MASUKAN KATA DI KOTAK BAWAH INI UNTUK MENCARI.. LALU KLIK TOMBOL "SEARCH"

March 4, 2016

Takut Dahsyatnya Dosa Riba Kelak Bagi Keluarganya, Seorang Ibu Kembalikan Motor Kreditannya

Baca Artikel Lainnya

Seorang wanita yang inisialnya N. Dia seorang ibu single parent dengan satu anak yang kini duduk di bangku SMA. Dia memiliki sebuah sepeda motor matic yang dibeli dengan cara kredit dengan cicilan per bulan 535 ribu rupiah. Sepeda motor itu yang membawanya pulang pergi bekerja di sebuah usaha konveksi rumahan di kawasan Jakal, Yogyakarta.


Namun kemudian hidupnya merasa tidak tenang semenjak membaca pembahasan-pembahasan tentang riba di media sosial. Lalu dalam pertemuan komunitas muslimah bernama Mumtaza yang diikutinya, dirinya dan beberapa teman mendiskusikan masalah ini. Semakin tak nyaman dirasa, dia pun kemudian berdoa, memohon kepada Allah untuk memberinya sepeda motor yang bisa dimiliki tanpa melalui jalan ribawi.

“Bahasan tentang dosa riba yang begitu besar, bahkan hingga bisa membuat hidup keluarga tidak tenang, membuat saya berfikir keras, ‘apakah ini salah satu penyebab hidup saya tidak tenang dengan keluarga selama ini?’ Hijrahlah, maka Allah akan mencukupkan, ini selalu terngiang. Ketika pulang kerja, di atas motor saya membatin, ‘Ya Allah, berilah saya motor lagi, saya ingin lepas dari riba,’” kisahnya yang disampaikan lewat Whatsapp, Selasa (1/3/2016) malam.

Dalam keadaan galau itu, suatu ketika seorang pengurus Mualaf Center Yogyakarta (MCY) berkata padanya bahwa ada orang yang akan mewakafkan sepeda motor untuk MCY (Mumtaza adalah komunitas muslimah MCY). Padahal waktu itu N belum pernah mengutarakan kegalauannya.

Mendengar kabar tersebut, N berpikir, mungkin ini rejeki dari Allah untuknya. Kemudian terbersitlah niat dalam hatinya untuk memulangkan motor kreditan yang dia punya. Dan dia pun mencoba mengutarakan kegalauan hati itu kepada pengurus MCY tersebut. Tapi hanya curhat, bukan bermaksud meminta sepeda motor wakaf itu. Ia berpikir, motor itu untuk kepentingan dakwah MCY, bukan untuk dia pribadi.

Namun ternyata Allah benar-benar memberi jawaban. Setelah mendengar curhatan N, pengurus tadi menyampaikan hal ini di kalangan aktivis dakwah. Dikatakannya bahwa ada saudaranya yang takut dosa riba dan ingin memulangkan motornya ke dealer. Dan ternyata, ada dua orang yang menyediakan diri menghibahkan motor untuk N. Kemudian diambillah salah satunya.

Lalu pada 17 Februari 2016 lalu N ditemani dua pengurus MCY mendatangi dealer untuk mengembalikan motornya. Seorang pegawai sempat merasa bingung apa maksudnya. Kemudian dia bertanya tentang prosedur pelunasan cicilan, padahal dia tidak akan melunasi karena tak punya uang. Dia hanya ingin mengembalikan tanpa menerima pengembalian uang angsuran. Namun dari pihak dealer berkata bahwa urusan keuangan berada di leasing.

Saat ini sepeda motor yang akan dihibahkan kepadanya masih dalam proses pengurusan STNK, dan belum bisa dia bawa. Padahal sehari-hari N membutuhkan sepeda motor untuk bekerja. Maka dia menunggu dulu sampai sepeda motor hibah bisa dipakainya, baru motor kreditan yang sudah diangsur 11 kali itu akan segera dipulangkan. Dia relakan uang angsurannya selama ini, demi terbebas dari ikatan riba yang sangat besar dosanya. (panjimas)



Berikut ini adalah sebagian kecil kutipan Al-Quran dan Hadits tentang riba

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat) bahwa sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Baqarah [2]: 275)


Ibnu Katsir rahimahullah berkata ketika menjelaskan ayat di atas,”Maksudnya, tidaklah mereka berdiri (dibangkitkan) dari kubur mereka pada hari kiamat kecuali seperti berdirinya orang yang kerasukan dan dikuasai setan.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/708)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah menjelaskan,”Para ulama berbeda pendapat tentang ayat ini. Apakah maksud ayat ini adalah mereka tidaklah bangkit dari kubur mereka pada hari kiamat kecuali dalam kondisi semacam ini, yakni bangkit dari kubur seperti orang gila atau kerasukan setan. Atau maksudnya adalah mereka tidaklah berdiri untuk bertransaksi riba (di dunia), (yaitu) mereka memakan harta riba seperti orang gila karena sangat rakus, tamak, dan tidak peduli halal maupun haramnya. Maka ini adalah kondisi (sifat) mereka (pelaku riba) di dunia. Yang benar, jika sebuah ayat mengandung dua kemungkinan makna, maka ditafsirkan kepada dua makna tersebut semuanya.” (Syarh Riyadhus Shalihin, 1/1907)



Islam menyeru umatnya agar menghindari hutang semaksimal mungkin.. 
jika ia mampu maka lakukan dengan membeli/membayar sesuatu dengan tunai atau menabung, 
atau mencari alternatif sesuatu yang diinginkannya tersebut yang lebih murah, namun tujuan/fungsinya sama bukan dengan memaksakan diri menicicil (kredit) yg saat ini dekat dengan ‪#‎riba‬
Maka dari itu setiap muslim wajib mempelajari ilmu-ilmu transaksi jual-beli/muamallah
agar kelak anak isterinya tidak terjerumus dosa dan siksa neraka..

jika tidak mampu maka sikap seorang muslim adalah bersabar & ikhtiar. 
Jangan membebani diri melebihi kemampuan. Ajarkanlah keluarga bergaya hidup sederhana. Jika tidak punya hutang sebelum ajal menjemput, Meski kelak ia akan masuk &didisiksa di neraka terlebih dahulu akibat dosa-dosa yg diperbuatnya semasa hidup di dunia, 
kelak pasti ia akan masuk surga setelah beberapa waktu karena tidak punya hutang, 

“Barangsiapa yang rohnya berpisah dari jasadnya dalam keadaan terbebas dari tiga hal, niscaya masuk surga: (pertama) bebas dari sombong, (kedua) dari khianat, dan (ketiga) dari tanggungan hutang.” (HR. Ibnu Majah II/806 no: 2412, dan At-Tirmidzi IV/138 no: 1573.).






 
Like us on Facebook