Baca Artikel Lainnya
PPDB "Online" Kota Bekasi pada Jalur Zonasi Banyak yang Bermasalah
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Ali Fauzi mengatakan banyak siswa yang bermasalah pada jalur zonasi dalam pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online di Kota Bekasi.
“Warga yang di sini (datang ke Disdik) yang memang menggunakan jalur zonasi. Tidak lepas dari masalah NIK (Nomor Induk Kependudukan). NIK kadang bermasalah saat mau daftar,” ujar Ali saat diwawancarai di Gedung Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bekasi, Kamis (6/7/2017).
Ia melanjutkan dalam PPDB online tahun 2017/2018 mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) bahwa 60 persen siswa dari setiap sekolah, siswanya berasal dari lingkungan tersebut melalui jalur zonasi.
Ali menjelaskan, karena diprioritaskan untuk jalur zonasi kepada warga sekitar lingkungan sekolah, tentu saja warga harus sudah menyiapkan KK (Kartu Keluarga) dan NIK.
Baca: Kata Kadisdik Bekasi soal Nem yang Berubah Saat Daftar PPDB Online
Namun, ada beberapa data siswa yang masih bermasalah. Sementara, siswa yang mendaftar melalui jalur zonasi dipengaruhi oleh NIK yang menunjukkan domisili siswa berada di lingkungan sekolah atau tidak, dalam artian masih dalam satu kelurahan atau satu kecamatan.
“Saya kira sebetulnya ada juga beberapa warga yang kebetulan sudah punya NIK tapi pindah. Ketika dia pindah ke suatu daerah, ke kecamatan lain, atau kelurahan lain sehingga tidak melapor. Sehingga akhirnya tidak terdeteksi NIK-nya,” kata Ali.
Karena banyaknya NIK dan PIN siswa yang bermasalah, maka pendaftaran PPDB online di Kota Bekasi diperpanjang. Sehingga bagi siswa yang bermasalah pada NIK dan PIN dapat memperbaiki data ke Disdik Kota Bekasi.
Dewan Kritik Dinas Pendidikan Terkait Kisruh PPDB 2017 di Nunukan
Anggota DPRD Nunukan Kalimantan Utara meminta Dinas Pendidikan Kabupaten Nunukan menyelesaikan kisruh penerimaan peserta didik baru ( PPDB) SMA tahun ajaran 2017.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Nunukan Niko Hartono mengatakan, Kadisdik Kabupaten Nunukan seharusnya berkoordinasi dengan Diknas Provinsi untuk menyelesaikan permasalahan ratusan lulusan SMP yang tidak tertampung di SMA Negeri Nunukan.
"Seharusnya berkoordinasi dengan provinsi terkait masalah banyaknya siswa yang tidak tertampung di SMA Negeri. Bukan solusi jika memaksakan semua siswa SMP negeri masuk ke SMA Negeri dengan membuka kelas tambahan,” ujarnya Jumat (7/7/2017).
Saat ini, banyak lulusan SMP yang gagal mendaftar karena kurangnya sosialisasi sistem zonasi yang diberlakukan. Parahnya, Dinas Pendidikan Nunukan tidak memiliki data jumlah kelulusan siswa SMP tahun 2017.
Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, Dinas Pendidikan meminta sekolah negeri menambah kelas tambahan. Namun hal tersebut dinilai bukan solusi.
Kadisdik, sambung dia, kurang mengantisipasi membludaknya lulusan SMP yang mendaftar pada PPDB tahun 2017. “Seharunya Dinas Pendidikan sudah mengantisipasi berapa lulusan SMP yang bisa ditampung di SMA negeri. Mereka malah tidak punya data,” imbuhnya.
Sebelumnya, puluhan orangtua siswa di Kabupaten Nunukan menggelar demo memprotes pemberlakuan sistem zonasi pada PPDB tahun ajaran 2017 yang membuat anak mereka tidak diterima di SMA negeri.
Mereka menuntut pihak SMA negeri membuka kelas baru agar anak mereka bisa tertampung. Puluhan orangtua siswa tersebut enggan mendaftarkan anak mereka ke sekolah swasta karena minimnya guru serta tidak adanya peralatan laboratorium komputer dan perpustakaan.
