Baca Artikel Lainnya
Perempuan sangat berharap untuk menempati posisi yang lebih baik
dalam kariernya, namun mencapai hal tersebut bukan hal yang mudah karena
ada sejumlah hambatan yang harus mereka hadapi.
Hal ini
diungkapkan perusahaan layanan profesional Ernst & Young setelah
melakukan riset terhadap 1.000 perempuan bekerja berusia 18-60 tahun.
Sebanyak dua pertiga dari mereka yang disurvei ternyata menghadapi
berbagai hambatan untuk seperti usia, kurangnya panutan perempuan,
menjadi ibu, serta kualifikasi dan pengalaman.
Sebanyak 75 persen
perempuan tidak memiliki panutan perempuan di dalam perusahaan yang etos
kerjanya bisa ditiru, dan 8 persen mengaku kurangnya panutan tersebut
bisa memberi pengaruh yang merugikan dalam karier.
Usia dianggap sebagai hambatan terbesar dalam karier seorang perempuan, di mana mereka khawatir jika terlalu muda atau terlalu tua tidak akan mendapat peluang untuk meraih jabatan yang lebih tinggi. Hampir sepertiga (32 persen) dari perempuan tersebut merasa bahwa usia memengaruhi kemajuan karier mereka hingga sekarang, dan dialami oleh hampir separuh dari responden usia 18-23 tahun. Lalu sebanyak 27 persen perempuan yakin bahwa usia bisa menghalangi kemajuan mereka di masa depan.
Usia dianggap sebagai hambatan terbesar dalam karier seorang perempuan, di mana mereka khawatir jika terlalu muda atau terlalu tua tidak akan mendapat peluang untuk meraih jabatan yang lebih tinggi. Hampir sepertiga (32 persen) dari perempuan tersebut merasa bahwa usia memengaruhi kemajuan karier mereka hingga sekarang, dan dialami oleh hampir separuh dari responden usia 18-23 tahun. Lalu sebanyak 27 persen perempuan yakin bahwa usia bisa menghalangi kemajuan mereka di masa depan.
Hambatan yang
berkaitan dengan kurangnya pengalaman dan kualifikasi sangat terasa bagi
responden. Hal ini menjadi faktor tertinggi kedua yang menghambat
karier perempuan (22 persen responden), dan faktor tertinggi ketiga yang
dianggap dapat menjadi penghambat karier di masa depan (19 persen).
Meskipun
kebanyakan perempuan berharap dapat menjadi ibu, namun peran sebagai
ibu ternyata juga tak mudah dijalani. Ketika mereka harus mengambil cuti
hamil, seperlima dari mereka yakin bahwa hal tersebut memengaruhi
karier mereka saat ini. Hal ini dialami sendiri oleh Karen Mattison,
MBE, pendiri Timewise Jobs.
Lulusan Universitas Oxford ini menjadi
CEO dari badan amal kesehatan mental pada usia 30 tahun. Setelah
melahirkan anak keduanya, Karen berusaha mencari pekerjaan yang sesuai
ketrampilan dan kemampuannya, juga waktu yang lebih fleksibel agar bisa
membagi waktu bersama keluarga, namun tidak berhasil.
Hal ini
dirasanya mencemaskan, dan ia menyadari ada ribuan pekerja profesional
-baik pria maupun wanita- yang harus menghadapi dilema semacam ini.
Pilihannya mungkin hanya tiga: bekerja penuh waktu dan pekerjakan
pengasuh; bekerja paruh waktu, sambil menerima bahwa Anda butuh waktu
lebih lama untuk menempati posisi yang lebih tinggi; atau tidak bekerja
sama sekali.
"Aku merasa telah menempuh pendidikan terbaik di dunia, dan selalu berjuang untuk sukses semampuku. Aku telah mencapai tingkat chief executive, tapi untuk apa? Setelah itu aku malah tidak bisa menemukan lowongan kerja di mana aku bisa mengaplikasikan ketrampilan dan pengalamanku," papar perempuan 43 tahun ini.
Namun, rasa frustrasi dan sikapnya yang ambisius itulah yang membuatnya bertekad mendirikan perusahaan sendiri. Perusahaannya saat ini dirancang untuk orang-orang yang butuh pekerjaan paruh waktu dalam tingkat profesional.
references by kompas