Baca Artikel Lainnya
Membaca memang kebiasaan yang baik karena akan memperluas pengetahuan. Tetapi hobi membaca, terutama buku bagus, punya manfaat lebih dari itu karena menyehatkan mental dan fisik.
Di era twitter dan pesan pendek seperti saat ini, tingkat konsentrasi seseorang untuk membaca dalam waktu lama sudah jauh berkurang. Karenanya membaca novel atau buku bisa menjadi penawar.
Ahli saraf Baroness Susan Greenfield mengatakan, membaca bisa memperpanjang rentang perhatian pada anak-anak dan meningkatkan kemampuan mereka untuk berpikir jernih.
"Sebuah cerita memiliki awal, pertengahan, dan akhir. Sebuah struktur yang akan merangsang otak kita untuk berpikir dalam sebuah urutan, menghubungan sebab, akibat, dan keterkaitan. Makin sering dilakukan makin baik," kata Greenfield.
Membaca juga akan memperkaya hubungan karena meningkatkan pemahaman kita pada kebudayaan lain dan membantu kita belajar berempati.
Penelitian baru yang dilakukan tim dari University of Michigan menemukan bahwa dalam 10 tahun terakhir ini, di mana perkembangan teknologi informasi sangat pesat, terjadi penurunan empati di kalangan para mahasiswa sampai 48 persen.
"Dalam permainan komputer kita harus menyelamatkan putri, tetapi kita tak banyak peduli pada si putri, tujuan kita adalah menang," jelas Greenfield.
Berbeda dengan cerita putri dalam buku yang memiliki masa lalu, masa kini, dan masa depan, ia punya hubungan dan motivasi. Kita bisa merasa terhubung dengannya, kita melihat dunia melalui matanya.
Menurut John Stein, profesor emeritus ilmu saraf dari Magdalen College, Oxford, membaca sesungguhnya bukan kegiatan pasif. "Membaca melatih seluruh otak," katanya.
Ketika kita sedang asyik membaca sebuah buku menarik, kita melakukan lebih dari sekedar mengikuti sebuah cerita. Membayangkan apa yang terjadi sangat baik untuk otak.
Teknologi pemindaian otak (MRI) kini bisa membuktikan hal tersebut. Dalam penelitian tahun 2009 di Amerika terungkap, saat kita membaca dan membayangkan sebuah pemandangan, suara, bau, dan rasa yang diceritakan dalam buku, berbagai area dalam otak yang dipakai untuk memproses hal itu di dunia nyata, ikut aktif. Sehingga tercipta sambungan-sambungan otak baru.
Dengan kata lain, saat membaca otak kita meniru pengalaman nyata seperiti halnya jika kita mengalami langsung. Hal tersebut tak terjadi ketika kita menonton televisi atau bermain video game.
Membaca juga terbukti menyehatkan mental karena kegiatan ini mengurangi perasaan kesepian dan membuat kita melupakan masalah sejenak. Penelitian tahun 2009 juga menunjukkan, membaca selama enam menit bisa mengurangi level stres lebih dari yang bisa dilakukan oleh musik atau kegiatan jalan-jalan.
Konsentrasi yang kita lakukan saat membaca akan mengalihkan pikiran, menenangkan ketegangan otot, dan memperlambat detak jantung. Membaca juga disebut mampu mencegah penuaan otak.
Sebuah penelitian yang dimuat dalam jurnal The Archives of Neurology, disebutkan kebiasaan membaca sejak usia muda bisa mencegah penyakit Alzheimers. Pemindaian otak terhadap orang lanjut usia berusia di atas 60 tahun menunjukkan mereka yang melakukan kegiatan melatih otak secara rutin, seperti membaca, main catur, dan menulis surat, memiliki plak lebih sedikit di otaknya.
Jadi, mari mulai membaca.
Di era twitter dan pesan pendek seperti saat ini, tingkat konsentrasi seseorang untuk membaca dalam waktu lama sudah jauh berkurang. Karenanya membaca novel atau buku bisa menjadi penawar.
Ahli saraf Baroness Susan Greenfield mengatakan, membaca bisa memperpanjang rentang perhatian pada anak-anak dan meningkatkan kemampuan mereka untuk berpikir jernih.
"Sebuah cerita memiliki awal, pertengahan, dan akhir. Sebuah struktur yang akan merangsang otak kita untuk berpikir dalam sebuah urutan, menghubungan sebab, akibat, dan keterkaitan. Makin sering dilakukan makin baik," kata Greenfield.
Membaca juga akan memperkaya hubungan karena meningkatkan pemahaman kita pada kebudayaan lain dan membantu kita belajar berempati.
Penelitian baru yang dilakukan tim dari University of Michigan menemukan bahwa dalam 10 tahun terakhir ini, di mana perkembangan teknologi informasi sangat pesat, terjadi penurunan empati di kalangan para mahasiswa sampai 48 persen.
"Dalam permainan komputer kita harus menyelamatkan putri, tetapi kita tak banyak peduli pada si putri, tujuan kita adalah menang," jelas Greenfield.
Berbeda dengan cerita putri dalam buku yang memiliki masa lalu, masa kini, dan masa depan, ia punya hubungan dan motivasi. Kita bisa merasa terhubung dengannya, kita melihat dunia melalui matanya.
Menurut John Stein, profesor emeritus ilmu saraf dari Magdalen College, Oxford, membaca sesungguhnya bukan kegiatan pasif. "Membaca melatih seluruh otak," katanya.
Ketika kita sedang asyik membaca sebuah buku menarik, kita melakukan lebih dari sekedar mengikuti sebuah cerita. Membayangkan apa yang terjadi sangat baik untuk otak.
Teknologi pemindaian otak (MRI) kini bisa membuktikan hal tersebut. Dalam penelitian tahun 2009 di Amerika terungkap, saat kita membaca dan membayangkan sebuah pemandangan, suara, bau, dan rasa yang diceritakan dalam buku, berbagai area dalam otak yang dipakai untuk memproses hal itu di dunia nyata, ikut aktif. Sehingga tercipta sambungan-sambungan otak baru.
Dengan kata lain, saat membaca otak kita meniru pengalaman nyata seperiti halnya jika kita mengalami langsung. Hal tersebut tak terjadi ketika kita menonton televisi atau bermain video game.
Membaca juga terbukti menyehatkan mental karena kegiatan ini mengurangi perasaan kesepian dan membuat kita melupakan masalah sejenak. Penelitian tahun 2009 juga menunjukkan, membaca selama enam menit bisa mengurangi level stres lebih dari yang bisa dilakukan oleh musik atau kegiatan jalan-jalan.
Konsentrasi yang kita lakukan saat membaca akan mengalihkan pikiran, menenangkan ketegangan otot, dan memperlambat detak jantung. Membaca juga disebut mampu mencegah penuaan otak.
Sebuah penelitian yang dimuat dalam jurnal The Archives of Neurology, disebutkan kebiasaan membaca sejak usia muda bisa mencegah penyakit Alzheimers. Pemindaian otak terhadap orang lanjut usia berusia di atas 60 tahun menunjukkan mereka yang melakukan kegiatan melatih otak secara rutin, seperti membaca, main catur, dan menulis surat, memiliki plak lebih sedikit di otaknya.
Jadi, mari mulai membaca.
reference by kompas