Penolakan orangtua siswa mendaftarkan anaknya ke sekolah swasta, sambung Niko, harusnya menjadi tantangan Dinas Pendidikan untuk membantu sekolah swasta berkembang dan memiliki peralatan penunjang yang lengkap.
”Ini menjadi tantangan Dinas Pendidikan baik Kabupaten maupun provinsi untuk membantu sekolah swasta di Nunukan berkembang. Kalau memakasakan sekolah negeri, kapasitasnya sudah tidak mampu,” ucapnya.
Selain meningkatkan kualitas sekolah SMA swasta, Niko Hartono berharap Dinas Pendidikan Kabupaten Nunukan dan Provinsi membangun ruang kelas baru untuk menambah daya tampung SMA negeri.
Puluhan orangtua calon siswa SMA mengadu ke Lembaga Ombudsman (LO) DIY pada Kamis (6/7/2017) siang ini.
Mereka mengadukan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA yang dinilai tak adil.
Salah satu orang tua siswa, Wiwik Widayati mengaku kecewa lantaran anaknya tidak mendapat kuota di SMA negeri.
Ia mempermasalahkan pendaftaran yang bersamaan antara pendaftar reguler dengan pendaftar melalui jalur Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
Dituturkannya, dengan sistem kuota 20 persen untuk siswa miskin, tiap sekolah telah mengunci.
Ia menilai, sistem kuota 20 persen untuk siswa miskin tidak melihat pada kualitas siswa namun seolah hanya memaksakan kuota sehingga merugikan siswa reguler yang memiliki nilai UN tinggi karena tereliminasi.
"Anak saya nilai NEM UN-nya 354 tapi tidak bisa diterima di SMA 7, 11, dan 10, sedang siswa yang punya kartu sakti SKTM dengan nilai 263 bisa diterima di SMA 10, ini kan tidak adil," ungkapnya pada Kamis (6/7/2017).
Para orangtua saat ini panik, lantaran sebanyak 419 calon siswa tereliminasi dan tidak diterima di SMA Negeri Kota Yogyakarta.
Sedang bila mereka mencabut berkas secara online, mereka tidak bisa mendaftar SMA Negeri di daerah lain.
"Saya sudah coba ke SMA negeri di Sewon, Bantul tapi ternyata karena anak saya sudah daftar dan verifikasi di SMA Kota Yogyakarta, kami ditolak mendaftar ke sistem online di daerah," tutur orang tua siswa lainnya.
Puluhan orangtua siswa ini telah mencoba mengadu dan komplain ke Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY namun hasilnya nihil.
Mereka berharap bisa mendapat kejelasan dari dinas terkait karena mereka hanya mendapat kesempatan hingga sore ini.
Sementara itu Kepala LO DIY Sutrisnowait yang menerima aduan para orang tua siswa menyebut sedang mengkomunikasikan dnegan kepala Disdikpora DIY.
Dalam jangka pendek, LO DIY akan meminta klarifikasi terkait sistem PPDB online yang baru kali ini dipertanggung jawabkan oleh pemerintah tingkat provinsi.
Dugaan Kecurangan PPDB Dilaporkan Terjadi di 14 SMP di Bantul
Jumlah kasus dugaan kecurangan dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) di Kabupaten Bantul bertambah. Hingga Jumat (7/7/2017) Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY mendapatkan informasi dugaan kecurangan di PPDB 14 SMP di Bantul.
Menurut Kepala ORI Perwakilan DIY, Budhi Masthuri,pihaknya mendapatkan tambahan informasi tersebut dari sumber yang digali di lapangan dan tidak terdeteksi sejak awal, seperti diketahui ORI Perwakilan DIY melakukan pemantauan rutin PPDB dalam beberapa hari terakhir. Menurutnya kecurangan yang terjadi hampir sama.
"14 sekolah itu mengalami problem yang sama soal akurasi zonasi yang tidak sama pada surat keterangan lurah," kata Budhi, Jumat (7/7/2017).
Data jarak antara sekolah dengan tempat tinggal siswa atau rumah diduga disunat atau diperdekat. Ada dugaan hal ini dilakukan agar calon siswa bisa diterima melalui jalur zonasi yang akan memprioritaskan siswa yang paling dekat dengan sekolah. Meskipun ada kemungkinan juga karena ada kesalahan pengisian.
