Baca Artikel Lainnya
Tiga mahasiswa hacker dari Surabaya Black Hat dapat membobol sistem perusahaan hingga pemerintah di 44 negara menggunakan metoda SQL Injection. Mereka tidak memerlukan waktu lama untuk membobol sistem tersebut.
"Hanya lima menit. Dia menggunakan metode SQL injection, jadi metodenya pakai bahasa coding di belakang, jadi tidak main phising," ujar Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Roberto Pasaribu, di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (13/3/2018).
SQL injection merupakan metode yang biasa digunakan untuk menyerang database SQL server.
Metode ini memanfaatkan celah yang ada dalam sistem tersebut memasukkan kode berbahaya melalui halaman sebuah situs.
Dalam sebuah komunitas hacker, uji coba penetrasi yang dilakukan seorang hacker merupakan fenomena biasa.
Seorang hacker yang tersertifikasi memiliki etika ketika hendak melakukan uji coba penetrasi.
Uji coba penetrasi dilakukan untuk mengetahui kelemahan sebuah sistem.
"Menurut kami, tindakan itu pidana, karena mereka ini tidak memiliki izin dari perusahaan yang sistemnya diretas," ujar Roberto.
Berdasarkan etika, ketika hendak melakukan uji coba penetrasi, seorang hacker harus meminta izin terlebih dahulu kepada perusahaan bersangkutan.
"Mereka seharusnya memaparkan dulu identitasnya dari mana, IP address-nya yang akan digunakan ada berapa, misalnya ada tiga. Kalau lebih dari itu berarti bukan tanggung jawab mereka," tambahnya.
Namun yang dilakukan tiga tersaangka justru merusak sistem korban terlebih dahulu. Kemudian mereka mengirimkan email ke perusahaan tersebut dan memberi tahu sistem mereka telah diretas.
Tersangka melampirkan capture database yang telah dirusak sehingga terjadi pembayaran sejumlah uang pakai Bitcoin atau transfer via Paypal.
"White hacker (peretas golongan putih) tidak merusak sistem," tambahnya.
Jebol Sistem di 44 Negara
Sebelumnya, tiga mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta di Surabaya tersebut nekat menyebol sistem keamanan situs digital di 44 negara, termasuk milik pemerintah Amerika Serikat (AS).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono menyebut tersangka NA (21), warga Gubeng, Surabaya; KPS (21), warga Sawahan, Surabaya, dan ATP (21), warga Surabaya, membobol 600 situs di 44 negara.
Ketiganya merupakan anggota komunitas hacker Surabaya Black Hat atau SBH.
Mereka melancarkan aksinya menggunakan metode SQL injection untuk merusak database.
"Jadi, tiga pelaku merupakan mahasiswa jurusan IT sebuah perguruan tinggi di Surabaya," ujar Argo di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (13/3/2018).
Argo mencontohkan, mereka mampu meretas sistem keamanan IT perusahaan di Indonesia, kemudian mengirimkan peringatan melalui surat elektronik.
Para pelaku meminta tebusan ke perusahaan itu, jika sistem IT perusahaan yang diretas ingin dipulihkan seperti semula.
"Minta uang Rp 20 juta sampai Rp 30 juta. Itu dikirim via PayPal. Kalau tidak mau bayar sistem dirusak," ujar Argo.
Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Roberto Pasaribu menambahkan, pengungkapan kasus itu setelah menerima informasi dari pusat pelaporan kejahatan di New York, Amerika Serikat.
Menurut laporan itu, puluhan sistem berbagai negara rusak.
Setelah ditelusuri, pelakunya menggunakan IP Address yang berada di Indonesia, tepatnya Surabaya.
"Kita kerja sama dan mendapat informasi itu. Kita analisa sampai dua bulan berdasarkan informasi dari FBI (Biro Penyelidik Federal Amerika Serikat)," ujar Roberto.
Roberto menerangkan, tindak pidana yang dilakukan ketiga mahasiswa itu, bisa memicu cyber war atau perang siber.
Sebab, mereka meretas sistem pemerintah Amerika Serikat
"Ada juga beberapa situs milik pemerintah di AS dikacaukan," katanya.
Petugas Polda Metro Jaya menangkap para tersangka di tempat berbeda di Surabaya, Minggu (11/3/2018).
"Masih ada tiga pelaku lainnya yang buron," ujar Roberto.
Mereka dijaring Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Para pemuda itu terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp 2 miliar.
Menurut Kombes Pol Argo Yuwono, tiga orang yang masih buron itu merupakan anggota komplotan Surabaya Black Hat.
"Mereka merupakan anggota inti kelompok hacker Surabaya Black Hat (SBH) yang masih aktif sebagai mahasiswa," katanya.
Sistem keamanan situs yang dibobol tersangka beragam mulai dari milik perusahaan kecil sampai besar.
AKBP Roberto Pasaribu menyampaikan para tersangka dapat mengeruk uang dari para korban hingga Rp 200 juta.
"Uang yang mereka dapatkan dalam bentuk Paypal dan Bitcoin. Uang itu mereka kumpulkan selama aktif meretas sejak 2017 lalu. Rp 50 juta sampai Rp 200 juta per orang," tutur Roberto.
Berdasarkan data sementara, setiap tersangka setidaknya telah menyasar 600 website.
"Bukan website saja tapi juga sistem IT. Total ada 44 negara dan tidak menutup akan bertambah. Ini masih dalam pengembangan penyelidikan," ujar Roberto.
references by surya.co.id