Baca Artikel Lainnya
Apakah boleh uang 1 juta rupiah
berwujud 10 lembar uang 100-an ribu, ditukar dengan uang pecahan lebih
kecil lima ribuan, tetapi nilainya hanya 950 ribu? atau uang 100 ribu dipecahkan/ditukarkan kemudian nilainya menjadi berkurang?
Umumnya para ulama kontemporer mengharamkan praktek ini, karena dianggap sama saja dengan praktek ribawi.
Riba itu ada dua macam bahkan lebih lengkapnya lagi kita dapat bagi menjadi tiga macam.
[Pertama] Riba Fadhl (riba karena adanya penambahan)
Keterangan mengenai riba fadhl terdapat dalam hadits berikut.
Para ulama telah menyepakati bahwa keenam komoditi (emas, perak, gandum, sya’ir, kurma dan garam) yang disebutkan dalam hadits di atas termasuk komoditi ribawi. Sehingga enam komoditi tersebut boleh diperjualbelikan dengan cara barter asalkan memenuhi syarat. Bila barter dilakukan antara komoditi yang sama -misalnya kurma dengan kurma, emas dengan emas, gandum dengan gandum-, maka akad tersebut harus memenuhi dua persyaratan.
Persyaratan pertama, transaksi harus dilakukan secara kontan (tunai). Sehingga penyerahan barang yang dibarterkan harus dilakukan pada saat terjadi akad transaksi dan tidak boleh ditunda seusai akad atau setelah kedua belah pihak yang mengadakan akad barter berpisah, walaupun hanya sejenak.
Misalnya, kurma kualitas bagus sebanyak 2 kg ingin dibarter dengan kurma lama sebanyak 2 kg pula, maka syarat ini harus terpenuhi. Kurma lama harus ditukar dan tanpa boleh ada satu gram yang tertunda (misal satu jam atau satu hari) ketika akad barter. Pembahasan ini akan masuk riba jenis kedua yaitu riba nasi’ah (riba karena adanya penundaan).
Persyaratan kedua, barang yang menjadi objek barter harus sama jumlah dan takarannya, walau terjadi perbedaan mutu antara kedua barang.
Misalnya, Ahmad ingin menukar emas 21 karat sebanyak 5 gram dengan emas 24 karat. Maka ketika terjadi akad barter, tidak boleh emas 24 karat dilebihkan misalnya jadi 7 gram. Jika dilebihkan, maka terjadilah riba fadhl.
Jika dua syarat di atas tidak terpenuhi, maka jual beli di atas tidaklah sah dan jika barangnya dimakan, berarti telah memakan barang yang haram.
Catatan:
Apakah riba hanya berlaku pada enam komoditi ribawi (yaitu emas, perak, gandum, sya’ir, kurma dan garam) atau bisa juga berlaku pada komoditi yang lain?
Menurut jumhur (mayoritas ulama), riba juga berlaku pada selain enam komoditi tadi. Komoditi lain berlaku hal yang sama jika memiliki kesamaan ‘illah (alasan). Namun para ulama berselisih mengenai apa ‘illah dari masing-masing komoditi. Yang jelas mereka sepakat bahwa emas dan perak memiliki kesamaan ‘illah. Sedangkan kurma, gandum, sya’ir dan garam juga memiliki kesamaan ‘illah tersendiri.
Di antara pendapat yang ada mengatakan bahwa alasan berlakunya riba pada emas dan perak adalah karena keduanya ditimbang, sedangkan empat komoditi lainnya adalah karena ditakar. Jadi setiap barang yang ditimbang dan ditakar, berlaku hukum riba fadhl. Inilah pendapat Hanafiyah dan Hambali. (Lihat Al Mughni, 7/495)
Pendapat yang lain mengatakan bahwa alasan berlakunya riba pada emas dan perak adalah karena keduanya merupakan alat tukar jual beli, sedangkan empat komoditi lainnya adalah karena sebagai makanan pokok yang dapat disimpan. Jadi setiap barang yang memiliki kesamaan seperti ini berlaku hukum riba fadhl semacam beras, jagung, dan sagu. Inilah pendapat Malikiyah. (Lihat Bidayatul Mujtahid, 7/182-183)
Pendapat yang lain mengatakan bahwa alasan berlakunya riba pada emas dan perak adalah karena keduanya adalah alat tukar jual beli, sedangkan komoditi lain adalah sebagai bahan makanan. Jadi setiap barang yang termasuk bahan makanan pokok atau bukan, berlaku pula hukum riba. Inilah pendapat Syafi’iyah dan salah satu pendapat Imam Ahmad. (Lihat Mughnil Muhtaj dan Al Mughni)
Sedangkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan juga salah satu pendapat dari Imam Ahmad berpendapat bahwa emas dan perak berlaku hukum riba karena keduanya adalah alat tukar jual beli, sedangkan empat komoditi lainnya adalah karena termasuk bahan makanan yang ditakar atau ditimbang.