Adapun kuota untuk zonasi atau yang juga disebut jalur lingkungan sekolah ini adalah 30 persen dari daya tampung SMP tersebut.
14 sekolah itu menurut Budhi Masthuri antara lain berasal dari SMP di wilayah Banguntapan, Imogiri, Bantul dan Pandak. Dan belum diketahui berapa calon siswa yang melakukan kecurangan dan hal ini akan dilakukan penelusuran lebih lanjut.
ORI Perwakilan DIY juga akan berencana untuk menjadwalkan pertemuan dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Bantul pada Rabu pekan depan. Sementara itu pada Jumat (7/7/2017) tim dari ORI Perwakilan DIY melakukan pengumpulan data dan informasi pendalaman terkait dugaan manipulasi data zonasi di SMP N 1 Pandak.
Budhi Masthuri mengatakan tim meminta copy dari dokumen surat keterangan lurah mengenai jarak zonasi seluruh calon siswa jalur ini yakni 60 siswa. Pihaknya akan melakukan pengecekan terhadap dokumen tersebut secara sampling.
"Nanti kita bisa ambil sampel dari 60 dengan metode sederhana melalui maps google maps bis di cek," kata Budhi.
Website PPDB Jabar Lelet, Hari Terakhir Pendaftar SMA Negeri Panik
Hari keenam pada Sabtu (8/7/2017) adalah hari terakhir pendaftaran online calon siswa SMA Negeri dan SMK Negeri di wilayah Jawa Barat.
Banyak pendaftar (calon siswa) yang panik dan kalang kabut, terutama yang tergusur di pilihan pertama pada kemarin pagi, sementara di sekolah pilihan kedua namanya belum muncul di website PPDB Jabar.
Mereka mencoba mengadu ke 10 nomor di call center, namun sulit. 10 nomor itu bisa menyambung, tapi tidak ada yang mengangkat, sedang di luar area, ada pemberitahuan layanan yang menyatakan nomor sedang melayani, dan lainnya.
Alhasil, para siswa dan orang tua mereka buru-buru ke sekolah dan mengadukan nomornya yang ‘ketendhang’ di pilihan pertama, namun tidak muncul di SMA Negeri pilihan kedua.
Hal itu di antaranya diakui oleh Aya, yang mendaftar di SMAN 3 Depok. Dia Jumat menjelang siang, namanya sudah menghilang di sekolah pilihan pertama itu. Namun, ditunggu-tunggu, sampai malam, hingga pagi dan siang ini, belum juga muncul di SMAN 5 sebagai pilihan kedua. “Iya, nih, gimana. Ini kan hari terakhir, masak kayak gini, ya paniklah,” katanya.
Menurutnya, ternyata banyak juga calon siswa pendaftar yang mengalami seperti dirinya dan mengadu ke sekolahan. Sementara, pihak SMAN 3 Depok sebagai tempat mendaftar hanya menampung dan akan meneruskan pengaduan.
Dwi, salah seorang tua siswa mengaku heran dengan sistem online sekarang, bertele-tele, lelet, dan membuat resah para orang tua murid. Menurutnya, banyak orang tua mengadu ke sekolah itu, soalnya website PPDB Jabar sering error, dan data yang dikeluarkan lambat.
“Dari petugas di sekolah, dijelaskan bahwa kejadian ini bukan hanya di SMAN 3 Depok, tapi juga di SMA-SMAN Negeri lainnya. Kami minta ini pengelola pendaftaran bekerja yang bener. Dulu saja, waktu masih dikelola di tingkat Depok, semua lancar, ini dikelola Provinsi kok berantakan, dan dimana-mana banyak protes,” katanya.
Kondisi seperti ini juga membuat ketar-ketir para calon siswa yang namanya masih bertengger di SMAN yang nilainya di bawah SMAN 3, SMAN2, dan SMAN 8. Sebab, sekolah-sekolah yang NEM-nya lebih rendah akan jadi limpahan dari para pendaftran di sekolah-sekolah favorit tersebut.
Nama-nama yang masih bertengger di urutan bawah pada SMAN 11, SMAN 5, SMAN 12, SMAN 13, SMAN 10, dan lainnya, masih rawan tergusur oleh limpahan pendaftar yang tergusur dari sekolah favorit dengan NEM tinggi.
