Baca Artikel Lainnya
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM FEUI) memperkirakan jumlah penduduk miskin di Indonesia akan bertambah 1,5 juta jiwa sampai akhir tahun ini. Penyebab lonjakan angka kemiskinan ini akibat perlambatan ekonomi dunia.
Kepala Kajian Kemiskinan dan Perlindungan Sosial LPEM FEUI, Teguh Dartanto mengatakan, kenaikan jumlah orang miskin periode September 2014-Maret 2015 mencapai 860 ribu jiwa. Sedangkan untuk angka September 2015 akan diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada akhir tahun ini.
"Dari perhitungan kami, estimasi kenaikan jumlah penduduk miskin sampai akhir tahun ini mencapai 1,2 juta-1,5 juta orang. Itu karena pelemahan ekonomi dunia dan penurunan harga komoditas," ujar dia saat ditemui di Diskusi Energi Kita, Gedung Dewan Pers, Jakarta, Minggu (20/9/2015).
Jalan keluar untuk mengurangi angka kemiskinan, katanya, dengan menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM). Teguh mengatakan, penurunan harga BBM Rp 400 per liter, akan menyelamatkan 165 ribu warga miskin dari jurang kemiskinan lebih dalam.
Di samping itu, sambung dia, pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang bisa membantu atau meningkatkan daya beli 500 ribu orang miskin. Hanya saja, dua kebijakan tersebut kerap dibumbui kegaduhan politik.
"Dua cara ini adalah solusi paling cepat untuk mengurang angka kemiskinan. Tapi kan ada kegaduhan politik tinggi," terangnya.
Solusi lainnya, lanjut Teguh, mempercepat penyerapan dana desa untuk membangun proyek infrastruktur, seperti jalan, saluran irigasi, sanitasi sehingga membuka lapangan pekerjaan dan memacu daya beli masyarakat pedesaan.
Untuk diketahui, BPS melaporkan jumlah penduduk miskin periode Maret 2015 sebanyak 28,59 juta jiwa baik di perkotaan maupun di pedesaan. Jika dibanding periode September 2014, angka penduduk miskin bertambah 27,73 juta orang.
Kepala BPS, Suryamin mengungkapkan, basis penduduk miskin di Indonesia pada bulan ketiga ini sebesar 28,59 juta orang dengan prosentase 11,22 persen terhadap total penduduk Indonesia. Angka tersebut mengalami kenaikan dari realisasi jumlah penduduk miskin di periode Maret dan September tahun lalu.
"Jumlah ini terjadi kenaikan 860 ribu orang miskin dibanding realisasi jumlah penduduk miskin sebesar 27,73 juta di September 2014. Sedangkan dibanding Maret 2014 yang 28,28 juta jiwa, angka orang miskin di Maret 2015 bertambah 310 ribu," jelas dia.
Suryamin merinci, jumlah penduduk miskin di perkotaan pada Maret 2015 sebanyak 10,65 juta orang atau lebih rendah dibanding orang miskin di pedesaan yang mencapai 17,94 juta orang.
Sementara pada Maret 2014 dan September 2014, penduduk miskin di perkotaan dan pedesaan masing-masing 10,51 juta jiwa dan 17,77 juta jiwa serta 10,36 juta jiwa dan 17,37 juta jiwa.
Banyaknya PHK & Pengangguran Jadi Alasan Naiknya Angka Kemiskinan
Tingkat pengangguran disebut menjadi salah satu faktor pemicu naiknya angka kemiskinan pada Maret 2015. Pasalnya, hingga Februari 2015, lapangan pekerjaan yang tersedia lebih rendah dibanding jumlah tenaga kerja baru.
Ekonom Asian Development Bank (ADB) Edimon Ginting mengatakan, kenaikan angka kemiskinan pada Maret 2015 dari September 2014 menjadi 28,59 juta penduduk, salah satunya diakibatkan dari kurangnya lapangan kerja. Hal inilah yang membuat melemahnya daya beli masyarakat di tengah naiknya harga komoditas.
"Kalau dilihat antara Februari 2014 sampai Februari 2015, saya ada angkanya jadi ada 2,7 juta pekerjaan yang diciptakan. Tapi ada 3 juta orang yang cari pekerjaan," kata Edimon kepada wartawan, Jakarta, Rabu (16/9/2015).
Oleh sebab itu, dia mengatakan, 0,3 juta orang lainnya yang tidak mendapatkan pekerjaan dapat menambah angka kemiskinan. Menurutnya, hal tersebut yang perlu diperhatikan Pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan.