Namun ada pendapat yang lebih bagus lagi sebagaimana yang dipilih oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin dalam Syarhul Mumthi’. Alasan berlakunya riba pada emas dan perak yaitu karena keduanya adalah emas dan perak, baik sebagai alat untuk jual beli atau tidak. Sedangkan empat komoditi lain termasuk komoditi riba karena merupakan bahan makanan yang ditakar atau ditimbang. Jadi jika kalung emas ingin ditukar dengan kalung emas –misalnya-, berlaku juga hukum riba, walaupun kalung bukan alat untuk jual beli.
Sebagaimana terdapat dalam hadits Fadholah bin ‘Ubaid Al Anshori, bahwa beliau pernah didatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat peperangan Khaibar. Fadholah ketika itu memiliki kalung yang terdapat permata dan emas. Kalung ini berasal dari ghonimah yang akan dijual. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memisahkan emas yang ada di kalung tersebut. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Lalu bagaimanakah dengan uang kertas (mata uang)? Apakah juga berlaku hukum riba?
Jawabannya: Iya,
keduanya dihukumi sama dengan emas dan perak. Sehingga ada beberapa ketentuan yang berlaku tatkala ingin menukar mata uang sebagaimana berlaku pada emas dan perak. Ketentuan tersebut adalah:
1. Tidak dibolehkan sama sekali untuk menukarkan uang kertas yang sama –seperti menukar rupiah dan rupiah- atau menukarkan uang kertas dengan yang beda jenis –seperti menukar dolar dan rupiah- dengan cara pembayaran diutang (kredit).
2. Tidak dibolehkkan untuk menukarkan uang yang sama dengan cara melebihkan sebagian dari yang lain, seperti menukarkan seratus ribu rupiah dengan seratus sepuluh ribu rupiah, ini tidak diperbolehkan.
3. Boleh menukarkan uang kertas yang berbeda jenis -misal dolar dan rupiah- dengan melebihkan salah satunya, asalkan dilakukan secara kontan (tunai). (Lihat penjelasan Fatwa Al Lajnah Ad Da’imah, 13/442, no. 3291)
Jalan Tengah
Bank Indonesia (BI) telah menyediakan jasa penukaran uang receh tanpa selisih. Kalau kita tukarkan uang 2 juta rupiah misalnya, maka yang akan kita terima tetap utuh 2 juta rupiah, tanpa selisih dan tanpa potongan apapun.
Dan biasanya menjelang lebaran, Bi menyiapkan pos-pos dan titik-titik tertentu yang telah disiapkan sebagai tempat penukaran uang gratis. Bahkan Bi sering bekerjasama dengan beberapa bank untuk jasa penukaran uang receh dengan gratisnya. Sekarang sudah jaman teknologi, kalian bisa hubungi sosial media Bank tersebut dimana Pos-Pos penukaran tersebut berada
Masalahnya, siapa kalau tidak punya waktu, atau tergolong orang yang sibuk untuk capek-capek antri di bank sekedar untuk dapat uang receh?
Jawabnya justru malah jadi jalan keluar. Kita boleh mengupah seseorang/teman.pembantu/ tetangga untuk mengerjakannya. Uang yang ditukar tidak mengalami perbedaan nilai. Tukar uang 2 juta rupiah dengan 2 juta rupiah juga. Lalu kita kasih upah buat orang yang kita suruh membantu kita melakukan penukaran, katakanlah untuk rezekinya sebagai biaya uang lelah dan waktunya yang terbuang karena harus antri.
Yang harus dicatat adalah akadnya harus dipastikan sebagai upah dan bukan uang kutipan atau uang catutan. Uang itu semata-mata imbalan atas jasa mengantri, mau meluangkan waktunya di tempat penukaran uang. Maka akadnya menjadi halal 100% tanpa keraguan.
