuntu bernama Warty Warthog.
Saya sendiri sudah menggunakan Ubuntu sejak 5 tahun lalu, atau
tepatnya beberapa hari sejak Ubuntu 9.04 (Jaunty Jackalope) dirilis.
Perjumpaan pertama? Waktu itu saya baru punya laptop (yang masih dipakai
sampai sekarang!), yang waktu itu belum diisi/ada OS-nya karena a)
lebih murah b) lebih murah. Untungnya waktu itu saya ditemani kakak saya
yang memang sudah pakai Ubuntu lebih dulu, jadi ya… si laptop baru ini
tidak akan salah “jalan” :D.
User friendly?
Awal-awal pakai GNU/Linux tidak ada masalah yang berarti, bagi
saya. Tampilan yang berbeda tidak jadi masalah. Tidak “user friendly”?
Betul. Semua yang baru biasanya tidak user friendly, karena semuanya
butuh pengenalan, pembiasaan.
Kalau ada yang bilang Windows lebih user friendly dari Ubuntu,
berarti yang bilang itu sudah terlalu lama pakai Windows dan begitu
menghadapi sebuah OS yang baru, yang tampilannya beda, maka ia akan
menjadi asing. Semakin lama Anda menghabiskan waktu dengan sebuah OS,
maka semakin “user friendly” OS tersebut. Sekarang, OS paling user
friendly bagi saya adalah Ubuntu, bukan lagi Windows atau OS X.
Selain masalah tampilan, syukurnya, Ubuntu di waktu itu sudah
berjalan di resolusi native di laptop saya. Bluetooth dan wireless
langsung jalan, modem bisa langsung dipakai setelah ditancap, kalau
tidak pun kadang cuma butuh satu atau dua buah paket yang bisa diinstall
dari Synaptic Package Manager atau diambil dari LiveCD Ubuntu, touchpad
sudah bisa pakai dua jari, dan masih banyak kejutan lainnya mengingat
Canonical tidak pernah menyediakan driver khusus untuk laptop saya, Acer
Aspire 4736Z. Driverless.
Terminal!
Anak laki-laki tidak boleh nangis takut dengan Terminal
Ubuntu adalah distro Linux pertama saya, jadi ya.. mungkin itu
salah satu alasan kenapa saya tidak “takut” dengan yang namanya
Terminal. Karena bagi saya semuanya serba baru, semuanya serba
menantang. Di Windows ada cmd.exe, tetapi jarang saya gunakan, jadi bagi
saya Terminal ini adalah aplikasi baru di lingkungan yang baru, sama
halnya dengan panel atas yang bagi saya baru dan unik, atau cara install
atau menghapus aplikasinya yang baru, atau skema direktorinya yang
baru, atau… bagi saya virtual desktop/workspace itu sangat baru.
Tapi, semakin lama saya menggunakan Ubuntu, saya malah merasa
Terminal itu adalah teman. Selalu bisa kita andalkan kalau kita butuh.
Compiz dan Beryl
Kalau mengingat masa-masa awal saya menggunakan Ubuntu, Compiz ini
yang paling tidak bisa dilupakan karena Compiz adalah yang menemaniku
mengisi hari-hari ku. Apapun kegiatannya, pasti selalu berkutat dengan
Compiz alias CCSM (konfigurator untuk Compiz), pasti selalu ada tab
penelusuran tutorial Compiz. Kadang bahkan tidak ada aktifitas apa-apa,
hanya iseng putar-putar virtual desktop yang 3D yang window-nya keluar
api atau kadang salju. Tapi sayang, era itu sudah berakhir sejak
Canonical memutuskan kalau Unity lah yang terbaik buat kita semua. Kalau
Anda tidak mengerti yang saya maksud, coba buka YouTube dan cari
videonya dengan keyword “ubuntu compiz” dan Anda akan bilang “kenapa
saya gak pakai Ubuntu dari dulu ya?”
Virus dan Antivirus?
Di Windows, program antivirus kadang lebih menjengkelkan dibanding
kena virus itu sendiri. Di Ubuntu, Anda tidak perlu dipusingkan dengan
keduanya.
Di minggu pertama sejak pakai Ubuntu, saya memang merasa ada yang
aneh, seperti ada sesuatu yang ketinggalan. Mungkin karena sewaktu pakai
Windows saya sudah akrab dengan virus, maka antivirus ini sudah seperti
sebuah kebutuhan. Sialnya, efek samping ini terasa begitu saya pakai
Ubuntu. Desktop yang sudah ready-to-go (plus setup Compiz yang
indah menawan) terasa kurang lengkap tanpa antivirus. Saya akui, saya
sempat beberapa kali mencari “antivirus for ubuntu” di internet, tapi
tidak dapat.
Tapi… setelah dua minggu pemakaian, rasa bersalah meninggalkan
antivirus ini hilang. Karena saya sadar kalau OS yang sedang saya pakai
ini, sebenarnya adalah antivirus yang besar. Efeknya, USB flashdisk bisa
main tancap begitu saja tanpa khawatir ditulari virus. “Bro, flashdisk
mu gak ada virusnya kan?” -is no more.
Akhir kata
Selamat ulang tahun buat Ubuntu yang ke-10. Terima kasih buat Linus
Torvalds, Mark Shuttleworth, developer-developer Debian,
developer-developer Ubuntu di Canonical, dan semua pengguna Ubuntu
sebelum saya yang sudah bersama-sama menggunakan sistem operasi/distro
yang luar biasa ini. Keep up the good work!
refernces by http://adf.ly/t4Hyt