Baca Artikel Lainnya
Berbicara mengenai patahan, tentunya kita akan teringat pada salah satu adegan di film ‘San Andreas’ di mana patahan San Andreas meluluhlantakkan California, Amerika Utara. Dalam adegan tersebut, pergeseran yang terjadi antara Lempeng Pasifik dan Lempeng Amerika Utara menimbulkan gempa bumi yang sangat kuat dan mengakibatkan ratusan ribu bangunan rusak berat, jembatan terputus, jalanan aspal terbelah, ratusan gedung tinggi roboh serta puluhan ribu orang tewas dan terluka.
Meski hanya sebatas film dan berangkat dari cerita fiktif, dampak dari pergeseran patahan dalam dunia nyata memang bukan isapan jempol belaka. Seperti salah satu patahan aktif yang juga dimiliki oleh Indonesia, yakni Patahan Lembang, Provinsi Jawa Barat.
Patahan (sesar) adalah fraktur planar atau diskontinuitas dalam volume batuan, di mana telah ada perpindahan signifikan sebagai akibat dari gerakan massa batuan. Sesar-Sesar berukuran besar di kerak bumi merupakan hasil dari aksi gaya lempeng tektonik , dengan yang terbesar membentuk batas-batas antara lempeng, seperti zona subduksi atau sesar transform. Energi yang dilepaskan menyebabkan gerakan yang cepat pada sesar aktif yang merupakan penyebab utama gempa bumi. Menurut ilmu geofisika, patahan terjadi ketika batuan mengalami tekanan dan suhu yang rendah sehingga sifatnya menjadi britlle (rapuh).
Patahan Lembang merupakan retakan sepanjang 22 kilometer, melintang jauh dari timur ke barat. Berawal di kaki Gunung Manglayang di sebelah timur dan menghilang sebelum kawasan perbukitan kapur Padalarang di bagian barat.
Patahan lembang berada tepat di antara Gunung Tangkubanparahu dan dataran Bandung yang indah sehingga membentuk dua blok, utara dan selatan. Sebuah dinding raksasa sepanjang 22 kilometer terbangun oleh naiknya permukaan tanah di blok selatan dan turunnya permukaan tanah di blok utara. ”Tembok” itu membentengi pemandangan orang di utara ke arah selatan. Gerakan blok batuan itulah yang mengirim gempa.
Meskipun banyak yang meragukan potensi gempa patahan lembang, namun peneliti dari Pusat Penelitian Geoteknologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Eko Yulianto, yakin potensi itu masih ada, salah satu alasannya adalah didasari dari rekam jejak sejarah yang mana patahan lembang pernah menggoyang bandung dengan kekuatan 6,8 skala Richter 2.000 tahun lalu dan berlanjut gempa 6,6 Richter yang terjadi sekitar 500 tahun lalu. Selain gempa besar itu, juga tercatat gempa lain berskala kecil dari tahun 1972, 1999, 2000, 2003, 2005, hingga 2011.
Sementara itu, berkaca dari gempa bumi Meksiko pada tahun 1985, gempa terletak di episentrum dangkal, kontur tanah didominasi endapan aluvial lembek lantaran Kota Meksiko terbentuk dari bekas danau purba yang telah dan gempa menerjang kota berpenduduk padat serta standar bangunan tidak mampu menahan gempa bumi hebat.
Berkaca pada gempa Meksiko
Semua kondisi di Kota Meksiko ini mirip halnya dengan Kota Bandung sekarang: Pertama, di sisi utara kota terdapat sesar atau patahan Lembang yang pusat gempanya relatif dangkal, hanya 10 kilometer.
Kedua, hamparan Kota Bandung semula juga dari sebuah danau purba yang mengering sekitar 16.000 tahun lalu. Ketiga, kawasan Bandung Raya adalah salah satu permukiman padat di Pulau Jawa. Keempat, standar bangunan tahan gempa di Bandung amatlah payah.
