MASUKAN KATA DI KOTAK BAWAH INI UNTUK MENCARI.. LALU KLIK TOMBOL "SEARCH"

May 30, 2018

Kenapa Meski Ramadhan Sebagian Orang Tetap Melakukan Dosa & Maksiat?

Baca Artikel Lainnya

Dosa dan maksiat masih sangat terasa di bulan Ramadan, apalagi di zaman saat ini. Tidak hanya di lingkungan, termasuk diri kita sendiri, untuk menghindari maksiat, terasa masih sangat susah. Sementara Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda,


Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

"Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan dibelenggu." (HR. Bukhari no. 1899 dan Muslim no. 1079).

Dalam lafazh lain disebutkan,

"Jika masuk bulan Ramadhan, pintu-pintu rahmat dibukan, pintu-pintu Jahannam ditutup dan setan-setan pun diikat dengan rantai." (HR. Bukhari no. 3277 dan Muslim no. 1079).

Selanjutnya, kita kembali ke pertanyaan di atas. Mengapa masih ada maksiat, jika setan telah dibelenggu? Ada beberapa pendekatan yang disampaikan ulama dalam memahami kasus ini,

Sumber maksiat tidak hanya setan. Karena hawa nafsu manusia di sana berperan. Keterangan disampaikan Imam as-Sindi dalam Hasyiyah-nya (catatan) untuk sunan an-Nasai. Beliau mengatakan,

"Hadis setan dibelenggu tidak berarti meniadakan segala bentuk maksiat. Karena bisa saja maksiat itu muncul disebabkan pengaruh jiwa yang buruk dan jahat. Dan timbulnya maksiat, tidak selalu berasal dari setan. Jika semua berasal dari setan, berarti ada setan yang mengganggu setan (setannya setan), dan seterusnya bersambung. Sementara kita tahu, tidak ada setan yang mendahului maksiat Iblis. Sehingga maksiat Iblis murni dari dirinya. Allahu alam." (Hasyiyah Sunan an-Nasai, as-Sindi, 4/126).

Setan dibelenggu tapi dia masih bisa mengganggu. Hanya saja, dia tidak sebebas ketika dilepas. Karena makhluk yang dibelenggu hanya terikat bagian tangan dan lehernya. Sementara kakinya, lidahnya masih bisa berkarya. Kita simak keterangan Imam al-Baji ulama Malikiyah dalam Syarh Muwatha,

"Sabda beliau, Setan dibelenggu bisa dipahami bahwa itu dibelenggu secara hakiki. Sehingga dia terhalangi untuk melakukan beberapa perbuatan yang tidak mampu dia lakukan kecuali dalam kondisi bebas." Dan hadis ini bukan dalil bahwa setan terhalangi untuk mengganggu sama sekali. Karena orang yang dibelenggu, dia hanya terikat dari leher sampai tangan. Dia masih bisa bicara, membisikkan ide maksiat, atau banyak gangguan lainnya.

Sejatinya setan tidak dibelenggu secara hakiki. Sifatnya hanya kiasan. Mengingat keberkahan bulan ramadhan, dan banyaknya ampunan Allah untuk para hamba-Nya selama ramadhan. Sehingga setan seperti terbelenggu. Masih kita lanjutkan keterangan al-Baji,

"Bisa juga kita maknai, bahwa mengingat bulan ini bulan pernuh berkah, penuh pahala amal, banyak ampunan dosa, menyebab setan seperti terbelenggu selama ramadhan. Karena upaya dia menggoda tidak berefek, dan upaya dia menyesatkan tidak membahayakan manusia" (al-Muntaqa Syarh al-Muwatha, al-Baji, 2/75)

Yang dibelenggu tidak semua setan. Tapi hanya setan kelas kakap (maradatul jin). Sementara setan-setan lainnya masih bisa bebas. Terjadi maksiat, disebabkan bisikan setan-setan kelas biasa. Dalam fatwa syabakah islamiyah dinyatakan,

"Sebagian ulama berpendapat bahwa setan yang dibelenggu hanyalah setan kelas kakap. Berdasarkan pendapat ini, adanya maksiat, disebabkan bisikan setan yang belum dibelenggu." (Fatwa Syabakah Islamiyah, no. 40990).

