Baca Artikel Lainnya
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai konsumen pengguna transportasi taksi beraplikasi atau biasa disebut taksi online harus bisa menerima bahwa tidak ada lagi tarif murah pada GrabCar, Go-Car dan Uber. Hal ini karena telah ditetapkannya aturan tarif batas bawah dan atas taksi online.
Adapun aturan tersebut ditetapkan dalam Peraturan Menteri (PM) Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Salah satu aturan mengenai tarif yang ditetapkan untuk Wilayah I, Sumatera, Jawa dan Bali dengan tarif batas bawah sebesar Rp3.500 dan batas atasnya sebesar Rp6.000. Sementara untuk Wilayah II, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua tarif batas bawah sebesar Rp3.700 dan batas atasnya sebesar Rp6.500.
Wakil Ketua MTI Djoko Setijowarno mengatakan, sebenarnya masyarakat harus tahu jika tarif taksi online murah bisa menyebabkan banyak pengemudi online tidak bisa bertahan lama. Pasalnya, selama ini pengusaha online tidak memikirkan perimbangan antara tarif murah dengan jumlah armada dan demand.
Apalagi, kata Djoko, kebanyakan taksi online merupakan milik pribadi. Artinya, banyak beban yang ditanggung pengemudi mulai dari biaya operasi hingga perbaikan kendaraan.
"Dia butuh juga untuk hidup sehari-hari, kalau tarif itu terus murah maka dia tidak bisa penuhi kewajiban seperti pemeliharaan kendaraan dan lainnya. Jadi masyarakat juga harus tahu tidak ada tarif murah, supaya kualitas kendaraan juga bisa dijaga,"ujarnya saat dihubungi Okezone.
Djoko mengatakan, bila dibandingkan perhitungan pendapatan yang diberikan pengusaha online dengan konvensional, sistem konvensional sebenarnya lebih baik. Masih ada beberapa perusahaan yang memberikan gaji bulanan kepada mitra, sehinggga pengemudi mendapat kepastian pendapatan.
"Untuk yang online kan tidak seperti itu, jadi ketika tarif murah pengemudi sudah mulai mengeluh. Jika terus-menerus gak akan tahan lama pengemudinya. Jadi tarif online sedikit mahal kan untuk membantu pengemudinya,"ujarnya.
Menanggapi ditetapkannya tarif taksi online tersebut, Managing Director Grab Ridzki Kramdibrata mengatakan, Grab akan mengkaji kebijakan tersebut. Untuk sekarang, masih menunggu arahan Kementerian Perhubungan mengenaia tarif batas atas dan bawah.
"Kami mengkaji untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan demi memastikan bahwa para mitra pengemudi kami tetap mendapatkan penghasilan yang terbaik dengan menggunakan platform kami,"ujarnya saat dihubungi Okezone.
Ridzki menambahkan, Grab siap mengikuti aturan apapun yang ditetapkan pemerintah. Pasalnya, Grab berkomitmen untuk beroperasi dalam koridor hukum dan peraturan yang berlaku.
"Kami siap bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan untuk memastikan kepatuhan kami terhadap regulasi yang berlaku"tandasnya.
Mengutip keterangan Uber Indonesia yang diterima Okezone, Minggu (2/7/2017), Uber mengaku belum menerima salinan peraturan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat terkait batasan biaya perjalanan tersebut. Oleh karena itu, sampai saat ini belum dapat memberikan informasi lebih lanjut tentang implementasi seperti apa penerapan aturan batasan tarif atas dan bawah terhadap aplikasi Uber. Meski demikian, Uber tetap berkomitmen untuk terus berkoordinasi dan bekerja sama dengan pemerintah untuk memastikan manfaat penuh model bisnis dan aplikasi berbagi tumpangan seperti Uber dapat dirasakan oleh pengguna dan mitra pengemudi di Indonesia.
references by okezone, antara
Follow @A_BlogWeb
Wakil Ketua MTI Djoko Setijowarno mengatakan, sebenarnya masyarakat harus tahu jika tarif taksi online murah bisa menyebabkan banyak pengemudi online tidak bisa bertahan lama. Pasalnya, selama ini pengusaha online tidak memikirkan perimbangan antara tarif murah dengan jumlah armada dan demand.
Apalagi, kata Djoko, kebanyakan taksi online merupakan milik pribadi. Artinya, banyak beban yang ditanggung pengemudi mulai dari biaya operasi hingga perbaikan kendaraan.
"Dia butuh juga untuk hidup sehari-hari, kalau tarif itu terus murah maka dia tidak bisa penuhi kewajiban seperti pemeliharaan kendaraan dan lainnya. Jadi masyarakat juga harus tahu tidak ada tarif murah, supaya kualitas kendaraan juga bisa dijaga,"ujarnya saat dihubungi Okezone.
