Baca Artikel Lainnya
Setelah disahkannya Perppu kebiri menjadi Undang-undang Perlindungan Anak oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Rabu (12/10/2016), Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tetap meminta tidak menjadi eksekutor langsung.
“Sebabnya, tindakan itu bertentangan dengan kode etik dan sumpah profesi dokter,” kata Sekretaris Jenderal IDI Adib Khumaidi, Kamis (13/10/2016).
Menurutnya, IDI tidak bermaksud menolak sebuah produk konstitusi, tetapi kendalanya ialah profesi dokter terlibat sebagai eksekutor atau algojonya. Sebab itu, lanjut Adib, dalam aturan teknis yang akan digodok pemerintah melalui peraturan pemerintah (PP), IDI meminta aspirasi para dokter didengar.
Meski menolak, tapi IDI mengapresiasi UU Pemberatan Hukuman bagi pelaku kejahatan seksual.
Terkait mekanismenya, apakah ada petugas khusus yang dilatih, menurut Adib, perlu ada pembicaraan lebih lanjut.
“Kami harapkan di PP diatur teknisnya, mungkin kita akan lebih terlibat saat pascakebiri, yakni rehabilitasi. Di situ dokter berperan sebagai tenaga pelayanan medis. Ini mohon aspirasi dari profesi dokter bisa disalurkan jangan sampai teman-teman kami terjebak dilema kode etik dan sumpah dokter,” ujar Adib, dikutip dari Media Indonesia.
Sementara itu Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Pribudiarta Nur Sitepu menegaskan, tidak ada alasan bagi siapa pun termasuk IDI untuk menolak amanat UU tersebut. Apalagi, tugas itu merupakan bagian dari kontribusi di dalam upaya penegakan hukum.
“Ada dua kewajiban dokter, yakni medis (untuk pengobatan), dan terkait medical legal. Artinya, dokter juga berkewajiban sebagai pelaksana hukum. Contohnya, dalam kasus hukuman mati, seorang dokter dilibatkan guna memastikan terpidana sudah meninggal secara medis atau belum. Demikian halnya dengan teknis hukuman kebiri yang akan dilakukan oleh dokter,” jelasnya.
Menurut Pri, yang masih perlu diperhatikan ialah dampak pemberian hukuman kebiri tidak hanya dari kesehatan fisik, tetapi juga secara mental. Seyogianya, seusai disuntik kebiri, pelaku direhabilitasi mental maksimal selama dua tahun.
DPR mengesahkan Perppu Nomor 1 tahun 2016 tentang perlindungan anak menjadi undang-undang.
Di dalam undang-undang baru itu, salah satu hukuman bagi pelaku kekerasan seksual adalah kebiri kimia. Namun, apa yang dimaksud dengan kebiri kimia?
Untuk mengetahuinya saya menjumpai Nugroho Setiawan, dokter spesialis andrologi di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Jakarta Selatan.
Apa yang dimaksud dengan kebiri kimia?
Kebiri kimia adalah penyuntikan zat anti-testosteron ke tubuh pria untuk menurunkan kadar hormon testosteron, yang sebagian besar diproduksi sel lydig di dalam buah zakar.
“Testosteron itu adalah hormon yang berperan dalam beragam fungsi, salah satunya fungsi seksual. Artinya, hormon testosteron berpengaruh pada gairah seksual seorang pria dan membantu penis seorang pria bisa ereksi,” kata dokter Nugroho.
Masuknya zat anti-testosteron ke dalam tubuh, menurut dokter Nugroho, praktis membuat gairah seksual menurun.
Bagaimana cara kerja zat anti-testosteron?
Saat zat anti-testosteron disuntikkan ke dalam tubuh, zat tersebut akan memicu reaksi berantai di otak dan testis.
Ketua MUI, KH Ma'ruf Amin mengaku pihaknya belum membaca naskah undang-undang tersebut. Tapi dalam Islam ada hukum had (yang sudah ditentukan) dan ada hukum ijtihadi untuk membuat jera (ta'zir).
''Membuat jera ini tidak tertulis, tapi boleh dibuat untuk menegakkan hukum. Kami lihat kebiri adalah bagian ijtihadi untuk membuat jera walau tidak ada nash yang menyebutkan,'' ungkap Kiai Ma'ruf di Kantor MUI, Kamis (13/10).
DPR RI telah mengesahkan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Perppu Kebiri menjadi undang-undang pada Rabu (12/10).
Anjing dikebiri dengan dua cara. Pertama yaitu kastrasi tertutup atau pengebirian dengan cara mengikat saluran yang menuju testes, sehingga sel-sel jantan mati.
Kedua, kastrasi terbuka. Melalui cara ini, anjing dikebiri dengan melakukan pembedahan untuk mengeluarkan testes anjing, yang kemudian dipotong.
Sedangkan kebiri pada manusia atau pemerkosa anak, dilakukan dengan cara menyuntikkan bahan kimia di bagian kelamin.
“Penyuntikan ini berefek pada matinya sel kelamin manusia,” kata Yasonna.
Deputi 6 Kesra Kemenko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan, Sujatmiko, membenarkan hal itu.
“Teknik penyuntikan, caranya, siapa yang menyuntik, suntikannya apa, itu Kementerian Kesehatan akan mengeluarkan PP,” ujarnya.
refernces by kbknews.id, bbnews,
Follow @A_BlogWeb
“Sebabnya, tindakan itu bertentangan dengan kode etik dan sumpah profesi dokter,” kata Sekretaris Jenderal IDI Adib Khumaidi, Kamis (13/10/2016).
