Baca Artikel Lainnya
Windows 7 dikabarkan tak bisa lagi dipakai di perangkat komputer dengan spesifikasi lawas. Hal ini diketahui, usai pembaruan perangkat lunak itu gagal dipasang di perangkat yang berbasis Intel Pentium III. Gagalnya pemasangan update, seperti dilansir dari ZDnet, Selasa 26 Juni 2018, diduga akibat adanya penambalan lubang keamanan atau patch Spectre dan Meltdown.
Jika tidak dipasang/ update patch, maka peretas bisa mengakses data yang sedang diolah komputer di media penyimpanan sementara, tanpa memerlukan persetujuan dari pemilik perangkat.
Sayangnya, patch tersebut membuat prosesor harus bekerja ekstra keras untuk memproses data. Meski sudah dilengkapi dengan fitur SSE2, namun kemampuan Pentium III tetap tidak cukup kuat dan berpotensi membuat komputer berhenti bekerja.
Microsoft sangat jarang memesiunkan dini sistem operasi mereka. Tahun lalu, perusahaan ini menghentikan update beberapa fitur di komputer berbasis Windows 10. Namun, mereka menegaskan tetap memberikan pembaruan pada fitur keamanan sampai 2023 mendatang.
Keputusan Microsoft ini menjadi penanda, pengguna komputer lawas harus segera membeli perangkat komputasi yang lebih modern.
Memang sudah bukan rahasia bahwa Microsoft menginginkan Windows 7 hilang dan pengguna beralih menggunakan Windows 10. Namun setidaknya secara teoretis, perusahaan tidak dapat melakukan apa-apa hingga Januari 2020 mendatang, yakni ketika dukungan untuk sistem operasi kelahiran 2009 ini resmi berakhir.
Menurut laporan baru dari Woody Leonhard dari ComputerWorld, sebagaimana JawaPos.com lansir dari laman Softpedia, Rabu (20/6), beberapa PC yang berusia lebih tua mungkin tidak lagi dapat menginstal pembaruan dan perbaikan keamanan pada Windows 7. Hal tersebut dikarenakan adanya perubahan kebijakan.
Perangkat Windows 7 yang tidak mendukung Streaming Single Instruksi Multiple Data (SIMD) Extensions 2 (SSE2), diduga telah diblokir agar tidak mendapatkan pembaruan baru. Sumber terkait mengklaim bahwa konfigurasi Pentium III sebagai perangkat terdahulu turut terpengaruh.
Semuanya dimulai dengan Windows 7 Monthly Rollup Maret terdaftar sebagai KB4088875. Kemudian masalah muncul berdampak pada perangkat yang tidak mendukung SSE2.
Meltdown dan Spectre jadi alasannya? Mungkin saja demikian. Meskipun Microsoft menjanjikan perbaikan setiap bulan sejak kasus itu mencuat. Rollup bulanan pada Juni 2018 memperkenalkan kebijakan baru yang mengharuskan pengguna untuk meng-upgrade mesin dengan prosesor yang mendukung SSE2 atau virtualisasi mesin-mesin itu.
Microsoft tampaknya menyerah untuk mengatasi bug yang awalnya diperkenalkan saat pembaruan Maret dan sekarang mengharuskan pengguna untuk meningkatkan sistem mereka ke perangkat keras yang lebih baru. Hal ini guna menghindari masalah akibat Meltdown dan Spectre.
Jika demikian, artinya, pengguna yang tidak meng-upgrade hardware, maka tidak bisa lagi menerima pembaruan. Tampaknya, meskipun dukungan untuk Windows 7 secara teknis diproyeksikan berakhir pada 2020. Namun saat ini ada kemungkinan bahwa kebijakan baru tersebut telah diperkenalkan karena kerentanan Meltdown dan Spectre memengaruhi chip Intel.
Sekadar informasi, sistem operasi Windows 7 merupakan angin segar bagi pengguna PC kala itu. Windows 7 hadir setelah Windows Vista dianggap gagal. Setidaknya dalam waktu enam bulan sejak rilis 2009, Windows 7 memiliki 100 juta instalasi berlisensi.
Kemudian angkanya meningkat pada tahun 2012 dengan jumlah yang membengkak menjadi 630 juta. Bahkan, kendati Windows 7 dianggap uzur, perangkat lunak itu tetap menjadi raja sampai Januari tahun ini. Kini, Windows 10 akhirnya melampaui angka instalasi di pangsa pasar pengguna global desktop.
Windows 10 adalah raja baru dengan jumlah terbanyak, tetapi Windows 7 memegang tempat kedua yang stabil hampir selama sembilan tahun setelah perdana dirilis ke pengguna. Selain itu Windows 7 juga tetap menjadi OS dominan untuk desktop di Asia dan Afrika. Lalu akankah perusahaan teknologi rintisan Bill Gates itu benar-benar akan 'menyuntik mati' Windows 7? Kita nantikan info selanjutnya.
references by viva, jambi independent