Ahli rekayasa gempa dari Institut Teknologi Bandung, Prof. Adang Surahman, mengatakan hanya 15 persen gedung rancangan insinyur di Bandung yang tahan gempa.
"Banyak masyarakat masih tidak tahu, dan memang biaya membangun rumah atau bangunan tahan gempa itu bisa tujuh persen lebih tinggi dari yang biasa," kata Adang.
Para ahli sepakat bahwa gempa dari sesar Lembang berpotensi melepaskan kekuatan maksimum antara 6,8 - 7 skala Richter.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada Agustus lalu menyebut saat gempa maksimum ini terjadi dan dikonversi ke dalam skala Mercalli—satuan untuk menakar dampak kerusakan secara kasat mata—kesimpulannya cukup mengejutkan.
"Secara umum, skala intensitas VII-VIII dapat mengakibatkan goncangan sangat kuat, dengan kerusakan sedang hingga berat," ucap wakil Bidang Geofisika BMKG, Muhammad Sadly.
Dalam skenario skala Mercalli ini, gempa dari patahan Lembang pada masa depan bakal menyebabkan kerusakan ringan pada bangunan dengan konstruksi kuat sekalipun. Pada beberapa bangunan, dinding tembok bisa rontok dari tulang.
Monumen dan menara akan roboh, yang artinya jaringan listrik dan komunikasi bisa terganggu. Pada bangunan sederhana non-struktural, seperti pemukiman penduduk, dampaknya adalah rusak berat atau ambruk.
Pergeseran rata-rata sesar Lembang mencapai 3 mm per tahun dan jika gempa terjadi maka wilayah pemukiman di Bandung Barat, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi dan Bandung akan terdampak.
Potensi kerusakan di Bandung Utara
Sesar Lembang memanjang horizontal 29 kilometer dari Bandung Barat hingga Kabupaten Bandung. Daerah yang dilintasinya termasuk Kecamatan Ngamprah, Cisarua, Parongpong, hingga Lembang. Total ada sekitar 500-an ribu penduduk.
Bayangkan jika episentrum gempa ini berpusat di titik paling barat, persis di Ngamprah. Saat gempa besar berombak, kerusakan hebat semula menjalar di Cikoneng, lalu merembet ke Kampung Muril Rahayu (Cisarua), dan kita akan menemui kisah Dadang Ratna di atas.
Retakan melaju ke arah Pasar Cibarukai dan Sekolah Polisi Negara Cisarua. Ia membelah urat jalan utama dari Cimahi ke Lembang, yakni Jalan Kolonel Masturi. Dari sini, retakan menembus Kampung Gandrung. Maka, hasilnya pasti belaka: akses informasi di sebagian Jawa Barat terganggu lantaran layanan saluran televisi mati total; ia merobohkan belasan menara transmisi televisi nasional di kawasan Kampung Gandrung.
Dari Kampung Gandrung, gelombang gempa melewati lembah Kertawangi, menembus Desa Panyairan (Parongpong). Di sini, saat gempa terjadi, Anda dapat melihat sebuah restoran favorit pasangan muda-mudi Bandung, bernama The Peak Resort Dinning, luluh lantak. Bangunan tiga lantai beraksen modern ini diprediksi tak akan mampu menahan guncangan sebab berdiri tepat di atas nadi getaran gempa.
Bergeser ke barat, patahan akan mengguncang kompleks perumahan elite bernama Graha Puspa. Meski tidak persis melewati kompleks perumahan itu, efek getarannya bisa kencang sebab gawir jalur utama sesar hanya beberapa meter di sebelah barat perumahan.
Di tengah ancaman besar ini, sekitar 80 meter dari patahan Lembang, ada sebuah kondotel mewah bernama Boutique Village Bandung Resort, bangunan pesiar 6 lantai dengan 149 kamar.
"Saya heran, kenapa diizinkan membangun kondotel di situ?" ucap Dr. Mudrik Rahmawan Daryono, peneliti Geoteknologi LIPI yang lima tahun terakhir meneliti seismologi sesar Lembang.