Diantara contoh-contoh perilaku dosa dan maksiat yang dilakukan sebagian manusia saat shaum / puasa Ramadhan
  • Sengaja tidak Puasa / Shaum Ramadhan padahal tidak ada hal yg menghalanginya 
  • Berzina atau berbuat mesum
  • Minum-minuman beraklhohol /mabuk-mabukan atau menggunakan Narkoba
  • Terang-terangan / Sembunyi sembunyi makan disiang hari padahal ia beragama Islam
  • Memakai baju /pakaian yang menunjukan aurat saat ngabuburit
  • Berboncengan dengan yang bukan mahram saat menunggu berbuka 
  • Membicarakan keburukan atau aib orang lain secara terang-terangan atau sembunyi-semunyi di dunia nyata atau di sosial media
  • dan lain-lain



Apakah Berbuat Dosa & Maksiat di Bulan Ramadhan, Dosanya Lebih Besar?


disebutkan dalam hadis dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ ، وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً

“Sesungguhnya Allah mencatat berbagai kejelekan dan kebaikan lalu Dia menjelaskannya. Barangsiapa yang bertekad untuk melakukan kebaikan lantas tidak bisa terlaksana, maka Allah catat baginya satu kebaikan yang sempurna. Jika ia bertekad lantas bisa ia penuhi dengan melakukannya, maka Allah mencatat baginya 10 kebaikan hingga 700 kali lipatnya sampai lipatan yang banyak.” (HR. Ahmad, 2881, Bukhari 6491 dan Muslim 130)

Dalam masalah pahala, memang tidak bisa kita hitung secara matematis. Namun dalam hadis di atas, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memastikan bahwa maksiat yang dilakukan hamba sekali, tidak digandakan dosanya. Tapi ditulis sekali. Sebagai pembenar bahwa Allah tidak mendzalimi hamba-Nya.

وَمَا اللَّهُ يُرِيدُ ظُلْمًا لِلْعَالَمِينَ

Allah sama sekali tidak berkehendak untuk mendzalimi seluruh alam. (QS. Ali Imran: 108)

Manusia yang tinggal di dunia, termasuk bagian dari alam itu.

Maksiat Di bulan Ramadhan, Dosanya Lebih Besar?
Ada kuantitas, ada kualitas.

Si A dan si B melakukan satu maksiat yang sama. Masing-masing mendapatkan satu dosa.

Apakah kita bisa memastikan bahwa nilai dosa keduanya sama?

Tentu saja tidak. Ada banyak faktor yang menyebabkan nilai dosanya berbeda. Sehingga bisa jadi yang satu mendapatkan dosa sebesar mobil, sementara satunya mendapat dosa seukuran kerikil. Semua kembali kepada latar belakang masing-masing ketika berbuat dosa.

Kita meyakini amal soleh di bulan ramadhan, pahalanya dilipat gandakan. Dan kita juga perlu sadar bahwa perbuatan maksiat yang dilakukan manusia di bulan ramadhan, dosanya juga lebih besar dibandingkan di luar ramadhan. Bisa jadi, tetep dapat satu dosa, tapi nilainya lebih besar dibandingkan ketika maksiat itu dilakukan di luar ramadhan.

Al-Allamah Ibnu Muflih dalam kitabnya Adab Syar’iyah menuliskan,

فصل زيادة الوزر كزيادة الأجر في الأزمنة والأمكنة المعظمة

Pembahasan tentang kaidah, bertambahnya dosa sebagaimana bertambahnya pahala, (ketika dilakukan) di waktu dan tempat yang mulia.

Selanjutnya, Ibnu Muflih menyebutkan keterangan gurunya, Taqiyuddin Ibnu Taimiyah,

قال الشيخ تقي الدين: المعاصي في الأيام المعظمة والأمكنة المعظمة تغلظ معصيتها وعقابها بقدر فضيلة الزمان والمكان

Syaikh Taqiyuddin mengatakan, maksiat yang dilakukan di waktu atau tempat yang mulia, dosa dan hukumnya dilipatkan, sesuai tingkatan kemuliaan waktu dan tempat tersebut. (al-Adab as-Syar’iyah, 3/430).

Ada banyak dalil yang mendukung kaidah ini. Diantaranya, firman Allah,

وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ

“Siapa yang bermaksud di dalamnya (kota Mekah) untuk melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih.” (QS. al-Hajj: 25)

Kita bisa perhatikan, baru sebatas keinginan untuk melakukan tindakan dzalim di tanah Haram Mekah, Allah beri ancaman dengan siksa yang menyakitkan. Sekalipun jika itu dilakukan di luar tanah haram, tidak akan diberi hukuman sampai terjadi kedzaliman itu.

Alasannya, karena orang ini melakukan kedzaliman di tanah haram, berarti bermaksiat di tempat yang mulia. Yang dijaga kehormatannya oleh syariat. (Tafsir as-Sa’di, hlm. 535).