Bisa juga persiapkan diri seminggu menjelang Idul Fitri, untuk menukarkan uang
Riba adalah termasuk salah satu dosa besar, Jauhilah jika ingin ketenangan hati jika kita sudah dijemput malaikat maut untuk mempertanggungjawabkannya di akhirat/Padang Mahsyar kelak..
Rasulullah shallahu ‘alahi wasallam juga bersabda,
Dalam hadits yang lain Nabi shallahu ‘alahi wasallam mengancam pelaku riba dengan lebih tegas, beliau bersabda,
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Hakim dan dishahihkan oleh beliau sendiri, dijelaskan,
“Bahwa satu dirham dari hasil riba jauh lebih besar dosanya daripada berzina 33 kali”.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad dengan sanad yang shahih dijelaskan,
“Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari hasil riba dan dia paham bahwa itu adalah hasil riba maka lebih besar dosanya daripada berzina 36 kali”.
“Allah melaknat orang yang memakan (pemakai) riba, orang yang memberi riba, dua orang saksi dan pencatat (dalam transaksi riba), mereka sama saja”. (HR. Muslim dan Ahmad)
Sejatinya praktik riba akan menghilangkan keberkahan pada diri seseorang, Umur, Rezeki, anak keturunan dan masih banyak lagi lainnya, silahkan tanya pada pengalaman orang-orang yang pernah terjerat riba.
Atau meski hartanya berlimpah di dunia, belum tentu diakhirat kelak, di dunia akan ada saja masalah datang silih berganti tiada henti entah sakit, kecelakaan, terjerat masalah, anak-anak menjadi nakal, dan lain-lain yang membuat hatinya tidak tenang.
Sejatinya hidup dijalan Allah SWT, dan hidup yang berkah cirinya adalah hati yang tenang, sukur dan hati yang cukup akan rezeki dari-Nya
references by
http://rumaysho.com/muamalah/riba-dalam-emas-dll-riba-fadhl-364.html
http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1375619227&title=tukar-uang-receh-menjelang-lebaran-ribakah
Follow @A_BlogWeb
Umumnya para ulama kontemporer mengharamkan praktek ini, karena dianggap sama saja dengan praktek ribawi.
[Pertama] Riba Fadhl (riba karena adanya penambahan)
Keterangan mengenai riba fadhl terdapat dalam hadits berikut.
الذَّهَبُ
بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ
وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ
بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ
زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ
فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ
“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum
dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan
sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka
jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai).
Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba.
Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya
sama-sama berada dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1584)
الذَّهَبُ
بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ
وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ
بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا
اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ
يَدًا بِيَدٍ
“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum
dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan
sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka
jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai).
Jika jenis barang tadi berbeda, maka silakan engkau membarterkannya
sesukamu, namun harus dilakukan secara kontan (tunai).” (HR. Muslim no. 1587)Para ulama telah menyepakati bahwa keenam komoditi (emas, perak, gandum, sya’ir, kurma dan garam) yang disebutkan dalam hadits di atas termasuk komoditi ribawi. Sehingga enam komoditi tersebut boleh diperjualbelikan dengan cara barter asalkan memenuhi syarat. Bila barter dilakukan antara komoditi yang sama -misalnya kurma dengan kurma, emas dengan emas, gandum dengan gandum-, maka akad tersebut harus memenuhi dua persyaratan.
Persyaratan pertama, transaksi harus dilakukan secara kontan (tunai). Sehingga penyerahan barang yang dibarterkan harus dilakukan pada saat terjadi akad transaksi dan tidak boleh ditunda seusai akad atau setelah kedua belah pihak yang mengadakan akad barter berpisah, walaupun hanya sejenak.
Misalnya, kurma kualitas bagus sebanyak 2 kg ingin dibarter dengan kurma lama sebanyak 2 kg pula, maka syarat ini harus terpenuhi. Kurma lama harus ditukar dan tanpa boleh ada satu gram yang tertunda (misal satu jam atau satu hari) ketika akad barter. Pembahasan ini akan masuk riba jenis kedua yaitu riba nasi’ah (riba karena adanya penundaan).
Persyaratan kedua, barang yang menjadi objek barter harus sama jumlah dan takarannya, walau terjadi perbedaan mutu antara kedua barang.
Misalnya, Ahmad ingin menukar emas 21 karat sebanyak 5 gram dengan emas 24 karat. Maka ketika terjadi akad barter, tidak boleh emas 24 karat dilebihkan misalnya jadi 7 gram. Jika dilebihkan, maka terjadilah riba fadhl.