"Saya tidak tahu seberapa besar kapasitas bangunan kondotel itu menahan gempa. Yang jelas, karena dibangun dekat sesar, perencanaan anti-gempanya tidak boleh main-main," tambah Mudrik.
Dari Graha Puspa, mengikuti arah patahan ke barat, akan ditemui lokasi vital seperti Observatorium Bosscha, Sekolah Staff dan Komando TNI Angkatan Udara, dan Sekolah Kepemimpinan Polri. Pemukiman di sini relatif padat dan ada banyak lokasi wisata. Ancaman risikonya tinggi.
Meski Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah mengatur bahwa jalur patahan harus steril dari bangunan atau pemukiman penduduk, tetapi faktanya berbeda di lapangan.
Berdasarkan penelitian Geoteknologi LIPI, bila patahan Lembang retak secara mekanis, maka ada pergeseran vertikal sekitar 50 sentimeter. Ibaratnya, jika rumah Anda persis berada di tengah jalur retakan patahan Lembang, separuh rumah Anda naik sekitar 50 cm ketika gempa terjadi. Ia bikin konstruksi bangunan tidak stabil, terbelah, dan ambruk.
Selain retakan utama, dalam gempa, ada yang disebut conjugate fault alias retakan kecil bercabang. Retakan ini menyebabkan belasan rumah rusak akibat dinding terbelah dan beberapa kolam surut akibat airnya meresap ke dalam retakan. Inilah yang terjadi di Kampung Muril Rahayu, enam tahun silam, tempat Dadang Ratna bermukim.
Gempa dari sesar Lembang juga bakal memicu tanah longsor di seantero Bandung.
"Longsor biasanya tidak langsung terjadi, tapi dalam hitungan menit. Sehingga warga disarankan segera menjauhi sesar dan menjauhi lereng atau daerah yang berpotensi longsor jika merasakan gempa yang kuat," kata Peneliti dari Pusat Penelitian Mitigasi Bencana ITB, yang mendapat gelar PhD dari Universitas Nagoya, Rahma Hanifa.
Bandung lumpuh
Kawasan Kota Bandung yang dulu bekas danau purba berada pada titik paling rendah, yang kini lokasinya di Gedebage. Saat terjadi gempa, entah itu bersumber dari patahan Lembang, Cimandiri, Baribis, atau zona subduksi di Samudera Hindia, Gedebage bakal menerima goncangan lebih hebat ketimbang lokasi lain.
"Orang selalu beranggapan sesar Lembang hanya berimbas saja di Lembang. Dan menjadikan ancaman ini sebagai olokan. Ini tentu salah betul," ucap Kepala Sub Bidang Analisis Seismologi Teknik BMKG, Ariska Rudyanto.
Perambatan gelombang gempa sangat bergantung pada berat jenis dan struktur benda yang dilaluinya. Ibaratnya, kita menyimpan satu buku di atas balok kayu dan satu lagi di atas puding. Amplifikasi buku di atas puding tentu lebih besar ketimbang balok kayu yang materialnya lebih solid. Sebagai bekas danau purba, Kota Bandung memenuhi prasyarat ini.
Gempa seperti riak air, semakin jauh perambatan gelombang, kekuatan gempa semakin lemah. Jarak Kota Bandung hanya 3 kilometer dari jalur utama sesar. Ini cukup membuat aktivitas ibu kota Jawa Barat lumpuh bila terjadi gempa.
Dari hasil peta guncangan skenario BMKG mengenai daya rusak gempa Lembang, skalanya bisa mencapai VI dan VII. Namun, kata Ariska, peta BMKG ini tak bisa menggambarkan kondisi riil.
"Peta guncangan skenario yang dirilis BMKG memukul rata semua wilayah di Bandung, dengan ketinggian batuan yang sama. Itu masih analisis kasar," ucap Ariska.