Sebab, kondisi keluaran data dari situs PPDB Jabar yang lelet itu, bisa jadi pada saat jam penutupan nanti nama-nama mereka masih terpampang, namun, saat pengumuman jangan-jangan dinyatakan sudah tidak ada, akibat leletnya sistem kerja situs PPDB Jabar
Salah satunya adalah permasalahan yang terjadi di Pekanbaru di mana sebuah sekolah disegel karena anak-anak yang tinggal di sekitar sekolah tidak diterima. Sedangkan yang jaraknya jauh diterima. Selain di Pekanbaru, di sejumlah tempat juga terjadi hal serupa.
Dari kasus ini, seorang pengamat pendidikan sekaligus penulis, Doni Koesoema menduga ada kesalahpahaman pemerintah daerah dalam menafsirkan Permendikbud tersebut.
"Kalau ada anak-anak di sekitar sekolah yang tidak diterima, ini pasti kesalahan dalam memahami Permendikbud tentang zonasi," katanya saat dihubungi Okezone, Selasa (11/7/2017).
Menurut dia, kesalahan dalam menafsirkan aturan PPDB membuat kriteria jarak hanya menjadi salah satu tolak ukur. "Makanya ada anak-anak yang jarak tinggalnya dekat sekolah tetap tidak diterima. Padahal aturannya jelas, zona dulu kriterianya, baru hal lain seperti rapor dan bakat siswa," imbuhnya.
Akibatnya, dugaan adanya permainan jual beli bangku tetap santer terdengar dalam PPDB 2017 ini. "Dugaan permainan menurut saya bisa saja ada, tapi tak bisa digeneralisir," ungkapnya.
Sementara itu, menurut Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemdikbud Hamid Muhammad, sistem zonasi yang tertuang Permendikbud bertujuan untuk menjamin para siswa yang kurang mampu.
"Kita akan pantau terus yang bermasalah itu. Kami juga menerjunkan asisten dari Kemdikbud untuk menyelesaikan segala persoalan PPDB," pungkasnya.
references by
kompas, tribun, pokotanews, okezone
Follow @A_BlogWeb
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Ali Fauzi mengatakan banyak siswa yang bermasalah pada jalur zonasi dalam pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online di Kota Bekasi.
“Warga yang di sini (datang ke Disdik) yang memang menggunakan jalur zonasi. Tidak lepas dari masalah NIK (Nomor Induk Kependudukan). NIK kadang bermasalah saat mau daftar,” ujar Ali saat diwawancarai di Gedung Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bekasi, Kamis (6/7/2017).
Ali menjelaskan, karena diprioritaskan untuk jalur zonasi kepada warga sekitar lingkungan sekolah, tentu saja warga harus sudah menyiapkan KK (Kartu Keluarga) dan NIK.
Baca: Kata Kadisdik Bekasi soal Nem yang Berubah Saat Daftar PPDB Online
Namun, ada beberapa data siswa yang masih bermasalah. Sementara, siswa yang mendaftar melalui jalur zonasi dipengaruhi oleh NIK yang menunjukkan domisili siswa berada di lingkungan sekolah atau tidak, dalam artian masih dalam satu kelurahan atau satu kecamatan.
“Saya kira sebetulnya ada juga beberapa warga yang kebetulan sudah punya NIK tapi pindah. Ketika dia pindah ke suatu daerah, ke kecamatan lain, atau kelurahan lain sehingga tidak melapor. Sehingga akhirnya tidak terdeteksi NIK-nya,” kata Ali.
Karena banyaknya NIK dan PIN siswa yang bermasalah, maka pendaftaran PPDB online di Kota Bekasi diperpanjang. Sehingga bagi siswa yang bermasalah pada NIK dan PIN dapat memperbaiki data ke Disdik Kota Bekasi.
Dewan Kritik Dinas Pendidikan Terkait Kisruh PPDB 2017 di Nunukan
Anggota DPRD Nunukan Kalimantan Utara meminta Dinas Pendidikan Kabupaten Nunukan menyelesaikan kisruh penerimaan peserta didik baru ( PPDB) SMA tahun ajaran 2017.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Nunukan Niko Hartono mengatakan, Kadisdik Kabupaten Nunukan seharusnya berkoordinasi dengan Diknas Provinsi untuk menyelesaikan permasalahan ratusan lulusan SMP yang tidak tertampung di SMA Negeri Nunukan.