Djoko mengatakan, bila dibandingkan perhitungan pendapatan yang diberikan pengusaha online dengan konvensional, sistem konvensional sebenarnya lebih baik. Masih ada beberapa perusahaan yang memberikan gaji bulanan kepada mitra, sehinggga pengemudi mendapat kepastian pendapatan.
"Untuk yang online kan tidak seperti itu, jadi ketika tarif murah pengemudi sudah mulai mengeluh. Jika terus-menerus gak akan tahan lama pengemudinya. Jadi tarif online sedikit mahal kan untuk membantu pengemudinya,"ujarnya.
Menanggapi ditetapkannya tarif taksi online tersebut, Managing Director Grab Ridzki Kramdibrata mengatakan, Grab akan mengkaji kebijakan tersebut. Untuk sekarang, masih menunggu arahan Kementerian Perhubungan mengenaia tarif batas atas dan bawah.
"Kami mengkaji untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan demi memastikan bahwa para mitra pengemudi kami tetap mendapatkan penghasilan yang terbaik dengan menggunakan platform kami,"ujarnya saat dihubungi Okezone.
Ridzki menambahkan, Grab siap mengikuti aturan apapun yang ditetapkan pemerintah. Pasalnya, Grab berkomitmen untuk beroperasi dalam koridor hukum dan peraturan yang berlaku.
"Kami siap bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan untuk memastikan kepatuhan kami terhadap regulasi yang berlaku"tandasnya.
Mengutip keterangan Uber Indonesia yang diterima Okezone, Minggu (2/7/2017), Uber mengaku belum menerima salinan peraturan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat terkait batasan biaya perjalanan tersebut. Oleh karena itu, sampai saat ini belum dapat memberikan informasi lebih lanjut tentang implementasi seperti apa penerapan aturan batasan tarif atas dan bawah terhadap aplikasi Uber. Meski demikian, Uber tetap berkomitmen untuk terus berkoordinasi dan bekerja sama dengan pemerintah untuk memastikan manfaat penuh model bisnis dan aplikasi berbagi tumpangan seperti Uber dapat dirasakan oleh pengguna dan mitra pengemudi di Indonesia.
Komentar beragam pun muncul dari para pelanggan taksi online. Sebagian pengguna mengatakan akan tetap menggunakan taksi online karena kemudahan melalui aplikasi, pengguna lainnya berharap penetapan tarif baru membuat pelayanan taksi online maupun reguler menjadi lebih baik.
"Kalau saya, akan tetap naik (taksi online). Soalnya mobilitasnya lebih mudah dibanding harus nyetop kendaraan umum di pinggir jalan," kata Putri Indra seorang mahasiswi dari Bintaro, Minggu.
Ia juga mengatakan salah satu keunggulan taksi online adalah tarifnya yang sudah bisa diketahui melalui aplikasi, tetap lebih murah, dan faktor keamanan karena mengetahui identitas pengemudi taksi tersebut.
Riana, pengguna taksi online lainnya, mengatakan kenaikan tarif yang sudah ditetapkan itu diharapkan bisa meningkatkan pelayanan kepada konsumen.
"Saya sudah tahu kenaikan tarif ini dari tiga bulan lalu, tapi sebagai pengguna, yang diharapkan itu adalah pelayanan yang baik. Untuk taksi reguler agar tidak kemahalan, taksi online harus meningkatkan layanan, mobilnya jangan bau rokok, jangan mengeluh macet di hadapan pelanggan karena itu risiko supir," kata Riana.
Lain halnya dengan Toni, pengguna taksi online yang belum mengetahui penetapan tarif baru mulai tanggal 1 Juli 2017.
"Lho memang sudah naik? Saya kira tadi lebih mahal karena masih musim liburan jadi banyak pengguna jasanya," kata Toni yang mengunakan taksi online dari Cileungsi ke pusat perbelanjaan Cibubur Junction, Minggu.
Driver Pesimistis
Jika para pengguna berharap penetapan tarif baru akan membuat pelayanan taksi menjadi lebih kompetitif, namun para driver taksi online justru cemas kesulitan mencari penumpang karena penerapan tarif batas bawah tersebut.
"Sekarang saja sudah agak susah nyari penumpang, beda jika dibandingkan pada awal-awal narik online," kata Eko, driver taksi online yang sedang menunggu penumpang di dekat Taman Bunga Wiladatika Cibubur, Minggu.
