Baca Artikel Lainnya
Saat masih bayi, sangat wajar jika anak begitu tergantung pada ibunya. Maklum bayi belum bisa melakukan banyak hal. Tapi seiring usia bertambah, sudah seharusnya anak bertambah pula kemandiriannya sehingga tidak melulu bergantung pada orang lain.
Jika anak Anda sudah hampir masuk sekolah tapi belum bisa makan sendiri, tidak bisa memakai kaus kaki dan sepatu sendiri, serta selalu berteriak-teriak agar semua kegiatannya dibantu orang lain bisa jadi karena kurang mandiri. Anak yang kurang mandiri mungkin saja dikarenakan empat kesalahan orang tua berikut ini:
1. Orang Tua Tidak Percaya Pada Anak
Namanya juga anak-anak, tentu belum semahir orang dewasa dalam melakukan aneka kegiatan. Tapi sering kali orang tua begitu takut dan khawatir anaknya dalam bahaya sehingga aneka larangan selalu dikeluarkan.
"Misalnya anak yang baru lancar berjalan, mencoba berjalan lebih jauh lalu orang tua sudah bilang awas jatuh, dan awas-awas yang lain sehingga anak jadi ragu," kata psikolog anak dan remaja, Efnie Indrianie, MPsi, dalam perbincangan dengan detikHealth dan ditulis pada Jumat (16/10/2015).
Anak pun menjadi kurang dipercaya oleh orang tua. Ketimbang berteriak-teriak yang bikin anak ragu, sebaiknya orang tua membawa anak ke area yang relatif tidak berbahaya untuk anaknya belajar berjalan. Tapi pastikan anak selalu dalam pengawasan, sehingga bisa diarahkan tanpa membatasi upaya eksplorasinya.
Ketika anak sudah mulai masuk sekolah dan ingin menggunakan benda tajam, misalnya pisau untuk memotong buah, juga sebaiknya berikan kepercayaan. Mengajari anak menggunakan pisau bisa dimulai dengan menggunakan pisau plastik. Seiring bertambah usia dan anak sudah biasa diajak komunikasi dengan baik, baru bisa diberikan pisau betulan.
2. Menyalahkan Anak
"Salah kamu melipat selimutnya. Kalau gitu kan nggak rapi." Kalimat seperti itu mungkin sering dilontarkan orang tua kepada anaknya. Menyalahkan anak untuk hal-hal yang remeh-temeh seperti itu bisa mematikan kreativitas dan kemandirian anak.
Padahal anak sudah berinisiatif membersihkan dan merapikan tempat tidurnya. Namun karena yang diterima bukan apresiasi namun kalimat yang justru membuat semangatnya drop, anak jadi enggan dan malas melakukan kegiatan semacam itu.
"Anak 3-4 tahun sudah bisa dilatih untuk mandiri. Dari hal-hal yang simpel, misalnya dengan memberesi mainannya. Belajar melipat selimutnya. Kalau orang tua menyalahkan 'ah kamu nih, salah kalau gitu' malah bikin anaknya malas," tutur Efnie.
Agar kegiatan melatih kemandirian anak berjalan dengan baik. Sebaiknya Anda ikut melakukannya bersama anak, di awal-awal mereka belajar. Misalnya dengan mengajak anak bersama-sama membereskan mainan. Beri tahu anak, mainan yang sudah selesai dimainkan harus dimasukkan ke tempatnya, misalnya ke dalam kardus. Informasikan kepada anak kardus mana yang jadi tempat mainan. Selanjutnya anak akan terbiasa untuk merapikan sendiri mainannya.
3. Tidak Sabar
Sering kali orang tua tidak sabar dengan proses belajar yang harus dilewati anak. Karena ingin cepat, orang tua cenderung mengambil alih sesuatu yang seharusnya dilakukan anak. Sehingga anak tidak punya pilihan, tidak punya kesempatan untuk belajar dan kesempatan untuk mengambil keputusan.
"Misalnya karena anak lama saat membereskan mainan, ibunya langsung bilang 'sini mama yang beresin', atau misalnya anak lama saat sedang memakai sepatu 'sini cepetan bunda saja deh yang pakaikan," kata Efnie yang juga dosen di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung ini.
4. Enggan Melatih Kemandirian Anak
Anak jadi penakut, harus selalu dekat dengan orang tuanya, dan cenderung tidak bisa melakukan aneka hal karena orang tua yang enggan melatih kemandirian anak. Misalnya orang tua yang khawatir anaknya terluka atau hilang saat jalan-jalan, atau mungkin malas repot, tidak akan membiarkan anaknya sedetikpun lepas dari gandengannya.
Padahal anak-anak dengan jiwa petualangannya justru ingin mengeksplorasi tempat baru. Karena itu, sebaiknya saat anak diajak ke tempat baru baginya, misalnya mal, diceritakan lebih dahulu mal yang akan dikunjungi seperti apa. Mungkin orang tua bisa memperlihatkan foto tentang mal itu atau menggambarkan kondisinya.
"Kadang persiapan orang tua saat akan mengajak anaknya bepergian itu kurang sehingga anak mengadaptasi dengan caranya sendiri, sehingga di lokasi muncul perdebatan orang tua dan anak," tutur Efnie.