Kondisi geologi permukaan wilayah di Kota Bandung bervariasi, dari endapan sangat lunak hingga batuan vulkanik keras. Menurutnya, penting untuk melihat karakterisasi geologi permukaan guna mengidentifikasi tingkat kerentanan penguatan gelombang gempa.
Riset dari peneliti Pusat Survei Geologi ESDM, Marjiyono—yang melakukan mikrotremor di 97 titik di Kota Bandung pada 2011—menunjukkan bahwa faktor penguatan di Kota Bandung berkisar antara 2,1 hingga 17. Di Kawasan Asia-Afrika, penguatan berkisar 4,1. Sementara di Gedebage menjadi paling tinggi: 16,5. Artinya, meski sama-sama terhantam guncangan gempa 6,8 skala Richter, efek goyangan gempa di Gedebage sebesar 16,5 kali lipat lebih besar ketimbang penduduk Lembang.
Seperti apa efek goyangan gempa 17 kali lipat itu? Jika diubah ke dalam skala Mercalli, kesimpulannya adalah getaran gempa termasuk kategori ekstrem; potensi kerusakan sangatlah berat.
Ahli bumi yang meneliti Danau Bandung Purba, T. Bachtiar, membenarkan ancaman di Kawasan Gedebage.
"Titik terdalamnya dari gerbang Tol Buah Batu, memanjang terus ke timur sepanjang Jalan Soekarno-Hatta dan Tol Purbaleunyi. Di sana, ketebalan endapannya tinggi sekali," kata Bachtiar.
Namun, ancaman gempa Lembang tidak semata di Gedebage. Dengan skala Mercalli X - XI, beberapa wilayah lain terkena guncangan hebat. Daerah-daerah ini adalah Turangga, Lengkong, Babakan Surabaya, Cijagra, Pasir Luyu, Margacinta, Cisaranten Kulon, hingga sebelah selatan Ujung Berung, Cipadung, dan Cibiru. Menurut prediksi Bachtiar, korban akan lebih banyak di Cibiru.
"Cibiru itu selain dangkal juga padat," katanya.
Seperti apa skala Mercalli X-XI?
Gambaran mudahnya: rangka rumah Anda lepas dari pondasi, tanah terbelah, rel melengkung, tanah longsor pada tiap-tiap sungai, dan tanah longsor pada tanah-tanah yang curam.
Segelintir bangunan berdiri. Jembatan rusak. Pipa nyaris tak bisa berfungsi.
Gempa Lembang juga berpotensi longsor di kawasan Dago atas, Pasir Wangi, dan Cisurupan. Kebakaran besar bakal merembet di kawasan padat penduduk seperti Cicadas, Coblong, atau Taman Sari. Jembatan Pasupati bakal kerusakan parah—atau mungkin terbelah.
Kajian terbaru dari ITB memprediksi, jika patahan Lembang bergerak aktif, potensi kerugian ekonomi dari kerusakan bangunan bisa mencapai Rp51 triliun. Angka ini lebih besar ketimbang kerugian gempa Aceh 2004 yang ditaksir Rp48,6 triliun.
Hasil hitung-hitungan kasar: ada sekitar 2,5 juta rumah warga terkena dampak gempa, dengan rincian 1 juta unit rusak kecil, 1 juta rusak sedang, dan 500 ribu rusak total alias ambruk.
"Imbas dari gempa Lembang mungkin terasa sampai Jakarta dan sekitarnya, tapi efeknya tidak separah seperti di Bandung," ujar pakar gempa ITB, Irwan Meilano,
BMKG imbau pemerintah turun tangan
Sementara itu, data BMKG menyatakan adanya hasil kajian sesar aktif oleh beberapa ahli akhir-akhir ini. BMKG mengimbau pemerintah untuk memperhatikan peta rawan bencana sebelum merencanakan penataan ruang dan wilayah. Perlu ada upaya serius dari berbagai pihak dalam mendukung dan memperkuat penerapan building code dalam membangun struktur bangunan tahan gempa.
