Sebuah studi yang dilakukan Institute of Occupational Health di Finlandia dan London University, menemukan dampak kerja lembur yang tak hanya menyebabkan tubuh menjadi lelah, namun juga memicu awal gangguan jiwa depresi. Temuan tersebut menunjukkan bahwa mereka yang bekerja lebih dari 11 jam, memiliki risiko 2.5 kali lebih besar mengalami gejala depresi berat, dibandingkan mereka yang bekerja 7 sampai 8 jam sehari.
Baca Artikel Lainnya
- Indonesia Negara Paling Banyak Bermain Smartphone Hingga Kurang Produktif & Malas Belajar
- Apa Efek Yang Terjadi Terlalu Banyak Tidur?
- Kapan Waktu Yang Tepat BerMedia Sosial?
- Bagaimana Mata Air Terbentuk?
- Dampak Negatif Sumur Bor Bagi Lingkungan
- Apa Dampak Negatif Sering Stress ?
- Apa Bahaya Balita Sering Ngupil ?
- Apa Dampak Negatif Tidur Kurang dari 4 Jam Per Hari?
- Apa Efek Pakai Laher Bearing Roda Murah KW?
- Penyebab Korsleting Listrik
- Kelemahan dan Kekurangan Motor Matic Metik Yamaha
- Kelemahan Ban Tubeless Motor
- Penyebab Reflektor Lampu Motor Meleleh Rusak
- Bukalapak TutupLapak Karena Kalah Saing, Akankah Tokopedia Menyusul?
- ARTI CONSIGNEE REFUSE TO PAY COD SHIPMENT/SHIPMENT FEE JNE
- Velg Mutakin Buatan Mana?
- Terlalu Banyak Aturan, Penjual Seller Memilih Tak Berjualan Di Tokopedia
- Kenapa Shopee Tidak Bisa Ubah atau Ganti Jasa Kurir Ekspedisi?
- Apa Dampak Efek Meniup Makanan & Minuman Panas Bagi Kesehatan?
- Apa Efek Jarang Minum Air Putih Bagi Darah?
Korelasi antara kerja lembur dan risiko depresi tetap tidak berubah, bahkan ketika responden melakukan modifikasi gaya hidup. Menurut peneliti, bekerja lembur dalam jangka waktu lama menyebabkan tubuh melepaskan hormon stres yang disebut kortisol. Periset melaporkan bahwa tingkat kortisol yang meningkat turut berimolikasi pada peningkatan risiko depresi.
Dokter Marianna Virtanen dari Institute of Occupational Health Finlandia melihat bahwa kerja lembur dapat bermanfaat bagi individu dan masyarakat sampai batas tertentu. Namun, jika berlebihan maja dampaknya turut mempengaruhi kualitas hidup seseorang.
"Melalui temuan ini kami menekankan pentingnya masyarakat mengetahui efek berbahaya dari kerja lembur dan risiko terkena depresi," pungkas Virtanen.