"Kalau sudah diinfokan lokasi yang akan dikunjungi seperti apa, akan lebih mudah bagi orang tua dan anak. Bisa diberi tahu juga, karena masih kecil jadi harus selalu dipegang oleh orang tuanya. Tapi kalau sudah besar bisa tidak gandengan lagi. Anak akan belajar dan mengingat. Jadi bukannya dilarang untuk eksplorasi," imbuh Efnie.
references by
Follow @A_BlogWeb
1. Orang Tua Tidak Percaya Pada Anak
Namanya juga anak-anak, tentu belum semahir orang dewasa dalam melakukan aneka kegiatan. Tapi sering kali orang tua begitu takut dan khawatir anaknya dalam bahaya sehingga aneka larangan selalu dikeluarkan.
"Misalnya anak yang baru lancar berjalan, mencoba berjalan lebih jauh lalu orang tua sudah bilang awas jatuh, dan awas-awas yang lain sehingga anak jadi ragu," kata psikolog anak dan remaja, Efnie Indrianie, MPsi, dalam perbincangan dengan detikHealth dan ditulis pada Jumat (16/10/2015).
Anak pun menjadi kurang dipercaya oleh orang tua. Ketimbang berteriak-teriak yang bikin anak ragu, sebaiknya orang tua membawa anak ke area yang relatif tidak berbahaya untuk anaknya belajar berjalan. Tapi pastikan anak selalu dalam pengawasan, sehingga bisa diarahkan tanpa membatasi upaya eksplorasinya.
Ketika anak sudah mulai masuk sekolah dan ingin menggunakan benda tajam, misalnya pisau untuk memotong buah, juga sebaiknya berikan kepercayaan. Mengajari anak menggunakan pisau bisa dimulai dengan menggunakan pisau plastik. Seiring bertambah usia dan anak sudah biasa diajak komunikasi dengan baik, baru bisa diberikan pisau betulan.
2. Menyalahkan Anak
"Salah kamu melipat selimutnya. Kalau gitu kan nggak rapi." Kalimat seperti itu mungkin sering dilontarkan orang tua kepada anaknya. Menyalahkan anak untuk hal-hal yang remeh-temeh seperti itu bisa mematikan kreativitas dan kemandirian anak.
Padahal anak sudah berinisiatif membersihkan dan merapikan tempat tidurnya. Namun karena yang diterima bukan apresiasi namun kalimat yang justru membuat semangatnya drop, anak jadi enggan dan malas melakukan kegiatan semacam itu.
"Anak 3-4 tahun sudah bisa dilatih untuk mandiri. Dari hal-hal yang simpel, misalnya dengan memberesi mainannya. Belajar melipat selimutnya. Kalau orang tua menyalahkan 'ah kamu nih, salah kalau gitu' malah bikin anaknya malas," tutur Efnie.
Agar kegiatan melatih kemandirian anak berjalan dengan baik. Sebaiknya Anda ikut melakukannya bersama anak, di awal-awal mereka belajar. Misalnya dengan mengajak anak bersama-sama membereskan mainan. Beri tahu anak, mainan yang sudah selesai dimainkan harus dimasukkan ke tempatnya, misalnya ke dalam kardus. Informasikan kepada anak kardus mana yang jadi tempat mainan. Selanjutnya anak akan terbiasa untuk merapikan sendiri mainannya.
3. Tidak Sabar
Sering kali orang tua tidak sabar dengan proses belajar yang harus dilewati anak. Karena ingin cepat, orang tua cenderung mengambil alih sesuatu yang seharusnya dilakukan anak. Sehingga anak tidak punya pilihan, tidak punya kesempatan untuk belajar dan kesempatan untuk mengambil keputusan.
"Misalnya karena anak lama saat membereskan mainan, ibunya langsung bilang 'sini mama yang beresin', atau misalnya anak lama saat sedang memakai sepatu 'sini cepetan bunda saja deh yang pakaikan," kata Efnie yang juga dosen di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung ini.
4. Enggan Melatih Kemandirian Anak
Anak jadi penakut, harus selalu dekat dengan orang tuanya, dan cenderung tidak bisa melakukan aneka hal karena orang tua yang enggan melatih kemandirian anak. Misalnya orang tua yang khawatir anaknya terluka atau hilang saat jalan-jalan, atau mungkin malas repot, tidak akan membiarkan anaknya sedetikpun lepas dari gandengannya.
Padahal anak-anak dengan jiwa petualangannya justru ingin mengeksplorasi tempat baru. Karena itu, sebaiknya saat anak diajak ke tempat baru baginya, misalnya mal, diceritakan lebih dahulu mal yang akan dikunjungi seperti apa. Mungkin orang tua bisa memperlihatkan foto tentang mal itu atau menggambarkan kondisinya.
"Kadang persiapan orang tua saat akan mengajak anaknya bepergian itu kurang sehingga anak mengadaptasi dengan caranya sendiri, sehingga di lokasi muncul perdebatan orang tua dan anak," tutur Efnie.
"Kalau sudah diinfokan lokasi yang akan dikunjungi seperti apa, akan lebih mudah bagi orang tua dan anak. Bisa diberi tahu juga, karena masih kecil jadi harus selalu dipegang oleh orang tuanya. Tapi kalau sudah besar bisa tidak gandengan lagi. Anak akan belajar dan mengingat. Jadi bukannya dilarang untuk eksplorasi," imbuh Efnie.
references by