"Tapi yang jelas, ini tanda bahwa pertumbuhan sekarang ini sudah enggak cukup menyerap tenaga baru. Itu yang membuat kemiskinan meningkat. Makanya insentif pemerintah, dana desa itu penting untuk menciptakan lapangan kerja baru sementara," kata dia.
Sementara itu, harga kebutuhan pangan yang meningkat, lanjut Edimon juga mengakibatkan melemahnya daya beli masyarakat. Hal ini diperkuat dengan data penyerapan tenaga kerja yang belum maksimal.
"Pangan naik juga salah satu faktor, jadi pengangguran membuat susah untuk membeli harga-harga yang tinggi, jadi di situ angka kemiskinan naik," tandasnya
Kepala BPS Suryamin mengatakan, selain mengukur jumlah penduduk miskin dan persentasenya, BPS juga mengukur indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan di Indonesia. Hasilnya, indeks keparahan kemiskinan pada Maret 2015 meningkat dibandingkan Maret 2012, Maret 2013, dan Maret 2014.
“Makin besar indeks keparahan kemiskinan, maka beda pengeluaran antar penduduk miskin makin jauh, tidak terkumpul pada satu angka,” kata Suryamin dalam paparannya, Selasa (15/9/2015).
Indeks keparahan kemiskinan pada Maret 2015 adalah 0,535, meningkat dari Maret 2014 yang ada di level 0,435, Maret 2013 (0,432), dan Maret 2012 (0,473). Tak hanya indeks keparahan, indeks kedalaman kemiskinan pun meningkat.
Suryamin menjelaskan, indeks kedalaman kemiskinan mengukur jarak pengeluaran penduduk miskin dengan garis kemiskinan. “Makin tinggi indeks kedalaman kemiskinan, makin menjauh jarak antara pengeluaran dari garis kemiskinan,” ucap Suryamin.
Pada Maret 2015, indeks kedalaman kemiskinan di level 1,971, meningkat dibandingkan Maret 2014 (1,753), Maret 2013 (1,745), dan Maret 2013 (1,880).
references by
http://adfoc.us/30410156410546
http://adfoc.us/30410156442452
http://adfoc.us/30410156442465
Follow @A_BlogWeb
Kepala Kajian Kemiskinan dan Perlindungan Sosial LPEM FEUI, Teguh Dartanto mengatakan, kenaikan jumlah orang miskin periode September 2014-Maret 2015 mencapai 860 ribu jiwa. Sedangkan untuk angka September 2015 akan diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada akhir tahun ini.
"Dari perhitungan kami, estimasi kenaikan jumlah penduduk miskin sampai akhir tahun ini mencapai 1,2 juta-1,5 juta orang. Itu karena pelemahan ekonomi dunia dan penurunan harga komoditas," ujar dia saat ditemui di Diskusi Energi Kita, Gedung Dewan Pers, Jakarta, Minggu (20/9/2015).
Jalan keluar untuk mengurangi angka kemiskinan, katanya, dengan menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM). Teguh mengatakan, penurunan harga BBM Rp 400 per liter, akan menyelamatkan 165 ribu warga miskin dari jurang kemiskinan lebih dalam.
Di samping itu, sambung dia, pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang bisa membantu atau meningkatkan daya beli 500 ribu orang miskin. Hanya saja, dua kebijakan tersebut kerap dibumbui kegaduhan politik.
"Dua cara ini adalah solusi paling cepat untuk mengurang angka kemiskinan. Tapi kan ada kegaduhan politik tinggi," terangnya.
Solusi lainnya, lanjut Teguh, mempercepat penyerapan dana desa untuk membangun proyek infrastruktur, seperti jalan, saluran irigasi, sanitasi sehingga membuka lapangan pekerjaan dan memacu daya beli masyarakat pedesaan.
Untuk diketahui, BPS melaporkan jumlah penduduk miskin periode Maret 2015 sebanyak 28,59 juta jiwa baik di perkotaan maupun di pedesaan. Jika dibanding periode September 2014, angka penduduk miskin bertambah 27,73 juta orang.
Kepala BPS, Suryamin mengungkapkan, basis penduduk miskin di Indonesia pada bulan ketiga ini sebesar 28,59 juta orang dengan prosentase 11,22 persen terhadap total penduduk Indonesia. Angka tersebut mengalami kenaikan dari realisasi jumlah penduduk miskin di periode Maret dan September tahun lalu.