"Adanya hasil kajian potensi bencana, jangan sampai membuat masyarakat yang bermukim di dekat jalur sesar terus dicekam rasa khawatir. Warga harus meningkatkan kemampuan dalam memahami cara penyelamatan saat terjadi gempa dan mengikuti arahan pemerintah dalam melakukan evakuasi," kata Deputi Bidang Geofisika BMKG, Muhammad Sadly.
Sadly lantas mengimbau kepada masyarakat agar tetap tenang dan juga waspada. Ia juga mengaskan agar masyarakat tidak mudah terpancing isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
“Pastikan informasi gempabumi berasal dari lembaga resmi pemerintah dalam hal ini BMKG,” katanya.
Patahan lembang memang tak bisa dianggap remeh oleh siapa saja. Pemerintah dan masyarakat harus peka serta meningkatkan kewaspadaan demi mengurangi dampak yang ditimbulkan jika sewaktu-waktu terjadi pada patahan lempeng purba ini.
Dalam buku Gempa Bumi Indonesia, karya Sunarjo, M. Taufik Gunawan, dan Sugeng Pribadi pun disebutkan, sedikit bagian timur Kalimantan potensial terjadi gempa bumi. Hal ini dipengaruhi aktivitas lempeng Indo-Australia yang bergerak menyusup di bawah lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik bergerak ke arah barat.
Kondisi Jakarta pun hampir mirip. Di ibu kota negara ini, terdapat sesar di bawah Jakarta. Tapi, tertutup endapan yang usianya lebih muda.
“Sehingga tidak mudah diketahui keaktifannya. Perlu penelitian lebih detail lagi,” katanya.
Sedangkan Rini, yang aktif memperhatikan jumlah sesar baru sejak 2017 mengatakan, sesar baru itu salah satunya membentang di daerah Pantai Utara Jawa.
“Bandung juga wilayah padat, sehingga pergerakan sesar Lembang juga harus diperhatikan,” kata Rini. Rini menambahkan, selain sesar Lembang, sesar Semangko yang berada di Pulau Sumatra juga mesti menjadi perhatian.
Dari penelusuran ini, Kalimantan yang dianggap jarang terguncang gempa bumi, sebenarnya punya potensi itu. Hampir seluruh wilayah Indonesia terkepung sesar pemicu gempa bumi.
Hal yang harus dilakukan sekarang, barangkali membangun sebuah sistem untuk meminimalisir korban jiwa akibat gempa. Selain tak membangun gedung di zona merah bencana, seperti yang disebutkan Rini, perlu dipikirkan membangun konstruksi yang tahan getaran.
Selain itu, perlu dipikirkan perencanaan penempatan pemukiman agar tak padat penduduk di daerah rawan gempa, dan memberikan bekal pendidikan kepada masyarakat untuk mengetahui cara menyelamatkan diri saat terjadi gempa.
Wilayah cekungan Bandung tidak hanya memiliki Sesar atau Patahan Lembang yang sewaktu-waktu bisa memunculkan guncangan gempa. Pusat Survei Geologi mencatat ada empat patahan lain yang pernah bergerak sejak 1970-an dan sebagian menimbulkan kerusakan hunian penduduk.
Aneka patahan di wilayah cekungan Bandung itu terungkap dalam acara Geoseminar bertajuk "Patahan Lembang: Fakta dan Realita di Auditorium Badan Geologi Bandung" yang digelar, Jumat, 7 September 2018. "Patahan selain Sesar Lembang selama ini kurang terekspos, padahal itu ada dan aktif," kata Muchamad Wahyudiono peneliti gempa dari Pusat Survei Geologi.
Institusi itu sudah memetakan empat patahan lain selain Sesar Lembang. Penanda aktifnya berdasarkan data tiga stasiun pengamatan yang antara lain berada di daerah Ciparay dan Lembang. "Alat melaporkan pergerakannya dan sudah terekam sejak 1970-an," kata Wahyudiono.