"Seharusnya berkoordinasi dengan provinsi terkait masalah banyaknya siswa yang tidak tertampung di SMA Negeri. Bukan solusi jika memaksakan semua siswa SMP negeri masuk ke SMA Negeri dengan membuka kelas tambahan,” ujarnya Jumat (7/7/2017).
Saat ini, banyak lulusan SMP yang gagal mendaftar karena kurangnya sosialisasi sistem zonasi yang diberlakukan. Parahnya, Dinas Pendidikan Nunukan tidak memiliki data jumlah kelulusan siswa SMP tahun 2017.
Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, Dinas Pendidikan meminta sekolah negeri menambah kelas tambahan. Namun hal tersebut dinilai bukan solusi.
Kadisdik, sambung dia, kurang mengantisipasi membludaknya lulusan SMP yang mendaftar pada PPDB tahun 2017. “Seharunya Dinas Pendidikan sudah mengantisipasi berapa lulusan SMP yang bisa ditampung di SMA negeri. Mereka malah tidak punya data,” imbuhnya.
Sebelumnya, puluhan orangtua siswa di Kabupaten Nunukan menggelar demo memprotes pemberlakuan sistem zonasi pada PPDB tahun ajaran 2017 yang membuat anak mereka tidak diterima di SMA negeri.
Mereka menuntut pihak SMA negeri membuka kelas baru agar anak mereka bisa tertampung. Puluhan orangtua siswa tersebut enggan mendaftarkan anak mereka ke sekolah swasta karena minimnya guru serta tidak adanya peralatan laboratorium komputer dan perpustakaan.
Penolakan orangtua siswa mendaftarkan anaknya ke sekolah swasta, sambung Niko, harusnya menjadi tantangan Dinas Pendidikan untuk membantu sekolah swasta berkembang dan memiliki peralatan penunjang yang lengkap.
”Ini menjadi tantangan Dinas Pendidikan baik Kabupaten maupun provinsi untuk membantu sekolah swasta di Nunukan berkembang. Kalau memakasakan sekolah negeri, kapasitasnya sudah tidak mampu,” ucapnya.
Selain meningkatkan kualitas sekolah SMA swasta, Niko Hartono berharap Dinas Pendidikan Kabupaten Nunukan dan Provinsi membangun ruang kelas baru untuk menambah daya tampung SMA negeri.
Puluhan orangtua calon siswa SMA mengadu ke Lembaga Ombudsman (LO) DIY pada Kamis (6/7/2017) siang ini.
Mereka mengadukan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA yang dinilai tak adil.
Salah satu orang tua siswa, Wiwik Widayati mengaku kecewa lantaran anaknya tidak mendapat kuota di SMA negeri.
Ia mempermasalahkan pendaftaran yang bersamaan antara pendaftar reguler dengan pendaftar melalui jalur Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
Dituturkannya, dengan sistem kuota 20 persen untuk siswa miskin, tiap sekolah telah mengunci.
Ia menilai, sistem kuota 20 persen untuk siswa miskin tidak melihat pada kualitas siswa namun seolah hanya memaksakan kuota sehingga merugikan siswa reguler yang memiliki nilai UN tinggi karena tereliminasi.
"Anak saya nilai NEM UN-nya 354 tapi tidak bisa diterima di SMA 7, 11, dan 10, sedang siswa yang punya kartu sakti SKTM dengan nilai 263 bisa diterima di SMA 10, ini kan tidak adil," ungkapnya pada Kamis (6/7/2017).
Para orangtua saat ini panik, lantaran sebanyak 419 calon siswa tereliminasi dan tidak diterima di SMA Negeri Kota Yogyakarta.
Sedang bila mereka mencabut berkas secara online, mereka tidak bisa mendaftar SMA Negeri di daerah lain.
"Saya sudah coba ke SMA negeri di Sewon, Bantul tapi ternyata karena anak saya sudah daftar dan verifikasi di SMA Kota Yogyakarta, kami ditolak mendaftar ke sistem online di daerah," tutur orang tua siswa lainnya.