"Jumlah ini terjadi kenaikan 860 ribu orang miskin dibanding realisasi jumlah penduduk miskin sebesar 27,73 juta di September 2014. Sedangkan dibanding Maret 2014 yang 28,28 juta jiwa, angka orang miskin di Maret 2015 bertambah 310 ribu," jelas dia.
Suryamin merinci, jumlah penduduk miskin di perkotaan pada Maret 2015 sebanyak 10,65 juta orang atau lebih rendah dibanding orang miskin di pedesaan yang mencapai 17,94 juta orang.
Sementara pada Maret 2014 dan September 2014, penduduk miskin di perkotaan dan pedesaan masing-masing 10,51 juta jiwa dan 17,77 juta jiwa serta 10,36 juta jiwa dan 17,37 juta jiwa.
Banyaknya PHK & Pengangguran Jadi Alasan Naiknya Angka Kemiskinan
Tingkat pengangguran disebut menjadi salah satu faktor pemicu naiknya angka kemiskinan pada Maret 2015. Pasalnya, hingga Februari 2015, lapangan pekerjaan yang tersedia lebih rendah dibanding jumlah tenaga kerja baru.
Ekonom Asian Development Bank (ADB) Edimon Ginting mengatakan, kenaikan angka kemiskinan pada Maret 2015 dari September 2014 menjadi 28,59 juta penduduk, salah satunya diakibatkan dari kurangnya lapangan kerja. Hal inilah yang membuat melemahnya daya beli masyarakat di tengah naiknya harga komoditas.
"Kalau dilihat antara Februari 2014 sampai Februari 2015, saya ada angkanya jadi ada 2,7 juta pekerjaan yang diciptakan. Tapi ada 3 juta orang yang cari pekerjaan," kata Edimon kepada wartawan, Jakarta, Rabu (16/9/2015).
Oleh sebab itu, dia mengatakan, 0,3 juta orang lainnya yang tidak mendapatkan pekerjaan dapat menambah angka kemiskinan. Menurutnya, hal tersebut yang perlu diperhatikan Pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan.
"Tapi yang jelas, ini tanda bahwa pertumbuhan sekarang ini sudah enggak cukup menyerap tenaga baru. Itu yang membuat kemiskinan meningkat. Makanya insentif pemerintah, dana desa itu penting untuk menciptakan lapangan kerja baru sementara," kata dia.
Sementara itu, harga kebutuhan pangan yang meningkat, lanjut Edimon juga mengakibatkan melemahnya daya beli masyarakat. Hal ini diperkuat dengan data penyerapan tenaga kerja yang belum maksimal.
"Pangan naik juga salah satu faktor, jadi pengangguran membuat susah untuk membeli harga-harga yang tinggi, jadi di situ angka kemiskinan naik," tandasnya
BPS: Kemiskinan Maret 2015 Lebih Parah Dibanding Tiga Tahun Lalu
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada Maret 2015, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,59 juta orang (11,22 persen), bertambah sebesar 860.000 orang ketimbang dengan kondisi September 2014 yang sebesar 27,73 juta orang (10,96 persen).Kepala BPS Suryamin mengatakan, selain mengukur jumlah penduduk miskin dan persentasenya, BPS juga mengukur indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan di Indonesia. Hasilnya, indeks keparahan kemiskinan pada Maret 2015 meningkat dibandingkan Maret 2012, Maret 2013, dan Maret 2014.
“Makin besar indeks keparahan kemiskinan, maka beda pengeluaran antar penduduk miskin makin jauh, tidak terkumpul pada satu angka,” kata Suryamin dalam paparannya, Selasa (15/9/2015).
Indeks keparahan kemiskinan pada Maret 2015 adalah 0,535, meningkat dari Maret 2014 yang ada di level 0,435, Maret 2013 (0,432), dan Maret 2012 (0,473). Tak hanya indeks keparahan, indeks kedalaman kemiskinan pun meningkat.
Suryamin menjelaskan, indeks kedalaman kemiskinan mengukur jarak pengeluaran penduduk miskin dengan garis kemiskinan. “Makin tinggi indeks kedalaman kemiskinan, makin menjauh jarak antara pengeluaran dari garis kemiskinan,” ucap Suryamin.
Pada Maret 2015, indeks kedalaman kemiskinan di level 1,971, meningkat dibandingkan Maret 2014 (1,753), Maret 2013 (1,745), dan Maret 2013 (1,880).
references by
http://adfoc.us/30410156410546
http://adfoc.us/30410156442452
http://adfoc.us/30410156442465