Di sektor atau bagian tengah cekungan Bandung ada Sesar Cicalengka. Kemudian Sesar Jati di bagian barat, Sesar Gunung Geulis di selatan. Kemudian ada juga Sesar Ujungberung-Cileunyi.
Berdasarkan catatan riwayat gempanya, pergerakan sesar aktif itu pernah mengguncang daerah Tanjungsari Kabupaten Sumedang pada 1972 dan 2010. Kemudian gempa di daerah Gunung Halu dan Jati pada 2005, gempa Pangalengan 2016, gempa Sesar Lembang 1999 dan 2011.
Selain itu pernah muncul gempa Ujungberung 2011 dan gempa Cicalengka pada 2000 dan 2005. Peneliti gempa lain dari Pusat Survei Geologi, Asdani Soehaimi mengatakan, gempa Cicalengka bukan akibat pergerakan Sesar Lembang. "Keempat patahan itu besaran gempanya kurang dari magnitudo 4 atau maksimal 4,0," katanya usai acara. Menurut Asdani, warga diminta mewaspadai potensi gempa dari empat patahan itu selain dari Sesar Lembang.
Kekhawatiran akan gempa yang dahsyat di wilayah ini tentunya perlu diketahui oleh masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di sekitar cekungan Bandung. Menurut peneliti dari Kelompok Riset Cekungan Bandung T. Bachtiar menyebutkan, langkah yang konkret saat ini untuk mengantisipasi risiko gempa bumi dari Sesar Lembang adalah melakukan mitigasi sedini mungkin.
Menurutnya, masyarakat yang tinggal di cekungan Bandung harus paham dengan potensi gempa bumi yang sewaktu-waktu mengancam mereka.
“Masyarakat harus dilatih untuk mengatasi risiko gempa bumi. Salah satunya dengan memberikan pemahaman kepada anak-anak di sekolah untuk berlindung ketika ada gempa,” kata Bachtiar.Selain itu, ia berharap kepada pemerintah untuk membuat aturan soal perizinan mendirikan bangunan di kawasan rawan gempa. Karena, menurutnya, saat ini tata ruang di cekungan Bandung belum dirancang dengan standar sesuai wilayah rawan gempa.
“Untuk saat ini Pemda harus memperketat perizinan mendirikan bangunan. Jadi ketika membangun harus ada analisis dari ahli gempa. Untuk bangunan yang sudah berdiri sarannya harus memperkuat konstruksinya,” kata dia.
Sementara itu Peneliti Puslit Geoteknologi LIPI Adrin Tohari mengatakan, karakter geologi cekungan Bandung didominasi oleh tanah lengkung. Artinya, karakteristik tanah di wilayah cekungan Bandung bersifat gembur. Dengan kondisi seperti itu, apabila terjadi gempa, daya rusaknya akan tinggi.
“Tanah lengkung, lunak, akan menguatkan getaran. Perumpamaanya kita punya adonan kue yang masih basah kalau kita guncang maka di permukaan adonan itu akan kelihatn guncangan hebat. Kalau padat tidak akan keliatan ada guncangan besar,” ujar Adrin di Bandung.
Untuk itu, ia katakan, pemerintah daerah seharusnya menjadikan sejumlah penelitian mengenai potensi gempa di Cekungan Bandung sebagi acuan untuk menata ruang pemukiman.
“Pemda ketika kita menunjukan peta yang memberikan informasi adana ancaman gempa kemudian informasi percepatan gempa itu ada di peta itu. Maka itu bisa dijadikan basis untuk merevisi tata ruang mereka. Kemudian juga menghasilkan aturan juga untuk mengeluarkan IMB,” kata dia.
Bukan seberapa bahaya atau takut mati, Tapi Sudah cukupkah saldo Pahala dan Amal kita di Dunia dan sudah taatkah kita untuk mengikuti apa-apa yg diperintahkan ditaati ALLAH SWT ketika takdir kita harus meninggal akibat bencana?
references by rimanews, tepo, kumparan