Demikian pula, ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan keutamaan kota Madinah. Beliau mengatakan,

الْمَدِينَةُ حَرَمٌ ، مَا بَيْنَ عَائِرٍ إِلَى كَذَا ، مَنْ أَحْدَثَ فِيهَا حَدَثًا ، أَوْ آوَى مُحْدِثًا ، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ ، لاَ يُقْبَلُ مِنْهُ صَرْفٌ وَلاَ عَدْل

“Madinah adalah tanah haram, dengan batas antara bukit Ir sampai bukit itu. Siapa yang berbuat kriminal di sana atau melindungi pelaku kriminal, maka dia akan mendapat laknat Allah, para Malaikat, dan seluruh manusia. Tidak diterima amal sunah maupun amal wajibnya.” (HR. Ahmad 1049 dan Bukhari 1870)

Beliau memberikan ancaman sangat keras, karena maksiat ini dilakukan di tanah haram, yang dimuliakan oleh syariat.

Kita kembali kepada dosa di bulan ramadhan. Mengapa dosanya lebih besar?

Orang yang melakukan maksiat di bulan ramadhan, dia melakukan dua kesalahan,

Pertama, melanggar larangan Allah

Kedua, menodai kehormatan ramadhan dengan maksiat yang dia kerjakan.

Ini memberikan kita pelajaran agar semakin waspada dengan yang namanya maksiat di bulan ramadhan. Di samping maksiat itu akan merusak puasa yang kita kerjakan, sehingga menjadi amal yang tidak bermutu.Allahu a’lam. Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)


Kehinaan Bagi Pelaku Dosa & Maksiat di Bulan Ramadhan

 Ramadhan di sisi Allah Ta’ala adalah bulan yang agung. Allah berfirman,

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)…” (al-Baqarah: 185).

Ayat ini cukup sebagai bentuk pengagungan terhadap bulan Ramadhan, karena ia adalah bulan agung. Di dalamnya pahala ketaatan menjadi besar, begitu pula siksa atas tindak kemaksiatan. Cermatilah hakikat ini, agar Anda mengetahui bahaya berbuat maksiat di bulan Ramadhan.

Para ulama berkata, “Bila seseorang meninggalkan maksiat secara total, meski dorongannya begitu kuat, ia akan mendapat pahala besar. Sebaliknya, bila seseorang menyempurnakan maksiatnya justru pada saat dorongannya lemah, ia akan mendapat dosa yang besar.”

Kaidah ini bersumber dari hadits Nabi Shalallaahu ‘Alahi Wasallam tentang tujuh orang yang dilindungi Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hari kiamat, “Dan orang yang dirayu oleh wanita yang mempunyai kedudukan dan kecantikan, tetapi ia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam kasus ini pendorong kemaksiatan begitu kuat, sebab wanita itu sendiri yang meminta. Terlebih lagi, jika ia wanita yang mempunyai kedudukan dan kecantikan. Akan tetapi, lelaki tersebut meninggalkannya karena Allah.

Oleh sebab itu, ia mendapatkan naungan Allah Ar-Rahman. “Kemudian juga pemuda yang tumbuh di dalam peribadahan kepada Allah”, ia pun mendapatkan naungan Allah, sebab pendorong kemaksiatan yang ada di dalam dirinya begitu kuat, tetapi ia meninggalkan kemaksiatan tersebut secara total, sehingga pahala yang diterimanya pun besar.

Demikian pula sebaliknya. Bila pendorong lemah (karena pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup, serta setan-setan dibelenggu, termasuk kaum muslimin lainnya pada sibuk dengan ketaatan), tetapi dilakukan dengan sempurna, dosanya teramat besar pula. Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam  bersabda, “Ada tiga orang yang tidak diajak bicara oleh Allah, tidak dipandang dan tidak disucikan oleh-Nya, merekapun mendapatkan siksa yang pedih; orang tua yang berzina, raja yang suka berdusta, dan orang miskin yang sombong.” (HR Muslim).

Perhatikanlah hadits di atas, kemudian renungkanlah, bagaimana bila Anda datang pada hari kiamat tetapi Allah tidak sudi berbicara dengan Anda? Juga tidak mau memandang Anda? Sungguh sebuah pengucilan yang tidak terkira! Mungkin saja ketika itu Anda berangan-angan untuk hancur saja menjadi debu.

Pada saat itu, tidak ada bentuk hukuman yang lebih berat selain terhalang untuk melihat Allah. Lantas, bagaimana jika Dia yang berpaling, tidak berbicara, tidak menyucikan dan tidak memandang Anda, sungguh hukuman yang menyiksa! Sekiranya hati kita mengetahui kondisi ini, niscaya ia akan terbelah.




Yang lebih penting adalah kita berupaya untuk menghindari maksiat sebisa yang kita lakukan. 
Agar puasa kita semakin berkualitas. 

Puasa Ramadhan adalah latihan, dan tujuan dari latihan adalah untuk membuahkan hasil.. Hasil itu harus diperlihatkan pada orang-orang disekitar usai melakukan latihan Ramadhan kita, 
agar orang-orang merasa aman, tenang dan nyaman menjalani ujian kehidupan di dunia dengan adanya Islam







references by inilah
modified by agunkzscreamo, hidayatulah

 
Like us on Facebook