Baca Artikel Lainnya
Pelelehan es di Antartika bagian barat sudah tak bisa dihentikan, membawa konsekuensi pada kenaikan muka laut.
Dengan kecepatan pelelehan es selama ini, prediksi kenaikan muka laut yang disusun oleh Panel Antar-pemerintah pada Perubahan Iklim harus disesuaikan.
"Bagian besar dari lapisan es di Antartika Barat meleleh dan tak bisa kembali," kata Eric Rignot, profesor sistem kebumian di University of California, Irvine.
"Pelelehan tak bisa dihentikan," imbuhnya. Tak ada bukit besar di balik lapisan es yang bisa menahan air dari es yang meleleh untuk tak mengalir ke laut.
"Pelelehan ini akan memberikan dampak besar terhadap kenaikan muka laut di seluruh dunia," kata Rignot.
"Ini akan menaikkan muka laut hingga 1,2 meter atau 4 kaki," imbuhnya yang memublikasikan risetnya pada Geophysical Research Letters.
Studi Rignot merupakan salah satu hasil penelitian tentang pelelehan es di Antartika yang dirilis bersamaan pada Senin (12/5/2014).
Studi lain dilakukan oleh Ian Joughin dan dipublikasikan di jurnal Science. Keduanya melihat perubahan Antartika dan memprediksi tren pada masa depan dengan simulasi komputer.
Rignot, yang merupakan peneliti es kutub di Jet Propulsion Laboratory, menggali data satelit, mengamati dengan pesawat dan kapal, serta menyurvei langsung es Antartika.
Hasil riset mengungkap, pelelehan es di Pine Island melambat beberapa tahun terakhir. Namun, itu terjadi karena pelelehan cepat telah terjadi bertahun-tahun sebelumnya.
Di sisi lain, berdasarkan data sejak 2006, pelelehan di Thwaites berlangsung semakin cepat.Joughin, sesuai risetnya, menyatakan bahwa pelelehan es pada Thwaites bisa menyebabkan kenaikan muka air laut hingga 61 cm.
Kesimpulannya didasarkan pada data tren Antartika pada masa depan, ditambah dengan data radar yang memungkinkannya melihat batuan di bawah es.
Joughin, yang merupakan pakar es kutub dari University of Washington, mengatakan, pelelehan itu tak terelakkan. Es bisa meleleh semua dalam kurun waktu 200-1.000 tahun.
"Seluruh simulasi kami menunjukkan bahwa lelehnya es akan membuat muka air laut naik kurang dari 1 cm selama beberapa ratusan tahun, lalu boom, akan berlangsung cepat," katanya.
Prediksi kenaikan muka laut terkait perubahan iklim hingga saat ini belum menyertakan lelehnya es di Antartika.
Sridhar Anandakrishnan, profesor ilmu kebumian pada Pennsylvania State University, yang tak terlibat studi, mengatakan, hasil riset ini akan membuat PBB mengubah prediksi mereka.
Seperti dikutip AFP, Senin, ia mengatakan bahwa batas atas kenaikan muka laut sekitar 90 cm atau 3 kaki.
Semua proses yang memicu pelelehan es di Antartika, kata Anandakrishnan, terkait perubahan iklim. Perubahan iklim itu sendiri dipengaruhi oleh manusia, yang di antaranya menggunakan bahan bakar fosil.
references by http://adf.ly/mluhS
Follow @A_BlogWeb
Dengan kecepatan pelelehan es selama ini, prediksi kenaikan muka laut yang disusun oleh Panel Antar-pemerintah pada Perubahan Iklim harus disesuaikan.
"Bagian besar dari lapisan es di Antartika Barat meleleh dan tak bisa kembali," kata Eric Rignot, profesor sistem kebumian di University of California, Irvine.
"Pelelehan tak bisa dihentikan," imbuhnya. Tak ada bukit besar di balik lapisan es yang bisa menahan air dari es yang meleleh untuk tak mengalir ke laut.
"Pelelehan ini akan memberikan dampak besar terhadap kenaikan muka laut di seluruh dunia," kata Rignot.
"Ini akan menaikkan muka laut hingga 1,2 meter atau 4 kaki," imbuhnya yang memublikasikan risetnya pada Geophysical Research Letters.
Studi Rignot merupakan salah satu hasil penelitian tentang pelelehan es di Antartika yang dirilis bersamaan pada Senin (12/5/2014).
Studi lain dilakukan oleh Ian Joughin dan dipublikasikan di jurnal Science. Keduanya melihat perubahan Antartika dan memprediksi tren pada masa depan dengan simulasi komputer.
Rignot, yang merupakan peneliti es kutub di Jet Propulsion Laboratory, menggali data satelit, mengamati dengan pesawat dan kapal, serta menyurvei langsung es Antartika.
Hasil riset mengungkap, pelelehan es di Pine Island melambat beberapa tahun terakhir. Namun, itu terjadi karena pelelehan cepat telah terjadi bertahun-tahun sebelumnya.
Di sisi lain, berdasarkan data sejak 2006, pelelehan di Thwaites berlangsung semakin cepat.Joughin, sesuai risetnya, menyatakan bahwa pelelehan es pada Thwaites bisa menyebabkan kenaikan muka air laut hingga 61 cm.
Kesimpulannya didasarkan pada data tren Antartika pada masa depan, ditambah dengan data radar yang memungkinkannya melihat batuan di bawah es.
Joughin, yang merupakan pakar es kutub dari University of Washington, mengatakan, pelelehan itu tak terelakkan. Es bisa meleleh semua dalam kurun waktu 200-1.000 tahun.
"Seluruh simulasi kami menunjukkan bahwa lelehnya es akan membuat muka air laut naik kurang dari 1 cm selama beberapa ratusan tahun, lalu boom, akan berlangsung cepat," katanya.
Prediksi kenaikan muka laut terkait perubahan iklim hingga saat ini belum menyertakan lelehnya es di Antartika.
Sridhar Anandakrishnan, profesor ilmu kebumian pada Pennsylvania State University, yang tak terlibat studi, mengatakan, hasil riset ini akan membuat PBB mengubah prediksi mereka.
Seperti dikutip AFP, Senin, ia mengatakan bahwa batas atas kenaikan muka laut sekitar 90 cm atau 3 kaki.
Semua proses yang memicu pelelehan es di Antartika, kata Anandakrishnan, terkait perubahan iklim. Perubahan iklim itu sendiri dipengaruhi oleh manusia, yang di antaranya menggunakan bahan bakar fosil.