Menurutnya, IDI tidak bermaksud menolak sebuah produk konstitusi, tetapi kendalanya ialah profesi dokter terlibat sebagai eksekutor atau algojonya. Sebab itu, lanjut Adib, dalam aturan teknis yang akan digodok pemerintah melalui peraturan pemerintah (PP), IDI meminta aspirasi para dokter didengar.
Meski menolak, tapi IDI mengapresiasi UU Pemberatan Hukuman bagi pelaku kejahatan seksual.
Terkait mekanismenya, apakah ada petugas khusus yang dilatih, menurut Adib, perlu ada pembicaraan lebih lanjut.
“Kami harapkan di PP diatur teknisnya, mungkin kita akan lebih terlibat saat pascakebiri, yakni rehabilitasi. Di situ dokter berperan sebagai tenaga pelayanan medis. Ini mohon aspirasi dari profesi dokter bisa disalurkan jangan sampai teman-teman kami terjebak dilema kode etik dan sumpah dokter,” ujar Adib, dikutip dari Media Indonesia.
Sementara itu Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Pribudiarta Nur Sitepu menegaskan, tidak ada alasan bagi siapa pun termasuk IDI untuk menolak amanat UU tersebut. Apalagi, tugas itu merupakan bagian dari kontribusi di dalam upaya penegakan hukum.
“Ada dua kewajiban dokter, yakni medis (untuk pengobatan), dan terkait medical legal. Artinya, dokter juga berkewajiban sebagai pelaksana hukum. Contohnya, dalam kasus hukuman mati, seorang dokter dilibatkan guna memastikan terpidana sudah meninggal secara medis atau belum. Demikian halnya dengan teknis hukuman kebiri yang akan dilakukan oleh dokter,” jelasnya.
Menurut Pri, yang masih perlu diperhatikan ialah dampak pemberian hukuman kebiri tidak hanya dari kesehatan fisik, tetapi juga secara mental. Seyogianya, seusai disuntik kebiri, pelaku direhabilitasi mental maksimal selama dua tahun.
DPR mengesahkan Perppu Nomor 1 tahun 2016 tentang perlindungan anak menjadi undang-undang.
Di dalam undang-undang baru itu, salah satu hukuman bagi pelaku kekerasan seksual adalah kebiri kimia. Namun, apa yang dimaksud dengan kebiri kimia?
Untuk mengetahuinya saya menjumpai Nugroho Setiawan, dokter spesialis andrologi di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Jakarta Selatan.
Apa yang dimaksud dengan kebiri kimia?
Kebiri kimia adalah penyuntikan zat anti-testosteron ke tubuh pria untuk menurunkan kadar hormon testosteron, yang sebagian besar diproduksi sel lydig di dalam buah zakar.
“Testosteron itu adalah hormon yang berperan dalam beragam fungsi, salah satunya fungsi seksual. Artinya, hormon testosteron berpengaruh pada gairah seksual seorang pria dan membantu penis seorang pria bisa ereksi,” kata dokter Nugroho.
Masuknya zat anti-testosteron ke dalam tubuh, menurut dokter Nugroho, praktis membuat gairah seksual menurun.
Bagaimana cara kerja zat anti-testosteron?
Saat zat anti-testosteron disuntikkan ke dalam tubuh, zat tersebut akan memicu reaksi berantai di otak dan testis.
UU Kebiri, MUI : Kebiri Bagian Ijtihad Membuat Jera
Menanggapi Undang-undang kebiri yang telah disahkan DPR RI pekan ini, Majelis Ulama Indonesia menilai undang-undang ini bagian ijtihad membuat pelaku kekerasan seksual pada anak menjadi jera.Ketua MUI, KH Ma'ruf Amin mengaku pihaknya belum membaca naskah undang-undang tersebut. Tapi dalam Islam ada hukum had (yang sudah ditentukan) dan ada hukum ijtihadi untuk membuat jera (ta'zir).
''Membuat jera ini tidak tertulis, tapi boleh dibuat untuk menegakkan hukum. Kami lihat kebiri adalah bagian ijtihadi untuk membuat jera walau tidak ada nash yang menyebutkan,'' ungkap Kiai Ma'ruf di Kantor MUI, Kamis (13/10).
DPR RI telah mengesahkan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Perppu Kebiri menjadi undang-undang pada Rabu (12/10).
Begini Teknis Hukuman Kebiri Kimia Bagi Penjahat Kelami
Menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Yasonna Laoly, cara mengebiri manusia atau pelaku perkosaan anak, berbeda dengan mengebiri binatang semisal anjing.Anjing dikebiri dengan dua cara. Pertama yaitu kastrasi tertutup atau pengebirian dengan cara mengikat saluran yang menuju testes, sehingga sel-sel jantan mati.
Kedua, kastrasi terbuka. Melalui cara ini, anjing dikebiri dengan melakukan pembedahan untuk mengeluarkan testes anjing, yang kemudian dipotong.
Sedangkan kebiri pada manusia atau pemerkosa anak, dilakukan dengan cara menyuntikkan bahan kimia di bagian kelamin.
“Penyuntikan ini berefek pada matinya sel kelamin manusia,” kata Yasonna.
Deputi 6 Kesra Kemenko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan, Sujatmiko, membenarkan hal itu.
“Teknik penyuntikan, caranya, siapa yang menyuntik, suntikannya apa, itu Kementerian Kesehatan akan mengeluarkan PP,” ujarnya.
refernces by kbknews.id, bbnews,