Jika dua syarat di atas tidak terpenuhi, maka jual beli di atas tidaklah sah dan jika barangnya dimakan, berarti telah memakan barang yang haram.
Catatan:
Apakah riba hanya berlaku pada enam komoditi ribawi (yaitu emas, perak, gandum, sya’ir, kurma dan garam) atau bisa juga berlaku pada komoditi yang lain?
Menurut jumhur (mayoritas ulama), riba juga berlaku pada selain enam komoditi tadi. Komoditi lain berlaku hal yang sama jika memiliki kesamaan ‘illah (alasan). Namun para ulama berselisih mengenai apa ‘illah dari masing-masing komoditi. Yang jelas mereka sepakat bahwa emas dan perak memiliki kesamaan ‘illah. Sedangkan kurma, gandum, sya’ir dan garam juga memiliki kesamaan ‘illah tersendiri.
Di antara pendapat yang ada mengatakan bahwa alasan berlakunya riba pada emas dan perak adalah karena keduanya ditimbang, sedangkan empat komoditi lainnya adalah karena ditakar. Jadi setiap barang yang ditimbang dan ditakar, berlaku hukum riba fadhl. Inilah pendapat Hanafiyah dan Hambali. (Lihat Al Mughni, 7/495)
Pendapat yang lain mengatakan bahwa alasan berlakunya riba pada emas dan perak adalah karena keduanya merupakan alat tukar jual beli, sedangkan empat komoditi lainnya adalah karena sebagai makanan pokok yang dapat disimpan. Jadi setiap barang yang memiliki kesamaan seperti ini berlaku hukum riba fadhl semacam beras, jagung, dan sagu. Inilah pendapat Malikiyah. (Lihat Bidayatul Mujtahid, 7/182-183)
Pendapat yang lain mengatakan bahwa alasan berlakunya riba pada emas dan perak adalah karena keduanya adalah alat tukar jual beli, sedangkan komoditi lain adalah sebagai bahan makanan. Jadi setiap barang yang termasuk bahan makanan pokok atau bukan, berlaku pula hukum riba. Inilah pendapat Syafi’iyah dan salah satu pendapat Imam Ahmad. (Lihat Mughnil Muhtaj dan Al Mughni)
Sedangkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan juga salah satu pendapat dari Imam Ahmad berpendapat bahwa emas dan perak berlaku hukum riba karena keduanya adalah alat tukar jual beli, sedangkan empat komoditi lainnya adalah karena termasuk bahan makanan yang ditakar atau ditimbang.
Namun ada pendapat yang lebih bagus lagi sebagaimana yang dipilih oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin dalam Syarhul Mumthi’. Alasan berlakunya riba pada emas dan perak yaitu karena keduanya adalah emas dan perak, baik sebagai alat untuk jual beli atau tidak. Sedangkan empat komoditi lain termasuk komoditi riba karena merupakan bahan makanan yang ditakar atau ditimbang. Jadi jika kalung emas ingin ditukar dengan kalung emas –misalnya-, berlaku juga hukum riba, walaupun kalung bukan alat untuk jual beli.
Sebagaimana terdapat dalam hadits Fadholah bin ‘Ubaid Al Anshori, bahwa beliau pernah didatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat peperangan Khaibar. Fadholah ketika itu memiliki kalung yang terdapat permata dan emas. Kalung ini berasal dari ghonimah yang akan dijual. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memisahkan emas yang ada di kalung tersebut. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَزْنًا بِوَزْنٍ
“Jika emas ingin ditukar dengan emas, maka harus sama timbangannya.” (HR. Muslim no. 1591)Lalu bagaimanakah dengan uang kertas (mata uang)? Apakah juga berlaku hukum riba?
Jawabannya: Iya,
keduanya dihukumi sama dengan emas dan perak. Sehingga ada beberapa ketentuan yang berlaku tatkala ingin menukar mata uang sebagaimana berlaku pada emas dan perak. Ketentuan tersebut adalah:
1. Tidak dibolehkan sama sekali untuk menukarkan uang kertas yang sama –seperti menukar rupiah dan rupiah- atau menukarkan uang kertas dengan yang beda jenis –seperti menukar dolar dan rupiah- dengan cara pembayaran diutang (kredit).
2. Tidak dibolehkkan untuk menukarkan uang yang sama dengan cara melebihkan sebagian dari yang lain, seperti menukarkan seratus ribu rupiah dengan seratus sepuluh ribu rupiah, ini tidak diperbolehkan.
