Baca Artikel Lainnya
Google terancam harus mengubah model bisnis Android pasca gugatan dari Komisi Antimonopoli Uni Eropa. Pada Rabu (18/7) Uni Eropa menjatuhkan denda 4,34 miliar euro atau sekitar Rp72,8 triliun kepada Google karena dianggap menguasai pasar sistem operasi perangkat pintar Android yang dianggap tidak sehat.
"Selama ini, model bisnis yang kami terapkan terhadap Android adalah kami tidak meminta para pembuat ponsel untuk membayar ketika mereka memakai teknologi Android kami," kata CEO Google Sundar Pichai dalam sebuah pernyataan di blog Google.
Pasalnya, selama ini Google memperbolehkan para perusahaan pembuat ponsel untuk menggunakan sistem operasi Android dengan cuma-cuma. Namun, sistem operasi Android harus di-install sepaket (bundling) dengan sejumlah aplikasi milik Google seperti Chrome dan Play Store.
Menurut para penggugat, Google menyalahgunakan posisinya sebagai pemain dominan karena telah melanggar hukum antimonopoli dan membuat produk kompetitor tak bisa bersaing dengan adil.
Oleh karena itu, selain membayarkan denda, Google juga diminta untuk mengakhiri kesepakatan bundling-nya dengan perusahaan-perusahaan pembuat ponsel. Dikutip dari CNBC, Uni Eropa mengancam akan menaikkan denda hingga lima persen apabila Google tak melakukan tuntutan tersebut.
Apabila kesepakatan bundling dicabut, maka kemungkinan Google tak lagi bisa memberikan teknologi sistem operasi Android secara gratis kepada para pembuat ponsel.
Seperti dilansir dari The Verge, Pichai menyoroti bahwa para pengguna Android biasanya akan menginstall sekitar 50 aplikasi lainnya di ponsel mereka masing-masing, dan aplikasi Google yang sudah di-install sejak awal pun dapat dihapus dengan mudah.
"Jika para pembuat ponsel dan perusahaan operator tidak dapat lagi melibatkan aplikasi-aplikasi kami dalam perangkat mereka, itu akan membawa dampak buruk terhadap ekosistem Android," ujarnya.
references y cnnindonesia