Baca Artikel Lainnya
Jasa ojek sudah lazim dikenal masyarakat. Mengantar penumpang dengan
sepeda motor bermesin tentu tidak menguras dan membutuhkan banyak
tenaga. Tetapi hal ini menjadi berbeda bila ojek yang digunakan adalah
sepeda tanpa motor, seperti yang dijalani Husman (52).
Pria yang
berprofesi sebagai pengojek "sepeda ontel" di jalan Yos Sudarso, Koja,
Jakarta Utara itu, tentu merasakan beratnya mengayuh pedal sepeda ketika
mengais rejeki. Ditemui Kompas.com, tatkala tengah menanti penumpang, Husman mengaku menjalani profesi tersebut sejak lama.
"Sudah sepuluh tahun saya narik, dulu masih sih rame-ramenya
(penumpang)," kata Husman, Jumat (5/10/2012) sore. Demi rupiah, rasa
lelah dan pegal tak jadi beban bagi pria asal Tegal, Jawa Tengah itu.
Uang yang didapat tak lain untuk menafkahi keluarga, terutama bagi tiga
anaknya, yang dua di antaranya sudah duduk di bangku SMK dan SD,
sedangkan yang bungsu belum bersekolah.
Ditemani topi pudar
penutup kepalanya, Husman bercerita bahwa terkadang ia harus mencari
usaha sambilan untuk menambah penghasilannya ketika sepi penumpang.
Maklum saat ini penghasilannya terbilang tak banyak, bahkan tidak lagi
mencukupi untuk menghidupi keluarga.
"Sekarang saingannya banyak,
udah banyak ojek motor (bermesin), sama angkot. Orang-orang juga
sekarang sudah punya motor sendiri. Ya, kalo jaman dulu sih ojek sepeda
ontel nggak ada saingan." ujar Husman mengenang.
Pedal
sepeda yang dikayuh tidaklah ringan. Walaupun sudah biasa, rasa pegal
masih dirasakannya. Kadang perjalanan panjang harus ditempuh bila ada
penumpang dengan tujuan jauh. "Ya tergantung sewa, ada yang deket, ada
yang jauh. Kadang ada yang ke Terminal Priok, ke Rawa Badak, atau ke
Warakas. Kalau sewanya jauh ya bisa sampai 20 kiloan. Lumayan capek, namanya juga pake tenaga," ujarnya tersenyum.
Tak
jarang dalam satu hari Husman tidak mendapatkan penumpang. Trasportasi
modern membuat sepeda ontel yang ramah lingkungan itu perlahan mulai
ditinggalkan. Namun, Husman masih setia menarik sepeda milik bosnya itu.
Bertahun-tahun
menggowes sepeda, Husman akrab dengan padatnya lalu lintas ibukota.
"Pernah lagi macet, kendaraan yang di depan berhentinya mendadak. Saya
nabrak belakang motor. Enggak diomelin sih, cuma diplototin aja gitu," ceritanya disambut tawa.
Meski
penghasilannya sehari rata-rata hanya 10 ribu sampai 20 ribu, Husman
tetap mempunyai harapan. Ia berdoa agar rejeki yang diperoleh dapat
dipakai menyekolahkan anak-anaknya sehingga mereka memiliki masa depan
lebih baik. "Pengennya anak biar jadi orang, jangan kayak bapaknya," ujarnya sambil mengelus sepeda tuanya.
HARUSNYA PARA KORUPTOR ITU PADA SADAR...
UANG YANG MEREKA MAKAN ITU SEHARUSNYA UNTUK ORANG-ORANG KURANG BERUNTUNG...
BUKANNYA DIKORUPSI UNTUK MEMPERKAYA DIRI...
references by kompas