Baca Artikel Lainnya
Ibadah shaum merupakan hal yang wajib dilakukan selama bulan Ramadhan bagi seorang yang mengaku Islam. Namun, ada beberapa orang yang dibolehkan tidak puasa, berdasarkan sejumlah situasi dan kondisi. Dalam buku Fiqih Praktis Buya Yahya, mereka yang dibolehkan tidak berpuasa dibagi dalam sembilan golongan.
9 Golongan Muslim yang Boleh tidak Puasa Ramadhan
1. Anak kecil
Yang dimaksud sebagai anak kecil adalah mereka yang belum baligh. Adapun baligh memiliki tiga tanda, yaitu keluar mani, keluar darah haid bagi anak perempuan, serta jika tidak keluar mani dan tidak haid ditunggu hingga umur 15 tahun;
2. Hilang akal sehat
Orang yang hilang akal sehatnya, atau gila, tidak wajib berpuasa. Bahkan seandainya pun ia berpuasa, maka ibadahnya itu disebut tidak sah.
Dalam kategori ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu yang disengaja dan tidak disengaja. Orang gila yang disengaja jika berpuasa maka hal ini tidak dihitung sah dan wajib mengqadha atau mengganti. Sementara untuk yang tidak disengaja, mereka tidak wajib berpuasa dan tidak wajib mengqadha;
3. Orang sakit
Umat Muslim yang dalam kondisi sakit diperbolehkan meninggalkan puasa. Namun, ada beberapa ketentuan dalam golongan ini terkait puasa.
Jika sakit berat dan puasa menambah penyakit yang diderita, maka boleh meninggalkan puasa. Hal ini berdasarkan ketentuan dokter yang bisa dipercaya dan pengalaman pribadi.
Selanjutnya orang yang berpuasa, lalu menemukan dirinya lemah dan tidak mempu meneruskan ibadahnya. Dalam kondisi ini, ia dibolehkan membatalkan puasa, makan dan minum seperlunya, lalu menahan diri selayaknya orang puasa;
4. Orang tua atau lansia yang lemah
Orang tua atau lanjut usia (lansia) yang dalam kondisi lemah diperkenankan untuk tidak berpuasa. Tidak ada batasan umur untuk kategori ini. Selama dirasa puasa akan memberatkan bahkan sampai membahayakan, maka diperbolehkan tidak puasa dan mengganti dengan fidyah;
5. Orang yang bepergian (musafir)
Orang yang sedang bepergian masuk dalam golongan yang dibolehkan tidak puasa Ramadhan. Adapun ketentuan musafir ini ada dua, yaitu tempat yang dituju dari tempat tinggal lebih dari 84 kilometer dan saat Subuh sudah harus keluar dari wilayah tempat tinggalnya, minimal batas kecamatan.
Seseorang yang bermukim di suatu tempat selama lebih dari empat hari tidak diperbolehkan qasar shalat dan harus berpuasa sesuai zona wilayah yang ditempati;
6. Ibu hamil
Seorang ibu yang sedang hamil dan mengkhawatirkan kondisi kesehatannya serta janin atau bayinya, diizinkan tidak berpuasa dan menggantinya dengan fidyah atau mengqadha;
7. Ibu menyusui
Selain ibu yang sedang hamil, seorang wanita yang sedang menyusui juga masuk golongan tidak puasa. Ketentuan ini berlaku jika ia khawatir dengan keselamatan dirinya dan kondisi bayi yang masih di bawah umur dua tahun. Ibu yang khawatir anaknya kekurangan Air Susu Ibu (ASI) boleh tidak berpuasa dan menggantinya dengan qadha atau fidyah;
8. Haid
Wanita Muslim yang sedang haid tidak diwajibkan puasa Ramadhan. Dalam waktu ini, perempuan bisa menambah pahala selain puasa dengan zikir, berdoa dan kegiatan positif lainnya. Nantinya, ia harus mengganti puasa yang ditinggalkan setelah Ramadhan berakhir;
9. Nifas
Perempuan yang baru saja melahirkan dan sedang dalam masa nifas diperbolehkan tidak puasa. Jikapun ia berpuasa, maka puasanya itu tidak sah bahkan dianggap haram. Ia dapat mengganti puasa yang ditinggalkan dengan mengqadha.
Jawaban Nabi Muhammad SAW untuk Orang-Orang yang Sengaja Tidak Puasa Ramadhan
Ironis memang di tengah bulan suci Ramadhan, masih ada umat Islam yang memenuhi syarat tidak menjalankan ibadah puasa. banyak orang-orang yang mengaku Islam yang sengaja tidak menjalankan shaumRamadhan.
Padahal, puasa Ramadhan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang baligh (dewasa), berakal, dalam keadaan sehat, dan dalam keadaan mukim (tidak melakukan safar/perjalanan jauh).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183)
Oleh karena itu, orang yang meninggalkannya puasa akan mendapatkan siksa yang pedih di akhirat.
Ketua Ikatan Sarjana Quran Hadist Indonesia Ustadz Fauzan Amin mengatakan, bagi seorang muslim yang sengaja meninggalkan puasa di bulan Ramadhan, maka dosa yang dia dapat melebih dosa zina.
“Dalam Fiqih Sunnah, Sayyid Sabiq mengutip penjelasan Addzahabi bahwa orang yang sengaja membatalkan puasa tanpa udzur apalagi sengaja tidak puasa maka dosanya melebihi dosa zina dan menenggak minuman keras,” ujarnya kepada Okezone, Senin (4/5/2020).