3. Boleh menukarkan uang kertas yang berbeda jenis -misal dolar dan rupiah- dengan melebihkan salah satunya, asalkan dilakukan secara kontan (tunai). (Lihat penjelasan Fatwa Al Lajnah Ad Da’imah, 13/442, no. 3291)
Jalan Tengah
Bank Indonesia (BI) telah menyediakan jasa penukaran uang receh tanpa selisih. Kalau kita tukarkan uang 2 juta rupiah misalnya, maka yang akan kita terima tetap utuh 2 juta rupiah, tanpa selisih dan tanpa potongan apapun.
Dan biasanya menjelang lebaran, Bi menyiapkan pos-pos dan titik-titik tertentu yang telah disiapkan sebagai tempat penukaran uang gratis. Bahkan Bi sering bekerjasama dengan beberapa bank untuk jasa penukaran uang receh dengan gratisnya. Sekarang sudah jaman teknologi, kalian bisa hubungi sosial media Bank tersebut dimana Pos-Pos penukaran tersebut berada
Masalahnya, siapa kalau tidak punya waktu, atau tergolong orang yang sibuk untuk capek-capek antri di bank sekedar untuk dapat uang receh?
Jawabnya justru malah jadi jalan keluar. Kita boleh mengupah seseorang/teman.pembantu/ tetangga untuk mengerjakannya. Uang yang ditukar tidak mengalami perbedaan nilai. Tukar uang 2 juta rupiah dengan 2 juta rupiah juga. Lalu kita kasih upah buat orang yang kita suruh membantu kita melakukan penukaran, katakanlah untuk rezekinya sebagai biaya uang lelah dan waktunya yang terbuang karena harus antri.
Yang harus dicatat adalah akadnya harus dipastikan sebagai upah dan bukan uang kutipan atau uang catutan. Uang itu semata-mata imbalan atas jasa mengantri, mau meluangkan waktunya di tempat penukaran uang. Maka akadnya menjadi halal 100% tanpa keraguan.
Bisa juga persiapkan diri seminggu menjelang Idul Fitri, untuk menukarkan uang
Riba adalah termasuk salah satu dosa besar, Jauhilah jika ingin ketenangan hati jika kita sudah dijemput malaikat maut untuk mempertanggungjawabkannya di akhirat/Padang Mahsyar kelak..
Rasulullah shallahu ‘alahi wasallam juga bersabda,
“Jauhilah tujuh dosa besar yang membawa kepada kehancuran,” lalu beliau sebutkan salah satunya adalah memakan riba.
(HR. al-Bukhari dan Muslim).
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. (QS. Al-Baqarah:279)
Dalam hadits yang lain Nabi shallahu ‘alahi wasallam mengancam pelaku riba dengan lebih tegas, beliau bersabda,
“Dosa riba memiliki 72 pintu, dan yang paling ringan adalah seperti seseorang berzina dengan ibu kandungnya sendiri.” (Shahih, Silsilah Shahihah no.1871)
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Hakim dan dishahihkan oleh beliau sendiri, dijelaskan,
“Bahwa satu dirham dari hasil riba jauh lebih besar dosanya daripada berzina 33 kali”.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad dengan sanad yang shahih dijelaskan,
“Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari hasil riba dan dia paham bahwa itu adalah hasil riba maka lebih besar dosanya daripada berzina 36 kali”.
“Allah melaknat orang yang memakan (pemakai) riba, orang yang memberi riba, dua orang saksi dan pencatat (dalam transaksi riba), mereka sama saja”. (HR. Muslim dan Ahmad)
Sejatinya praktik riba akan menghilangkan keberkahan pada diri seseorang, Umur, Rezeki, anak keturunan dan masih banyak lagi lainnya, silahkan tanya pada pengalaman orang-orang yang pernah terjerat riba.
Atau meski hartanya berlimpah di dunia, belum tentu diakhirat kelak, di dunia akan ada saja masalah datang silih berganti tiada henti entah sakit, kecelakaan, terjerat masalah, anak-anak menjadi nakal, dan lain-lain yang membuat hatinya tidak tenang.
Sejatinya hidup dijalan Allah SWT, dan hidup yang berkah cirinya adalah hati yang tenang, sukur dan hati yang cukup akan rezeki dari-Nya
references by
http://rumaysho.com/muamalah/riba-dalam-emas-dll-riba-fadhl-364.html
http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1375619227&title=tukar-uang-receh-menjelang-lebaran-ribakah