Puluhan orangtua siswa ini telah mencoba mengadu dan komplain ke Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY namun hasilnya nihil.
Mereka berharap bisa mendapat kejelasan dari dinas terkait karena mereka hanya mendapat kesempatan hingga sore ini.
Sementara itu Kepala LO DIY Sutrisnowait yang menerima aduan para orang tua siswa menyebut sedang mengkomunikasikan dnegan kepala Disdikpora DIY.
Dalam jangka pendek, LO DIY akan meminta klarifikasi terkait sistem PPDB online yang baru kali ini dipertanggung jawabkan oleh pemerintah tingkat provinsi.
Dugaan Kecurangan PPDB Dilaporkan Terjadi di 14 SMP di Bantul
Jumlah kasus dugaan kecurangan dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) di Kabupaten Bantul bertambah. Hingga Jumat (7/7/2017) Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY mendapatkan informasi dugaan kecurangan di PPDB 14 SMP di Bantul.
Menurut Kepala ORI Perwakilan DIY, Budhi Masthuri,pihaknya mendapatkan tambahan informasi tersebut dari sumber yang digali di lapangan dan tidak terdeteksi sejak awal, seperti diketahui ORI Perwakilan DIY melakukan pemantauan rutin PPDB dalam beberapa hari terakhir. Menurutnya kecurangan yang terjadi hampir sama.
"14 sekolah itu mengalami problem yang sama soal akurasi zonasi yang tidak sama pada surat keterangan lurah," kata Budhi, Jumat (7/7/2017).
Data jarak antara sekolah dengan tempat tinggal siswa atau rumah diduga disunat atau diperdekat. Ada dugaan hal ini dilakukan agar calon siswa bisa diterima melalui jalur zonasi yang akan memprioritaskan siswa yang paling dekat dengan sekolah. Meskipun ada kemungkinan juga karena ada kesalahan pengisian.
Adapun kuota untuk zonasi atau yang juga disebut jalur lingkungan sekolah ini adalah 30 persen dari daya tampung SMP tersebut.
14 sekolah itu menurut Budhi Masthuri antara lain berasal dari SMP di wilayah Banguntapan, Imogiri, Bantul dan Pandak. Dan belum diketahui berapa calon siswa yang melakukan kecurangan dan hal ini akan dilakukan penelusuran lebih lanjut.
ORI Perwakilan DIY juga akan berencana untuk menjadwalkan pertemuan dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Bantul pada Rabu pekan depan. Sementara itu pada Jumat (7/7/2017) tim dari ORI Perwakilan DIY melakukan pengumpulan data dan informasi pendalaman terkait dugaan manipulasi data zonasi di SMP N 1 Pandak.
Budhi Masthuri mengatakan tim meminta copy dari dokumen surat keterangan lurah mengenai jarak zonasi seluruh calon siswa jalur ini yakni 60 siswa. Pihaknya akan melakukan pengecekan terhadap dokumen tersebut secara sampling.
"Nanti kita bisa ambil sampel dari 60 dengan metode sederhana melalui maps google maps bis di cek," kata Budhi.
Website PPDB Jabar Lelet, Hari Terakhir Pendaftar SMA Negeri Panik
Hari keenam pada Sabtu (8/7/2017) adalah hari terakhir pendaftaran online calon siswa SMA Negeri dan SMK Negeri di wilayah Jawa Barat.
Banyak pendaftar (calon siswa) yang panik dan kalang kabut, terutama yang tergusur di pilihan pertama pada kemarin pagi, sementara di sekolah pilihan kedua namanya belum muncul di website PPDB Jabar.
Mereka mencoba mengadu ke 10 nomor di call center, namun sulit. 10 nomor itu bisa menyambung, tapi tidak ada yang mengangkat, sedang di luar area, ada pemberitahuan layanan yang menyatakan nomor sedang melayani, dan lainnya.
Alhasil, para siswa dan orang tua mereka buru-buru ke sekolah dan mengadukan nomornya yang ‘ketendhang’ di pilihan pertama, namun tidak muncul di SMA Negeri pilihan kedua.