Eko mengatakan saat ini perusahaanya memang sudah menerapkan tarif Rp 3.500 per kilometer atau sesuai dengan tarif batas bawah sesuai yang ditetapkan. Namun ia mengatakan belum banyak penumpang yang mengetahui soal tarif batas bawah itu.
Ia juga berharap pemerintah tidak menyetarakan tarif bawah taksi online dengan taksi reguler atau kovensional.
"Kami ini ngurusin mobil sendiri, servis mobil sendiri, beda sama taksi yang punya pool, punya bengkel. Mohonlah jangan dimahalin lagi, kasian penumpang, kami juga jadi kesusahan cari penumpang," kata Eko.
Ali, pengemudi taksi online di Cibubur yang perusahaannya menerapkan tarif Rp4.000 per kilometer, mengatakan banyak penumpang yang mengeluh karena merasa tarif menjadi lebih mahal, padahal tarif itu telah diperkenalkan sejak tiga bulan lalu.
"Masih banyak penumpang yang mengeluh mahal, padahal ini masih lebih murah daripada taksi biasa yang sekali buka pintu (tarifnya) di atas Rp 5.000," kata dia.
Ali yang sebelumnya bekerja sebagai supir pribadi seorang dosen di kawasan Depok, juga berharap tarif taksi online tidak disejajarkan dengan taksi reguler agar tidak kesulitan mencari penumpang.
"Kalau saya, akan tetap naik (taksi online). Soalnya mobilitasnya lebih mudah dibanding harus nyetop kendaraan umum di pinggir jalan," kata Putri Indra seorang mahasiswi dari Bintaro, Minggu.
Ia juga mengatakan salah satu keunggulan taksi online adalah tarifnya yang sudah bisa diketahui melalui aplikasi, tetap lebih murah, dan faktor keamanan karena mengetahui identitas pengemudi taksi tersebut.
Riana, pengguna taksi online lainnya, mengatakan kenaikan tarif yang sudah ditetapkan itu diharapkan bisa meningkatkan pelayanan kepada konsumen.
"Saya sudah tahu kenaikan tarif ini dari tiga bulan lalu, tapi sebagai pengguna, yang diharapkan itu adalah pelayanan yang baik. Untuk taksi reguler agar tidak kemahalan, taksi online harus meningkatkan layanan, mobilnya jangan bau rokok, jangan mengeluh macet di hadapan pelanggan karena itu risiko supir," kata Riana.
Lain halnya dengan Toni, pengguna taksi online yang belum mengetahui penetapan tarif baru mulai tanggal 1 Juli 2017.
"Lho memang sudah naik? Saya kira tadi lebih mahal karena masih musim liburan jadi banyak pengguna jasanya," kata Toni yang mengunakan taksi online dari Cileungsi ke pusat perbelanjaan Cibubur Junction, Minggu.
Driver Pesimistis
Jika para pengguna berharap penetapan tarif baru akan membuat pelayanan taksi menjadi lebih kompetitif, namun para driver taksi online justru cemas kesulitan mencari penumpang karena penerapan tarif batas bawah tersebut.
"Sekarang saja sudah agak susah nyari penumpang, beda jika dibandingkan pada awal-awal narik online," kata Eko, driver taksi online yang sedang menunggu penumpang di dekat Taman Bunga Wiladatika Cibubur, Minggu.
Eko mengatakan saat ini perusahaanya memang sudah menerapkan tarif Rp 3.500 per kilometer atau sesuai dengan tarif batas bawah sesuai yang ditetapkan. Namun ia mengatakan belum banyak penumpang yang mengetahui soal tarif batas bawah itu.
Ia juga berharap pemerintah tidak menyetarakan tarif bawah taksi online dengan taksi reguler atau kovensional.
"Kami ini ngurusin mobil sendiri, servis mobil sendiri, beda sama taksi yang punya pool, punya bengkel. Mohonlah jangan dimahalin lagi, kasian penumpang, kami juga jadi kesusahan cari penumpang," kata Eko.
Ali, pengemudi taksi online di Cibubur yang perusahaannya menerapkan tarif Rp4.000 per kilometer, mengatakan banyak penumpang yang mengeluh karena merasa tarif menjadi lebih mahal, padahal tarif itu telah diperkenalkan sejak tiga bulan lalu.
"Masih banyak penumpang yang mengeluh mahal, padahal ini masih lebih murah daripada taksi biasa yang sekali buka pintu (tarifnya) di atas Rp 5.000," kata dia.
Ali yang sebelumnya bekerja sebagai supir pribadi seorang dosen di kawasan Depok, juga berharap tarif taksi online tidak disejajarkan dengan taksi reguler agar tidak kesulitan mencari penumpang.
references by okezone, antara