Diantara hadits dan riwayat tentang dosa meninggalkan puasa adalah dari sahabat Abu Umamah Al Bahili radhiyallahu ‘anhu.
Beliau menuturkan bahwa beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ketika aku tidur, aku didatangi oleh dua orang laki-laki, lalu keduanya menarik lenganku dan membawaku ke gunung yang terjal. Keduanya berkata, “Naiklah”. Lalu kukatakan, “Sesungguhnya aku tidak mampu.” Kemudian keduanya berkata, “Kami akan memudahkanmu”. Maka aku pun menaikinya sehingga ketika aku sampai di kegelapan gunung, tiba-tiba ada suara yang sangat keras. Lalu aku bertanya, “Suara apa itu?” Mereka menjawab, “Itu adalah suara jeritan para penghuni neraka.”
Kemudian dibawalah aku berjalan-jalan dan aku sudah bersama orang-orang yang bergantungan pada urat besar di atas tumit mereka, mulut mereka robek, dan dari robekan itu mengalirlah darah. Kemudian aku (Abu Umamah)bertanya, “Siapakah mereka itu?”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang berbuka (membatalkan puasa) sebelum tiba waktunya.” (HR. An Nasa’i dalam Al Kubra, sanadnya shahih. Lihat Shifat Shaum Nabi, hal. 25).
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Tiga orang yang doanya tidak tertolak: pemimpin yang adil, orang yang berpuasa sampai ia berbuka, dan doa orang yang terzalimi, Allah akan mengangkatnya di bawah naungan awan pada hari kiamat, pintu-pintu langit akan dibukakan untuknya seraya berfirman: Demi keagungan-Ku, sungguh Aku akan menolongmu meski setelah beberapa saat.” (Hadis Hasan diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Dilansir dari laman muslim.or.id, terdapat perbedaan para ulama mengenai orang yang meninggalkan puasa secara sengaja tanpa udzur syar’i, apakah ia masih muslim ataukah sudah termasuk keluar dari Islam?
Sebagian ulama berpendapat bahwa orang yang meninggalkan puasa Ramadhan dengan sengaja tanpa udzur maka ia keluar dari Islam. Disebutkan dalam kitab Shifatu Shalatin Nabi (hal. 18) karya Ath Tharifiy :
ذهب بعض العلماء – وهو مروي عن الحسن, و قال به نافع و الحاكم و ابن حبيب من المالكية, و قال به إسحاق بن راهويه, وهو رواية عن الإمام أحمد – إلى أن من ترك شيئا من أركان الإسلام, و إن كان زكاة أو صياما أو حجا, متعمدا كسلا أو تهاونا أو جحودا, فإنه كافر. والجمهور على عدم الكفر
“Sebagian ulama berpendapat, pendapat ini diriwayatkan dari Al Hasan (Al Bashri), juga merupakan pendapat Nafi’, Al Hakim, Ibnu Habib dari Malikiyyah, Ishaq bin Rahuwaih, dan salah satu pendapat Imam Ahmad, bahwa orang yang meninggalkan satu saja dari rukun Islam, baik itu zakat, puasa atau haji, dengan sengaja atau karena malas atau meremehkan atau karena mengingkari kewajibannya, maka ia kafir. Sedangkan jumhur ulama berpendapat tidak sampai kafir”.
Dalil ulama yang mengkafirkan, di antaranya hadits-hadits tentang rukun Islam. Bahwa Islam dibangun di atas 5 perkara, yaitu: syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji, maka konsekuensinya jika salah satu ditinggalkan, hancurlah Islam seseorang.
Mereka juga berdalil dengan riwayat dari Umar bin Khathab radhiallahu’anhu bahwa ia berkata:
مَن أطاقَ الحجَّ، فلم يحُجَّ فسواءٌ عليه مات يهوديًّا أو نصرانيًّا
“Barangsiapa yang mampu berhaji namun tidak berangkat haji, maka sama saja ia mati apakah sebagai orang Yahudi atau sebagai orang Nashrani” (HR. Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya, 1/387, dishahihkan Hafizh Al Hakami dalam Ma’arijul Qabul, 639/2).
Sedangkan haji adalah salah satu rukun Islam. Perkataan semisal ini juga diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib dan Abu Hurairah.
Pendapat yang rajih adalah pendapat jumhur ulama, yang tidak mengkafirkan orang yang meninggalkan puasa. Di antara dalilnya hadits dari Auf bin Malik dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ia bersabda,
خيار أئمتكم الذين تحبونهم ويحبونكم ويصلون عليكم وتصلون عليهم وشرار أئمتكم الذين تبغضونهم ويبغضونكم وتلعنونهم ويلعنونكم قيل يا رسول الله أفلا ننابذهم بالسيف فقال لا ما الصلاة وإذا رأيتم من ولاتكم شيئا تكرهونه فاكرهوا عمله ولا تنزعوا يدا من طاعة
“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah pemimpin yang kalian cintai, dan mereka pun mencintai kalian. Kalian mendoakan mereka, mereka pun mendoakan kalian. Seburuk-buruk pemimpin kalian adalah yang kalian benci, mereka pun benci kepada kalian. Kalian pun melaknat mereka, mereka pun melaknat kalian”. Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah apakah kita perangi saja mereka dengan senjata?”. Nabi menjawab, “Jangan, selama mereka masih shalat. Bila kalian melihat sesuatu yang kalian benci dari pemimpin kalian, maka cukup bencilah perbuatannya, namun jangan kalian melepaskan tangan kalian dari ketaatan kepadanya” (HR. Muslim no. 2155).