Hal itu di antaranya diakui oleh Aya, yang mendaftar di SMAN 3 Depok. Dia Jumat menjelang siang, namanya sudah menghilang di sekolah pilihan pertama itu. Namun, ditunggu-tunggu, sampai malam, hingga pagi dan siang ini, belum juga muncul di SMAN 5 sebagai pilihan kedua. “Iya, nih, gimana. Ini kan hari terakhir, masak kayak gini, ya paniklah,” katanya.
Menurutnya, ternyata banyak juga calon siswa pendaftar yang mengalami seperti dirinya dan mengadu ke sekolahan. Sementara, pihak SMAN 3 Depok sebagai tempat mendaftar hanya menampung dan akan meneruskan pengaduan.
Dwi, salah seorang tua siswa mengaku heran dengan sistem online sekarang, bertele-tele, lelet, dan membuat resah para orang tua murid. Menurutnya, banyak orang tua mengadu ke sekolah itu, soalnya website PPDB Jabar sering error, dan data yang dikeluarkan lambat.
“Dari petugas di sekolah, dijelaskan bahwa kejadian ini bukan hanya di SMAN 3 Depok, tapi juga di SMA-SMAN Negeri lainnya. Kami minta ini pengelola pendaftaran bekerja yang bener. Dulu saja, waktu masih dikelola di tingkat Depok, semua lancar, ini dikelola Provinsi kok berantakan, dan dimana-mana banyak protes,” katanya.
Kondisi seperti ini juga membuat ketar-ketir para calon siswa yang namanya masih bertengger di SMAN yang nilainya di bawah SMAN 3, SMAN2, dan SMAN 8. Sebab, sekolah-sekolah yang NEM-nya lebih rendah akan jadi limpahan dari para pendaftran di sekolah-sekolah favorit tersebut.
Nama-nama yang masih bertengger di urutan bawah pada SMAN 11, SMAN 5, SMAN 12, SMAN 13, SMAN 10, dan lainnya, masih rawan tergusur oleh limpahan pendaftar yang tergusur dari sekolah favorit dengan NEM tinggi.
Sebab, kondisi keluaran data dari situs PPDB Jabar yang lelet itu, bisa jadi pada saat jam penutupan nanti nama-nama mereka masih terpampang, namun, saat pengumuman jangan-jangan dinyatakan sudah tidak ada, akibat leletnya sistem kerja situs PPDB Jabar
PPDB Kacau dengan Sistem Zonasi hingga Dugaan "Jual Beli" Bangku
ebijakan zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2017 yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 17 Tahun 2017 menimbulkan permasalahan baru.Salah satunya adalah permasalahan yang terjadi di Pekanbaru di mana sebuah sekolah disegel karena anak-anak yang tinggal di sekitar sekolah tidak diterima. Sedangkan yang jaraknya jauh diterima. Selain di Pekanbaru, di sejumlah tempat juga terjadi hal serupa.
Dari kasus ini, seorang pengamat pendidikan sekaligus penulis, Doni Koesoema menduga ada kesalahpahaman pemerintah daerah dalam menafsirkan Permendikbud tersebut.
"Kalau ada anak-anak di sekitar sekolah yang tidak diterima, ini pasti kesalahan dalam memahami Permendikbud tentang zonasi," katanya saat dihubungi Okezone, Selasa (11/7/2017).
Menurut dia, kesalahan dalam menafsirkan aturan PPDB membuat kriteria jarak hanya menjadi salah satu tolak ukur. "Makanya ada anak-anak yang jarak tinggalnya dekat sekolah tetap tidak diterima. Padahal aturannya jelas, zona dulu kriterianya, baru hal lain seperti rapor dan bakat siswa," imbuhnya.
Akibatnya, dugaan adanya permainan jual beli bangku tetap santer terdengar dalam PPDB 2017 ini. "Dugaan permainan menurut saya bisa saja ada, tapi tak bisa digeneralisir," ungkapnya.
Sementara itu, menurut Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemdikbud Hamid Muhammad, sistem zonasi yang tertuang Permendikbud bertujuan untuk menjamin para siswa yang kurang mampu.
"Kita akan pantau terus yang bermasalah itu. Kami juga menerjunkan asisten dari Kemdikbud untuk menyelesaikan segala persoalan PPDB," pungkasnya.
references by
kompas, tribun, pokotanews, okezone